Part 06

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Siapa?"

*** Midorima's pov ***

'Kuharap iPhone merah itu tidak ditemukan oleh (Name) sebelum kami menemukannya...' pintaku.

Bagaimanapun juga, iPhone itu memberikan efek sama besarnya dengan Akashi menceritakan segalanya pada (Name).

"Apa ada lagi yang ingin kau tanyakan, nanodayo?" tanyaku pada (Name) yang melihat ke sekitar ruangan.

Mata (Name) beralih ke arahku, seraya dengan menekan kedua bibirnya dengan paksa, seolah ragu dengan pertanyaan yang akan ia lontarkan.

"Berapa..." ucapnya memulai, "Lama aku jatuh koma?"

Jeda 3 detik.

"Ka-kau ingin tau?"

"Mhm."

Aku menghela nafas panjang, lalu menoleh ke arah (Name) yang menunggu jawabanku.

"Kau koma sejak bulan Januari sampai sekarang, bulan September, nanodayo."

Lensa (e/c)nya sempat membesar lalu mengangguk pelan.

"9 bulan, eh?"

"Apa ada lagi, nanodayo?" tanyaku.

"Hm?" ucapnya menoleh ke arahku, "Kurasa tidak ada."

'Yang bisa menghubungi iPhone merah (Name) hanya mereka berdua.' pikirku menghela nafas panjang 'Aku juga masih ada shift di rumah sakit...'

"Kalau begitu, aku akan kembali ke rumah sakit karena aku masih ada shift, nanodayo." ucapku berdiri lalu keluar dari apartemen (Name).

Dalam perjalanan, tiba-tiba aku teringat 1 hal penting lainnya yang membuatku sempat kehilangan fokus dalam mengendarai mobil.

'Damn, aku lupa kalau Akashi dan (Name) tinggal di apartemen yang sama!!'

Aku harus memberitahu Akashi dan yang lain mengenai ini.

*** (Name)'s pov ***

"Ah, hari sudah sore. Kau ingin makan apa?" tanya Momoi.

Midorima sudah lama kembali ke rumah sakit, dan mereka semua masih berada di apartemenku. Alasannya beragam, yang jelas adalah untuk mengawasiku lebih lama lagi.

"Oh, aku tidak lapar Momo-chan." jawabku masih duduk di sofa yang sama.

"Eeh? Apa kau yakin, (Last Name)cchi?" tanya Kise melewati ruang tamu.

"Tentu saja." jawabku, "Aku ingin tidur." ucapku berdiri.

"Eh, biarkan salah satu dari mereka yang mengangkatmu, (Name)-chan!" ucap Momoi.

"Tidak apa-apa." balasku, "Aku harus sering berjalan agar kakiku bisa sadar 100%" jelasku.

Lalu kulihat yang lain menjadi panik sendiri, dari tadi apa sih yang mereka lakukan??

"Ah," ucapku membuat mereka berhenti, "Aku lupa dimana kamarku. Aku bahkan lupa struktur apartemenku sendiri."

'Separah inikah aku hilang ingatan?' pikirku sedih lalu menunduk.

"Jangan pasang tampang itu, (Name). Kau tampak jelek." aku mengangkat kepalaku dan melihat Mayuzumi di depanku, "Aku akan memandumu ke kamarmu."

Aku hanya mengangguk pelan.

"Ada apa, (Name)-san? Kau terlihat pucat." ucap Kuroko mendekatiku.

"Ah, aku hanya mengantuk saja." jawabku dan berkedip beberapa kali agar tetap terbangun.

"Kurasa kita semua sampai disini saja." ucap Momoi.

"Eeh~? Kenapa? Padahal di enak tinggal di apartemen (Nickname)chin." rengek Murasakibara.

"Murasakibara benar." sahut Aomine, "Disini nyaman. Tidak seperti di rumahku."

"Besok kita akan mengunjungi (Name)-chan lagi."

Jeda 5 detik.

"Baiklah." ucap mereka berdua akhirnya mengalah.

"Bagus," ucap Momoi senang, "Ayo kita pulang!"

"Sebelum itu," ucap Mayuzumi.

"Biarkan kami membawa (Name) ke kamarnya dulu." sambung Kuroko.

"Ah, tidak perlu repot." ucapku, "Cukup beritahu aku dimana letak kamarku."

"Apa kau yakin?" tanya Mayuzumi.

"Mhm."

"Kamarmu berada di pintu sebelah kanan di ujung koridor ini." ucap Kuroko.

"Kalau begitu, kami pulang dulu (Name)-chan~"

Dengan begitu, aku mendapat pelukan dari (hampir) mereka semua. Setelah mereka pulang (dan aku mengunci pintu depan), akhirnya aku berjalan menuju kamarku dengan dinding koridor sebagai pegangan. Setelah sampai di pintu yang Kuroko sebutkan dan dengan tanda (Nickname) di pintu, aku berencana masuk dan menutup pintu tapi berhenti saat melihat pintu yang berada di seberangku.

"Sei?" heranku melihat tanda di pintu yang berada di seberang kamarku itu.

Tapi aku hanya mengangkat bahu lalu menutup pintu. Aku melihat sekitar kamarku dan semuanya... mewah? Ya, aku hanya bisa mendeskripsikan kamarku dengan kata 'mewah'. Perlahan tapi pasti, aku berjalan menuju kasurku dan duduk di atasnya. Lalu aku teringat sesuatu.

"Ah, iPhone merah! Itu punyaku, kan?" gumamku mengambil benda elektronik itu dari dalam saku celanaku. Dan entah kenapa kantuk yang kutahan menjadi hilang tanpa jejak.

Begitu aku menghidupkan iPhone, wallpaper yang muncul di layar tiba-tiba saja membuat kepalaku menjadi pusing.

'Si...siapa dia?'

Wallpaper yang menunjukkan aku sedang selfie bersama seorang laki-laki berambut hitam.

*** Akashi's pov ***

"Ada apa memanggilku kemari?" tanyaku pada tim Teiko plus Momoi.

Tiba-tiba saja mereka semua memintaku untuk datang ke cafe yang berada di dekat rumah sakit.

"Akashi-kun, kau tau (Name) hari ini keluar rumah sakit, kan?" tanya Kuroko

"Ya, aku tau. Memangnya ada apa?"

"Kami semua tidak tau apartemen (Name) yang lain jadi kami membawa (Name) ke apartemen dimana kalian tinggal bersama, Akashi." jawab Midorima.

Lensaku sempat membesar, "Apa kalian lupa kalau apartemen kami itu banyak benda yang bisa mengingatkannya padaku?"

"Tentu saja kami tau," jawab Aomine, "Oleh karena itu kami menyembunyikan semuanya di kamarmu."

"Tidak apa-apa kan, Akashi-kun?" tanya Kuroko.

"Tidak apa-apa." jawabku, "Lagipula aku masih ada apartemen yang lain." 

'Dasar orang kaya...' itulah yang mereka pikirkan.

"Apa kalian memintaku datang hanya untuk ini?" tanyaku.

"Ada lagi," jawab Midorima, "Bisakah kau menghubungi iPhone merah (Name)?"

"Hm?"

"Kami tidak dapat menemukannya di apartemen kalian-ssu." jelas Kise.

"Kau tau kegunaan iPhone merah (Name), kan?" tanya Aomine.

"Kami hanya ingin memastikan apakah iPhone (Name) hidup atau berada di tangan orang lain, nanodayo."

"Baiklah." ucapku mengeluarkan iPhone hitam dengan merek yang sama dengan (Name) lalu menelpon kontak (Name).

*** (Name)'s pov ***

(Drr! Drr! Drr!)

Tiba-tiba saja iPhone itu bergetar, tanda panggilan masuk. Karena panik, aku mengangkat panggilan itu tanpa melihat siapa yang menelpon.

"Ha-halo?" jawabku.

"(Na-Name)!?"

Tanganku langsung gemetaran, detak jantungku meningkat, kepalaku mulai pusing dan tanganku mulai berkeringat dingin.

Dan tanpa kusadari aku sudah menjatuhkan iPhone itu.

*** Akashi's pov ***

"Hm? Tidak aktif atau berada diluar jangkauan." ucapku menyimpan iPhone-ku.

"Begitu ya?" ucap mereka kecewa dan lega(?).

'Tapi... kenapa aku merasa gelisah mengenai ini?'

"Kalau tidak ada lagi, aku akan pulang." ucapku berdiri lalu keluar cafe.

'Ada apa ini?' pikirku mengenggam bagian depan dadaku 'Kenapa feeling-ku tidak enak?'

*** (Name)'s pov ***

'Si...siapa itu? Kenapa... dia tau namaku?' pikirku panik melihat iPhone dengan nama penelpon yang tertera disana.

Senpai ಠ_ಠ

'Senpai? Dan juga, emotion apaan itu?'

Dari iPhone terdengar suara samar-samar dari 'Senpai'.

"(Name)... Apa kau... saja..."

"Ini aku... -senpai... Aku... dari... kemarin malam..."

"(Name)? Kenapa... panggilanku?"

"Aku... perjalanan... apartemenmu..."

(Tuut... Tuut... Tuut...)

Lalu panggilannya ditutup. Aku yang dari tadi panik tersadar saat mendengar suara panggilan tertutup. Aku mengambil iPhone itu dan menatap lama layarnya.

'E-eh? A-apa yang dia ucapkan tadi?'

Akibat serangan panik tadi, tenggorokanku menjadi kering dan serak. Setelah menyimpan iPhone di saku celanaku, aku turun dari kasur dan perlahan berjalan menuju dapur untuk mengambil air putih.

'Untuk apartemen yang ditinggalkan selama 9 bulan, ini semua terlalu bersih.' pikirku setelah meminum segelas air.

(Drr! Drr! Drr!)

Aku hampir saja melepaskan peganganku dari gelas saat merasakan getaran di saku celanaku. Dengan panik aku meletakkan gelas di atas meja lalu mengeluarkan asal getaran: iPhone merah.

Senpai ಠ_ಠ

"E-eh?" kagetku melihat nama pemanggil yang sama seperti sebelumnya.

Dengan gemetaran aku mengangkat panggilan itu.

"Ha-Halo?"

"(Name)! Aku ada di depan apartemenmu tapi kenapa dikunci? Aku ada kunci duplikat, jadi tidak apa-apa kan aku langsung masuk?"

'A-aku tidak tau ingin menjawabnya dengan jawaban apa!!' pikirku mulai berkeringat dingin.

(Dugh!)

Tanpa sadar aku sudah menjatuhkan iPhone-ku karena terlalu panik.

"(Name)!? Ada... Aku... suara jatuh..."

"Aku... ke dalam... sekarang!"

(Cklek!)

"(Name)!!" suara maskulin itu langsung memenuhi apartemen yang sepi ini.

Tiba-tiba saja kakiku kembali menyerah dan aku langsung terduduk di lantai dapur dengan suara yang cukup keras.

(Bruk!)

"(Name)!? Kau baik-baik saja!?" tak lama aku terjatuh, seorang laki-laki memasuki dapur dan langsung mendekatiku dengan ekspresi panik dan khawatirnya.

'Di-dia... laki-laki yang ada di wallpaper iPhone-ku!'

"A-ano... a-a-aku... a-ah..." perasaan panik yang menyerang membuatku tidak bisa bicara dengan jelas.

"Jangan bicara dulu," ucapnya mengangkatku dengan gaya tuan putri, "Aku akan membawamu ke kamarmu, apa ada yang sakit? Memar? Beritahu aku kalau ada yang sakit, ya."

Lalu aku dibawa ke kamarku dan ditidurkan diatas kasur.

"U-um, a-ano..."

Tiba-tiba tangan besarnya menyentuh dahiku.

"Suhu tubuhmu normal saja." ucapnya, "Tapi kau pucat..."

"U-uum..."

"Hush, aku akan membawakanmu susu hangat dan kue. Aku akan kembali." lalu dia berjalan keluar kamarku dengan terburu-buru.

Saat dia kembali, dia sudah membawa segelas susu dan kue. Dia meletakkannya di atas meja yang berada di sebelah kasurku lalu mengambil kursi dan duduk di dekatku.

"U-um, apakah--Mmph!?" tiba-tiba saja sebuah kue masuk ke dalam mulutku saat aku ingin bertanya pada laki-laki itu.

"Kau kuizinkan bicara jika wajahmu sudah kembali normal." ucapnya dengan keras kepala.

'Aku seperti anak kecil...' pikirku diam-diam melihat laki-laki itu dengan kesal.

"Apa? Kesal aku memperlakukanmu seperti anak kecil?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alis.

"Hmph!" kesalku menoleh ke arah lain.

"Oh, benar juga." ucapnya seolah teringat sesuatu, "Kenapa kau baru menghidupkan iPhone-mu, huh? Padahal sudah 1 minggu lebih bangun."

'Tau darimana?'

"*nom-nom-nom*"

"Hei, jawab aku." ucapnya dan kulirik ada perempatan yang memenuhi kepalanya.

"Baka, *nom* tadi katanya aku *nom* boleh bicara kalau *nom* aku selesai *nom* makan." ucapku sambil memakan kue dan mengambil lagi saat kuenya sudah habis.

'Ini sangat aneh... aku tidak mengenal--atau tidak mengingat--orang ini tapi kenapa aku sangat akrab dengannya? Dan kenapa aku merasa aman dengannya?'

"Baiklah, aku akan bercerita kalau begitu." ucapnya mengangguk sendiri.

'Dasar gila.' pikirku sambil melihatnya dengan tatapan 'aku-tidak-tertarik'

"Aku tidak peduli kau tertarik atau tidak, aku akan tetap bercerita." ucapnya.

'Tolong aku, ada orang gila disini.' pintaku.

"Kau mungkin heran kenapa aku bisa tau kalau kau sudah bangun." ucapnya, "Itu karena ayahmu memberitahuku. Ayahmu juga baru tau karena Midorima lupa memberitahunya." sambungnya.

'Ayah? Laki-laki yang memaksaku untuk jadi laki-laki selama 6 tahun?'

"Saat mendengar kabar itu, aku langsung memutuskan panggilan ayahmu yang belum selesai--"

"Dasar orang gila tidak sopan." komentarku memotong ceritanya.

"Gila, katamu!? Dan juga, sudah kubilang kau belum boleh bicara sampai wajahmu kembali normal." kesalnya lalu menghela napas panjang, "Setelah itu, aku langsung mengambil penerbangan dari Amerika Serikat ke Jepang yang paling awal dan baru sampai disini kemarin malam."

Tepat dia selesai bicara, kuenya sudah habis. Aku baru saja ingin menghela napas lega, tapi batal karena laki-laki itu menyodorkan segelas susu hangat padaku.

"Minum." perintahnya.

Aku hanya memutar bola mataku lalu meminumnya sampai habis.

"Puas?" tanyaku dengan kesal meletakkan gelas itu di meja.

"Yep." jawabnya mengangguk, "Sekarang apa yang ingin kau tanyakan?"

Aku menghela napas panjang lalu melihat ke arahnya dengan tatapan sedikit menyesal, "Maaf, tapi aku tidak mengingat siapa kau. Jadi, bisa beritahu aku siapa namamu?"

Diluar dugaan, reaksi laki-laki ini menunjukkan kalau dia sudah mendengar berita ini berkali-kali.

"Hm, sudah kuduga kau akan amnesia setelah koma selama 9 bulan..." gumamnya, "Aku kagum pada dirimu yang bisa dekat denganku walaupun kau tidak mengingatku."

"Aku merasa aman dan nyaman saja bersamamu." jawabku datar, "Apa kau akan memberitahuku siapa namamu?"

"Aku tidak tau apa aku bagimu." ucapnya memulai, "Tapi, perkenalkan. Namaku Nijimura Shuuzo."

Saat itu kepalaku menjadi sangat pusing dan aku jatuh pingsan.

***

Jreng! Jreng!

Hayo, kenapa mantan kapten Teiko, Nijimura Shuuzo--si pelangi//dihajar// bisa mengenal (Name), bisa menghubungi iPhone merah (Name), dan mempunyai kunci duplikat apartemen yang ditempati (Name) dan Akashi bersama?

Btw, author suka efek suara *nom-nom-nom* O(≧∇≦)O

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro