Part 17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Lelah?"

*** (Name)'s pov ***

'Tuh, kan. Sudah kubilang kakiku baik-baik saja dan aku bisa berjalan dengan normal, dasar sepupu hijau aneh.' pikirku memakai pelindung kepala sambil menunduk.

Banyak polisi dimana-mana, membuatku harus hati-hati.

'Aku tak menyangka akan ada polisi pribadi keluarga (Surname)...' pikirku tiba-tiba terhenti.

Ini bukan hanya polisi keluarga (Surname)...

Aku pernah melihat seragam ini...

Jangan-jangan...

"Keluarga Akashi?" gumamku sedikit terkejut.

'Apa keluarga Akashi juga turun tangan?'

Akhirnya aku sampai di taman tempat aku berada sebelum Haizaki menculikku.

--Irisku membesar.

Mereka semua ada disini?

Bahkan Akashi...

"Maaf, area ini tertutup untuk sementara."

'Ah, aku akan sangat berterima kasih mengenai kemampuanku.'

"Maaf," ucapku menggunakan suara laki-laki milikku, "Aku ada urusan penting dengan Haruno (Surname)." ucapku.

"Tapi--"

"Apa kalian menentangku?" tanyaku dengan nada mengancam.

Seketika mereka menjadi diam dan kulewati dengan mudah.

Saat sampai di hadapan mereka, perhatian mereka semua tertuju padaku.

"Siapa kau?" tanya Nijimura.

Aku hanya menghela napas lalu membuka pelindung kepalaku.

"Ini aku," ucapku datar.

"(Name)!?" ucap Papa kaget.

"Darimana saja kau!?" tanya Nijimura.

Saat beberapa dari mereka ingin mendekat, aku hanya mengangkat tanganku.

"Jangan mendekat." ucapku.

"(Name)-chan?" tanya Momoi.

"Aku sudah memutuskan, Pa." ucapku menoleh ke arah Papa.

"Memutuskan apa?" heran Papa mengangkat alis.

"Mengenai hadiah pensiun Papa dari Masaomi-san."

(Deg!)

"Aku... memilih untuk tetap dengan Shuuzo."

"Kau tetap memilih--"

"Ya, aku tetap bertunangan dengan Shuuzo, walaupun aku sudah dibohongi oleh kalian semua."

Ekspresi syok tampak melekat di wajah mereka.

"Kalian semua... terlalu sering membohongiku sampai di titik aku merasa lelah." gumamku, "Aku lelah dengan semua kebohongan ini." ucapku menunduk.

Aku lalu memutar tubuhku.

"Aku kembali ke rumah sakit," ucapku, "Dan aku ingin kembali sendiri."

Lalu aku berjalan menuju arah rumah sakit.

***

(Cklek!)

Aku memasuki ruanganku di rumah sakit. Aku duduk di atas kasurku.

(Cklek!)

"Bukannya sudah kubilang kalau aku ingin kembali sendiri." gerutuku menatap tajam ke arah pintu.

"Kau belum menjawab pertanyaanku. Darimana saja kau?" tanya Nijimura.

"Apa itu penting, sekarang?"

"Kau hilang selama 3 jam lebih, kau tau! Kau membuat banyak orang khawatir!"

"Kalian masih peduli padaku walaupun kalian sering membohongiku?"

Nijimura hanya menatapku dengan tatapan tak percaya lalu dia menghela napas panjang.

"Kau itu egois, kau tau?"

✕"Kalianlah yang egois, membohongiku hanya demi kebaikan Sei. Pernahkah kalian berpikir mengenai perasaanku jika sampai sekarang aku tidak mengingat orang yang sangat kusayangi?" aku terdiam sejenak lalu menghela napas panjang, "Ah, aku bahkan... tidak mau tau apa-apa lagi mengenai ini..."

Suasana menjadi sunyi.

"Shuuzo..." gumamku, "Kenapa kau tidak memberitahuku kenyataannya selama ini?"

"Aku..." aku menoleh ke arah Nijimura, "...entahlah, aku tidak tau apa harus mengatakannya padaku."

Aku mengigit bagian bawah bibirku.

"Kalian benar-benar jahat... Aku tidak tau apa salahku dan kalian semua membohongiku seperti ini..." aku lalu memeluk kedua lututku.

Suasana kembali sunyi, sampai aku merasakan seseorang memelukku.

"Shuuzo?"

"Maaf... jika kau merasa sangat frustrasi..."

"Beritahu aku... Apa salahku sampai kalian membohongiku? Apa salahku sampai Sei membenciku?"

Aku mulai terisak-isak.

"Aku sudah lelah..." ucapku membalas pelukan Nijimura, "Aku sudah lelah dengan semua ini..."

***

"(Name), makanlah dulu. Seharian ini kau tidak mau makan." ucap Nijimura sambil memegang semangkuk bubur hangat.

Aku tidak membalas ucapan Nijimura, aku hanya menatap keluar jendela dengan pikiran kosong.

"Aku tidak lapar," ucapku beberapa menit kemudian, "Aku hanya ingin sendirian."

"(Name)--"

(Cklek!)

"Sudahlah, Shuuzo~" ucap seseorang dengan suara feminim yang sangat familiar di telingaku walaupun aku tetap menoleh keluar jendela, "(Name)-chan itu keras kepala dan kita semua tau itu~"

"Kau..." aku dapat menebak dari intonasi Nijimura kalau dia itu merasa kesal, "Kenapa kau santai sekali, huh?"

"Hush~ Kalau kau menghadapi pasien dengan emosi, tentu saja pasien jadi malas dan takut berurusan denganmu, Shuuzo."

"Jadi aku harus bagaimana!?" kesal Nijimura.

"Sebaiknya kau menemui Shintarou," lalu aku mendengar helaan napas, "Aku akan mengurusi sepupu iparku ini~"

"Tck," kesal Nijimura lalu terdengar suara kursi bergeser, "Tolong urusi (Name), Ame."

"Oke~"

(Cklek!)

Aku menoleh ke arah pintu, "Ame-chan..." sapaku sedikit mengangguk.

"Ayo, (Name)." ucap Ame duduk di kursi dimana Nijimura duduk sebelumnya, "Makan buburnya dan kita akan berbicara, enam mata." sambungnya sedikit memperbaiki letak kacamatanya seperti suaminya, Midorima.

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah senpai yang pernah memberiku coklat persahabatan saat sekolah dulu.

"Baiklah." ucapku.

"Bagus!" ucap Ame senang, "Kalau begitu aku ingin menemui si Shuuzo sebentar~" lalu dia keluar ruangan.

Aku hanya mengangguk lalu mengambil bubur tadi dan memakannya.

*** Akashi's pov ***

Sudah 1 jam semenjak (Name) pulang ke rumah sakit.

"Aku... memilih untuk tetap dengan Shuuzo."

Pikiranku kacau.

"Ya, aku tetap bertunangan dengan Shuuzo, walaupun aku sudah dibohongi oleh kalian semua."

"Akashi," kudengar suara Modorima memanggilku, "Ame akan mengurus (Name), aku sudah menelponnya tadi."

"Istirahatlah, Aka-chin." ucap Murasakibara.

"Kau bahkan belum beristirahat sejak 4 jam lalu-ssu."

Harusnya aku sudah tau kalau akhirnya (Name) akan berkata seperti itu setelah semua perlakuanku dan kenyataan bahwa kami semua sudah mebohonginya.

Tapi...

Kenapa ini lebih sakit daripada saat dia hilang ingatan dulu?

"Akashi-kun?"

"Aku... ingin sendiri."

"Tapi Akashi--"

"Kumohon." ucapku dan semua menjadi sunyi.

Samar-samar kudengar mereka berbisik.

"Baru kali ini Akashi-cchi memohon-ssu!"

"Aka-chin banyak berubah, ne?"

Baru saja aku hendak berbicara, ada yang sudah menyela.

"Akashi, kau dipanggil Ame."

Aku menoleh ke sumber suara, Nijimura.

Eh?

'Kenapa dia memanggilku?' pikirku, 'Apakah dia lupa kalau dia sedang bersama (Name) sekarang? Dan aku tidak mungkin kesana--'

"Katanya pergi saja dulu ke rumah sakit, dia akan menunggu disana." ucap Nijimura, "Begitu juga untukmu, Midorima."

"Baiklah," sahut Midorima.

'Pergi...? Atau tidak...?'

*** (Name)'s pov ***

"Wah, kau menghabiskan buburnya~!" ucap Ame kagum.

Aku hanya mengangguk, merasa sedikit baikan.

"Sudah merasa baikan?" tanyanya.

"Ya," jawabku singkat.

"Kalau begitu, kau pasti siap untuk ini." lalu Ame mendekati pintu ruangan.

(Cklek!)

Iris mataku membesar saat melihat 2 orang yang memasuki ruanganku.

--Sepupuku, Midorima Shintarou.

Dan...

--Akashi Seijuuro.

(Cklek!)

"Apa... yang dia lakukan disini, Ame-chan?" tanyaku diam-diam meremas selimut rumah sakit.

Sekarang aku jadi takut bertemu dengannya...

Takut dia akan melihatku dengan tatapan benci...

"Shintarou? Dia kesini untuk mengecek keadaanmu sebentar." ucap Ame mulai membuat teh.

Aku menggigit bagian bawah bibirku.

'Bukan...'

"Apa... yang Sei lakukan disini..." gumamku.

"Ah, aku ingin memastikan sesuatu." ucap Ame duduk di sofa lalu meminum tehnya, setelah memberikanku teh yang ia letakkan di meja sebelah kasurku..

"Memastikan apa, Ame?" kesal Akashi dan itu membuatku sedikit tersentak kaget, "Berani sekali kau memerintahku seperti ini."

Ame hanya meminum tehnya, setelah itu ia menghela napas panjang.

"Seijuuro." ucap Ame datar, "Apa kau mencintai (Name)?"

(Deg!)

Suasana menjadi sunyi.

"...apa kau hanya memanggilku hanya karena ini?" tanya Akashi semakin kesal.

"Aku minta sebuah jawaban, Seijuuro. Bukan sebuah pertanyaan." ucap Ame menatap Akashi datar.

Akashi hanya mendecih kesal lalu membuang muka.

"Jika kau ingin cepat keluar dari ruangan ini, jawab pertanyaanku."

"Apa kau punya hak untuk memerintahku?" tanya Akashi.

"Aku meminta, bukan memerintah. Kau tau perbedaannya, Seijuuro." jawab Ame.

'Ame-chan... kau terlalu berani melawan Seijuuro!' pikirku mulai khawatir pada keselamatan Ame.

Aku menoleh pada Midorima yang sedang serius memeriksa keadaanku.

'Dan kau setidaknya peka bahwa keselamatan istrimu mulai terancam!' pikirku frustasi, 'Bukannya malah fokus pada pekerjaanmu!!'

Suasana menjadi sunyi.

"...dan aku tidak mau menjawabnya." sahut Akashi menjadi keras kepala, setelah menatap tajam Ame beberapa saat.

"Sudah kuduga kau akan berkata seperti itu." ucap Ame tersenyum penuh kemenangan, "Kalau begitu kau tidak akan bisa keluar dari ruangan ini karena aku sudah mengunci ruangan ini dan hanya aku yang memiliki kuncinya~"

Lalu dengan sebelah tangannya yang tidak memegang gelas, Ame menunjukkan sebuah kunci yang kuyakin adalah kunci ruangan ini.

"Ups," ucap Ame menyimpan kuncinya ke dalam saku jas yang ia pakai, yang entah kenapa mirip dengan jas yang sedang Midorima pakai.

Apa Ame itu seorang dokter?

"Aku tidak mau kau mengambilnya dengan mudah." ucap Ame kembali menyesap tehnya, "Jawab pertanyaanku dan kau boleh keluar."

Akashi menatap kesal ke arah Ame, "Jangan seenaknya saja, Ame!" bentak Akashi

Ame hanya memiringkan kepalanya, "Begitukah kau memperlakukan kakak sepupumu, Seijuuro? Mana sopan santunmu, hm? Aku bertanya dengan baik-baik dan kau membalasnya seperti itu?"

Irisku membesar.

Ame... kakak sepupunya Akashi?

Akashi mendecih untuk yang kedua kalinya.

"Kau tidak berhak memerintahku, kau hanya 1 tahun lebih tua dariku."

"Terserah padamu, Seijuuro. Kau mau menjawabnya dan keluar atau tetap di ruangan ini sampai aku pulang." ucap Ame.

Suasana kembali menjadi sunyi.

"Jadi, Seijuuro." ucap Ame menoleh ke arah Akashi, "Apa kau mencintai (Name)?"

Akashi melirik ke arahku sekilas.

(Deg!)

Lalu dia menoleh ke arah Ame, "Tidak,"

(Deg!)

"Aku tidak mencintainya."

(Deg!)

Ame hanya mengangkat sebelah alisnya, tapi dia mengambil kunci ruangan dan melemparnya ke arah Akashi yang ditangkap dengan mudah.

"Begitu, ya?" komentar Ame melihat Akashi keluar ruangan.

(Cklek!) (Blam!)

Spontan saja air mataku mengalir.

"Hahaha," ucapku mencoba tersenyum, "Ke-kenapa sakit sekali ya? Padahal... aku memilih Shuuzo, bukan Sei..." sambungku melihat Ame yang berdiri.

Dia mendekatiku lalu memelukku.

"Maaf ya (Name), kau harus mendengar ucapan menyakitkan itu." ucap Ame mengelus kepalaku, "Aku melakukannya agar aku yakin bahwa Seijuuro sudah melepasmu..."

Aku hanya mengangguk lalu membalas pelukan (Name).

'Aku harus menerima ucapannya...'

'Walaupun aku masih mencintainya...'

***

Ternyata (Name) memilih Nijimura!!

Kenapa dia lebih memilih Nijimura daripada Akashi?

Karena author adalah #TeamNijimura *digavlok #TeamAkashi*

Dan akhirnya saya masuk lagi sebagai istri Midorima DAN sepupunya Akashi *digamvar Rea*

Rencananya sih tidak ada saya tapi saya baru ingat kalo di Teiko itu semua pada takut sama Akashi  jadi... ya, begitulah :v

//Author digebukin//

Bagaimana chapter ini?

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Kritik dan saran yang membangun akan sangat diterima~

-Rain

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro