A Forest

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: setefvi (HTM) & leavethequiet (Fantasy)

"Host... host... Aku harus mencari tempat yang aman sekarang," ujarku yang baru saja berhenti dari lari-larian yang seperti di kejar hantu ini.

Saat menyadari aku sudah cukup jauh dari jangkauannya aku berinisiatif untuk menjalankan misi selanjutnya itu. Sekarang tempat yang pertama ku kunjungi adalah pulang ke rumah terlebih dahulu.

Di tengah perjalanan menuju rumah, telepon genggam yang selalu ku gunakan berdering. Tanpa habis pikir aku langsung menggeser ikon berwarna hijau ke kiri.

"Hallo Miss," ucap orang di sebrang saat telepon sudah terhubung.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Maaf Miss saya menggangu waktunya."

"Hmm."

"Begini Miss, saya sudah menemukan orang yang sedang Miss cari tempo hari."

"Brian maksudmu?"

"Iya Miss."

"Bawa dia ketempat yang seharusnya dia berada," sahutku dengan senyum smirk yang tak bisa disembunyikan.

Disinilah aku sekarang, di tempat yang jauh dari pemukiman warga sekitar. Di sebuah rumah minimalis di tengah-tengah hutan. Saat aku melangkah masuk menuju ruang utama, aku sudah disuguhkan pemandangan yang sangat indah. Seorang pria yang diikat di atas kursi dan jangan lupakan wajahnya yang sudah dipenuhi lebam-lebam.

"Kalian semua keluar dan berjagalah di luar!" Suruhku pada orang kepercayaanku itu.

Saat semua orang sudah keluar dan hanya diisi oleh manusia tak berguna ini, kakiku melangkah menuju saklar berada. Mematikan lampu utama dan ku gantikan dengan lampu yang lebih redup.

"Apa kabar Brian?" Sapa ku seolah ia adalah sahabatku.
"Sepertinya kau jauh dari kata baik-baik saja bukan?" Dan tawa ku terdengar sangat nyaring.
"Apa maumu anjing!" Sentaknya yang sangat keras.
"Mauku? Aku hanya ingin bermain-main denganmu."

Kaki ku mulai melangkah mendekati Brian lebih dekat lagi. Tanganku merogoh saku celanaku dan mengeluarkan pisau lipat yang sejak tadi ku bawa.

"Tenang sayang." Aku pun mulai menggoreskan pisau itu di lengan kekarnya.

Mungkin badan juga tidak akan mengkhianati mental. Pria itu menggertakkan giginya tanpa suara. Bahkan setelah delapan senti, aku tidak mendengar tangis minta ampun darinya.

Saat meninggalkan kulit perunggu yang mengilap oleh keringat, pisauku sudah berlumuran darah.
Brian terengah-engah, tetapi masih tetap membisu.

"Sayang sekali mereka merusak wajah tampanmu. Aku jadi kehilangan minat untuk mengukirnya."

"Pergilah ke neraka!"

Aku menutup mulut, terkejut karena teringat akan sesuatu yang amat menakjubkan.

Dengan jentikan jari, sebuah api hitam muncul di telapak tanganku.

"Apa kau pernah menonton Naruto? Pasti masa kecilmu menyenangkan jika kau mengetahuinya. Aku tahu kau suka itu. Karenanya, kau pasti tidak asing dengan api hitam ini."

Aku terkekeh.

"Akan kujelaskan panjang lebar, anggap saja sebagai pemanasan. Kita perlu sedikit memicu adrenalin, bukan? Ini adalah api yang tidak bisa padam, akan membakar apa saja sampai menghilang dari dunia."

Tanpa merespons dengan kata-kata, Brian malah memelototi tanganku. Mulutnya menganga lebih lebar dari saat aku melukainya tadi. Padahal api ini belum mengenainya, lho.

"Kau penyihir?"

"Itu kata-kata terakhirmu?" Aku ingin tertawa.

Pria itu melebarkan mulutnya sampai malah aku yang takut kalau itu akan robek. Matanya memancarkan binar aneh asing yang membuatku teringat akan beberapa kenangan buruk.

"Lakukan! Aku ingin merasakannya!"

Apa?

"Berikan padaku!"

Helo? Kenapa malah kau yang tidak sabaran?

Ini jadi tidak menarik.

Aku melemparkan api itu padanya dengan kening berkerut.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro