In My Mind

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: Niiflaaa (Teenfict) & SilverJayz_ (HTM)

Aku duduk paling belakang dan memperhatikan guru yang ada di depan itu sedang menjelaskan sesuatu.

Bosan, akhirnya aku hanya mencoret-coret asal di belakang buku pelajaran. Sebuah gambar yang berhasil aku buat adalah ingin membunuh semua orang yang berada di kelas ini.

Jika kebanyakan anak di usiaku selalu membentuk sebuah grup pertemanan, seperti yang sering  didengar dengan ungkapan geng dalam sebuah pertemanan. Berbeda dengan aku.

Boro-boro punya geng di sekolah, aku saja tak pernah sekalipun merasakan mempunyai seorang teman sejak kecil. Aku selalu berteman dengan kesendirian. Itu sebabnya aku benci kepada mereka yang selalu mengusik kedamaianku.

Memangnya seberapa pentingnya kah bersosialisasi itu? Kuakui, aku memang buruk dengan hal tersebut.

Kini aku mengembuskan napas pasrah, kurang beberapa menit lagi pergantian jam pelajaran. Sesuatu yang paling aku benci yaitu pelajaran olahraga.

Sesuai dugaan, pelajaran jam pertama dan kedua telah usai, suara bel terdengar yang menandakan pergantian jam telah dimulai.

"Baiklah, materi hari ini kita sampai di sini. Sekian dari saya. Terima kasih."

Guru itu mengakhiri pelajaran lalu melangkah meninggalkan kelas, sedangkan murid lain berbondong-bondong keluar kelas untuk berganti pakaiannya dengan baju olahraga.

Begitu juga dengan aku. Sebenarnya aku malas harus gonta-ganti pakaian apalagi postur tubuhku yang agak besar sehingga jika mengenakan baju olahraga lipatan-lipatan lemak yang ada di bagian perut akan tampak terlihat.

Benar saja, kamar mandi sangat penuh sehingga aku harus sabar menunggu. Namun, setelah aku mengantre dan ingin memasuki salah satu kamar mandi yang kosong, ada beberapa anak yang tiba-tiba saja menerobos masuk.

"Kita duluan, ya. Kita bertiga cepet, kok, ganti bajunya kalo kamu ikutan masuk nanti kamar mandinya nggak muat." Dia tertawa, diikuti dengan yang lain. Sedangkan aku hanya menatapnya datar.

Akhirnya aku pun mengalah hingga aku harus terlambat ke lapangan karena menunggu antrean selanjutnya.

Iya, setelah selesai berganti baju aku langsung ke lapangan dan ternyata dugaanku salah. Di sana sepi hingga aku teringat bahwa sekarang adalah materi tentang berenang. Pasti semuanya berada di kolam.

Iya, di sekolah ini memang menyediakan kolam renang, tidak terlalu besar karena memang sekolahku tidaklah begitu favorit sehingga untuk pakaiannya memang tetap menggunakan baju olahraga, bukan baju renang pada umumnya.

Sesampainya di tempat tersebut kini semua orang menatap ke arahku--apalagi karena aku datang terlambat, membuat aku menjadi pusat perhatian tiba-tiba saja dari barisan paling depan karena masih pemanasan terdengar suara menyeletuk sangat keras.

"Lho, mau ikut renang juga, Dhea? Awas nanti di air tambah ngembung kayak Nyonya Paff."

Iya, diriku disamakan dengan ikan Nyonya Paff yang berada di kartun Spongebob.

Sungguh, aku sangat malu saat semua orang lagi dan lagi menertawakanku. Dia adalah orang yang sama dengan seseorang yang tadi mengataiku sewaktu di kamar mandi.

"Awas saja kau," gumamku dalam hati.

~

Pelajaran renang selesai. Seharusnya aku senang karena bisa kembali ke kelas, tapi tidak untuk hari ini.

Rina, orang yang meledekku tadi, telah ditemukan tiada, karena tenggelam.

"Rina! Rinaaa!!!" Jenni, teman segengnya, berteriak tak terima. Sementara itu, aku terdiam. Rina meninggal? Apakah ini keajaiban? Dunia seolah mendengar doaku untuk membunuhnya!

Ah, tapi tentu, bukan aku pembunuhnya.

Para guru langsung mengevakuasi Rina, menutup kolam renang dan menyuruh semua murid kembali ke kelasnya masing-masing.

"Ini tak mungkin terjadi!" Jenni menangis, menarik perhatian semua murid. Pelajaran selanjutnya tak dijalankan karena para guru sibuk menangani kasus ini, sehingga keadaan kelas kacau.

Aku benci keramaian. Hingga, ketua kelas kami, Clara, berjalan ke depan kelas.

"Karena semua orang yang ada di kolam renang ada di sini, aku mau mewawancarai kalian," ujar Clara di depan kelas dengan aura kepemimpinannya. "Ini soal kematian Rina. Ada yang janggal soal kematiannya, benar?" tanya Clara.

"Oh! Rina dari klub renang, 'kan? Ia pasti mahir berenang dan tak akan mati tenggelam." Seorang murid menyahut.

"Ya. Dan aku ingin tahu kapan kalian terakhir kali melihat Rina." Clara melanjutkan.

"Kami para lelaki berenang di wilayah yang berbeda dari perempuan, jadi kami semua bersih!" sahut seorang murid lelaki memberikan saksi.

"Baiklah, bagaimana dengan para murid perempuan? Ah, aku sendiri masih sibuk membantu merekap nilai renang tadi. Terakhir kali aku melihat Rina sebelum aku sendiri tes." Clara memberikan kesaksian.

"Saat menunggu dites, Rina bermain dengan Jenni, bukan?" tanya seorang murid.

"Benar, ah aku ingat bukannya kau iri dengan Rina?" Murid lain menuduh.

"Apa? Kenapa kau mencurigaiku? Mana mungkin aku membunuh temanku sendiri!" teriak Jenni tak terima.

"Aaah, Clara! Kenapa kita harus berdiskusi begini, sih?! Rina pasti meninggal karena kecelakaan!"

"Aku tak bisa diam ketika mengetahui teman sekelasku meninggal dalam keadaan seperti itu," balas Clara.

"Kalimat terakhir Rina adalah ia ingin melihat tes renangnya Dhea." Jenni angkat suara.

Semua orang menatapku. Aku berhenti mencorat-coret bukuku.

"Kalau kuingat-ingat juga, kau sempat kupanggil 3 kali sebelum akhirnya datang untuk tes." Clara menambahkan. "Waktu itu kau berbicara dengan Rina?"

"Ya, dia datang sebentar untuk meledekku. Itu terakhir kali aku melihatnya," jawabku.

Di dalam pikiranku, aku berusaha keras untuk menenggelamkannya di tengah-tengah kerumunan orang—karena orang yg belum dites berada berkumpul di sisi lain di dalam kolam renang.

Kalau dipikir-pikir lagi, jika hal itu memang kulakukan, sepertinya tak akan ada yang menyadarinya. Karena semua orang sibuk memerhatikan bagaimana Clara berenang. Tak ada yang memerhatikan aku yang menenggelamkan Rina. Lagipula, hanya butuh waktu 4 menit untuk melakukannya.

Tapi bukan aku yang melakukannya.

"Rina suka merundung Dhea, kan? Jangan-jangan itu motifnya?"

"Omong kosong! Dhea tak akan mungkin melakukan hal itu, ia lebih lemah dari Rina."

Kata siapa?

"Selain itu, sehabis Clara dites, Dhea langsung dites, dan kita baru menyadari adanya jasad Rina setelah itu."

Pada akhirnya, tak ada yang bisa membuktikan bahwa Rina dibunuh. Aku lega dan bisa pulang dengan tenang.

Sayangnya, aku bukan pembunuhnya. Tapi, di dalam pikiranku akulah yang melakukan itu.

~

Clara mendapati Dhea meninggalkan bukunya di meja. Gadis itu pun mengambilnya. Tanpa sengaja, halaman terakhir buku itu terbuka.

Clara terkejut.

Dhea menggambar dirinya sedang menenggelamkan Rina.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro