Pusaka Misterius

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: Dhikayo (Science Fiction) & Zia_Faradina (Historical Fiction)

Asap mengepul di atap kota Paris Van Java. Hitam legam hingga sempurna menutupi senja. Aku meninggalkan rumah kelahiranku dalam kobaran api. Tidak ada rasa penyesalan sama sekali. Sebaliknya, aku beserta Ibu dan Ayah merasa bangga karena telah ikut andil dalam perjuangan.

Malam itu, kami mengungsi dengan dipandu dan dikawal anggota Tentara Rakyat Indonesia. Berjalan jauh meninggalkan tanah tersayang. Hanya sementara. Benar, hanya sementara sampai kemerdekaan yang belum genap setahun diproklamirkan dapat menjadi hak kami sepenuhnya.

Aku melihat tatapan tegas, penuh kepercayaan, dan rasa bangga dari tiap-tiap masyarakat yang lewat. Tak berapa lama berselang, aku bersama beberapa orang dalam kelompok kami memutuskan beristirahat di dekat hutan.

Aku terpaksa sedikit masuk ke dalam hutan untuk membuang air kecil. Sebenarnya aku bisa saja singgah ke kamar kecil warga sekitar, namun rasa malas di dalam diriku membuatku merasa tak harus melakukannya.

Seusainya, aku hendak kembali sampai sebuah dering aneh menyambangi telingaku. Aku mencari sekitar. Tepat di bawah semak tinggi dekat sebuah batu besar suara itu berasal. Aku mendekatinya demi mendapati sebuah benda persegi yang misterius. Terbuat dari material besi ... mungkin. Dilapisi kaca yang seolah-olah menampilkan gambar dari dalamnya. Hebatnya, gambar berwarna layaknya lukisan itu dapat berubah-ubah pula.

Aku tak berani menyentuhnya sama sekali. Mungkin itu pusaka dari masa lalu yang mengandung kutukan atau semacamnya. Sebaiknya aku tidak bermain-main dengan pusaka itu.

Namun, deringnya yang semakin keras membuatku benar-benar penasaran. Aku akhirnya mendekatinya, laku secara refleks menekan tombol hijau yang seolah keluar dari dalam kaca itu.

“Halo? Dengan siapa? Halo?”

Demi mendengar suara itu, aku melompat dari sana. Demi Allah, aku mendengarnya dengan jelas. Itu suara manusia. Dari alat aneh itu.

"Sampaikan hormatku pada Toha dan Ramdan. Aku terlambat datang tak sempat mengenal mereka."

Aku tercekat saat pemilik suara yang kudengar dari alat aneh itu mendekat ke arahku. Tubuhku gemetaran, dadaku berdebar-debar melihat sosok misterius berjubah hitam dengan sorot mata tajam menatap ke arahku.

"S-siapa kamu?" tanyaku terbata-bata.

Ingin rasanya berlari sekencang-kencangnya, tetapi kakiku seolah membeku susah digerakkan.

"Jangan sakiti aku! Aku tak kenal Toha dan Ramdan."

Pria misterius itu tersenyum. Lalu duduk di sebelahku dan menceritakan siapa kedua pemuda itu. Namun, baru berbicara sebentar, dia menghentikan ucapannya karena melihat ekspresi di wajahku yang ketakutan.

"Aku bukan orang jahat. Mendekatlah tak usah jauh-jauh dariku."

Aku berusaha memercayai pria misterius itu. Perlahan merapatkan tubuhku mendekat kepadanya.

"Aku datang dari masa depan. Jauh-jauh ke sini karena merasa terpanggil dengan cerita dua pemuda pemberani. Berbekal granat tangan, keduanya meledakkan 1.100 ton bubuk mesiu di gudang persenjataan milik Jepang di daerah Dayeuh Kolot."

Hatiku bergetar mendengar cerita dari pria misterius sekaligus memuji aksi heroik Toha dan Hamdan yang gagah berani mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer.

"Jika kamu datang dari masa depan. Bolehkah aku ikut denganmu?" Pria itu hanya tertawa, lalu menepuk bahuku dengan kuat.

"Belum saatnya kau tahu dunia modern. Berjuanglah sebaik-baiknya untuk negeri ini."

Di saat aku ingin mengetahui siapa pria misterius ini. Tiba-tiba Ayah memanggil namaku dari kejauhan.

"Aku harus pergi. Orang tuaku menunggu. Hey siapa namamu?" Kuulurkan tangan sebelum berpisah dengannya.

"Namaku Sean."

"Sean?" Aku terbelalak kaget mendengar nama pria misterius yang sama denganku. Benar-benar kebetulan.

Kulambaikan tangan kepadanya lalu menghilang dari pandangan Sean. Sementara itu, pria misterius kembali masuk ke dalam pusaka tempat pertama kali dia muncul.

"Ah, rupanya diriku yang dulu sangat gokil dengan dandanan rambut belah tengah," gumamku dengan gelengan di kepala.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro