TTS

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborsi by: A_Ogies (Romance) & sid_safta (Historical Fiction)

"Ayo! yang sudah selesai langsung angkat tangan. Hanya tiga pasangan tercepat yang berkesempatan mendapatkan hadiah, ya," ujar seorang guru dengan lantang sembari berkeliling memantau muridnya yang fokus mengisi TTS. 

Tampak beberapa pasangan sebangku yang begitu antusias mengisi kotak-kotak, terdiri dari sepuluh pertanyaan mendatar dan sepuluh pertanyaan menurun.

Hal itu berbanding terbalik dengan bangku pojok kanan terdepan. Mereka masih sibuk dengan pikirannya masing-masing. Saka dan Anin. Dua manusia bergelar kutub utara, irit bicara, dan minus sosialisasi.

Sikap keduanya membuat teman kelas mereka menyakini  bahwa bilangan (-) ketemu dengan bilangan negatif (-) hasilnya sudah pasti bilangan (+). Dengan kata lain mereka berharap kutub utara akan mencair dengan membuat mereka duduk sebangku.

"Ayo anak-anak, waktunya sisa 5 menit lagi." Guru bidang studi Sejarah Peminatan itu kembali mengingatkan.

Saka yang tadinya bersikap santai meraih lembaran TTS itu.  Membaca lalu kemudian mengisi tanpa meminta pendapat gadis di sampingnya yang hanya sibuk dengan buku paket.

Namun, alis Saka menukik saat membaca soal terakhir dan mencocokkan jawabannya dengan jumlah kotak yang ada. Lima belas kotak.

Lelaki beralis tebal itu lantas melirik jam.

Sial! Waktunya sisa satu menit. Apa gue harus nanya sama cewek ini? Mana mukanya ditekuk lagi dari tadi, batin Saka, ragu.

Saka yakin jawabannya adalah Rengasdengklok. Sebutan peristiwa penculikan terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta.

"Rengasdengklok, kan, Nin?" tanyanya spontan.

"Cie-ciee ...."

"A-hem."

Suara ledekan tiba-tiba terdengar memenuhi ruang kelas.  Bahkan guru cantik berambut panjang dengan kacamata yang bertengker di hidungnya pun ikut serta dengan tidak menegur mereka untuk  berhenti menggoda Saka dan Anin.

Akan tetapi, Saka yang aslinya kebal sama sekali tak terpengaruh. Sebaliknya Anin malah merasa lucu. Lengkungan  hadir di sudut bibirnya. Bagaimana bisa Anin mengetahui jawabannya sedangkan ia sama sekali belum membaca soal tersebut.

Tak mendapat respons, Saka jadi sedikit kesal. "Jawab! Dan jangan tersenyum."

Anin bingung, dengan tampang cengo gadis itu bertanya, "Kenapa?"

"Bahaya buat jantung gue."

Teman-teman sekelas Saka dan Anin, tidak henti-hentinya terus menggoda mereka berdua sejak insiden kuis TTS tadi. Namun, bukannya malah mencairkan kedua kutub utara itu, mereka malah semakin mendingin.

"Emang senyum gue kenapa?"

Saka hanya melirik malas pada Anin dan enggan menjawab.

"Ka! Elo belum jawab pertanyaan gue. Apanya sih yang bahaya buat jantung lo!" Anin tidak berhenti untuk terus mencecar Saka. Bukan berarti Anin gede rasa, hanya saja, ia harus melindungi hatinya. Bagaimanapun juga, Saka saat mereka masih memakao seragam putih biru, pernah melukai harga dirinya begitu dalam.

Anin berdecak keras. "Percuma sih dapat julukan cowok paling pinter kalau enggak punya otak dan rasa empati," sindirnya.

Melihat Saka yang masih bergeming, Anin mendengkus keras dan terus mengobarkan kalimat pedasnya. "Kok bisa ya gue dulu punya sahabat macam cowok kayak gini. Kan bloon banget gue," kata Anin lagi sembari menepuk dahiny beberapa kali.

Sontak Saka segera meraih tangan Anin dan mencekalnya sedikit keras. Tatapannya menajam pada Anin dan menipiskan jarak di antara mereka. Anin menelan ludahnya dengan susah payah dan mengerjapkan matanya lambat.

"Apaan sih Ka!" Anin berusaha melepaskan tangan Saka. Beruntung kelas sedang sepi karena sedang jam istirahat. Namun, ucapan Anin lagi-lagi tidak dipedulilakan Saka.

"Siapa yang mau jadi sahabat lo?" tanya Saka dengan suaranya yang kini jauh lebih matang dibandingkan saat mereka SMP dulu. "Gue enggak pernah mau jadi sahabat lo!"

"Gue yang mau! Lagi pula kita juga se---" ucapan Anin disela cepat oleh Saka.

"Kita bukan saudara! Lo cuma anak tiri bokap gue dan hubungan sialan ini bikin gue muak buat deket sama lo!"

Saka melepaskan tangan Anin dan segera berdiri. Deru napasnya yang terdengar cepat dan memburu itu seakan mendidih oleh amarah yang susah dikendalikannya. Saka membencinya. Hubungan antara dia Anin yang dulu indah, harus berakhir dengan cara tragis sejak kedua orang tua mereka menikah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro