Tukar Tambah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi by: ichaaurahmaa (Romance) & leavethequiet (Fantasy)

”Ayo jogging di UGM nanti sore."

”Ngapain? Tumbenan banget kamu ngajakin jogging. Percuma jogging kalau habis itu ngajak makan sate padang di Jalan Kaliurang, atau makan Tio Ciu di Demangan."

”Aku sadar diri, Ta. Umur makin tua, tapi nggak pernah olahraga. Nanti sore temenin, ya?"

Sinta mendesah pelan. Telepon dari Adit tadi siang benar-benar membawanya ke Grha Sabha Pramana, UGM. Siapa yang menyangka ia akan mendatangi tempat ini lagi setelah lulus dari kampus bergengai ini lima tahun yang lalu?

Sinta mengamati keadaan sekeliling. Seulas senyum tipis menghiasi bibirnya. Tidak ada yang berubah dari tempat ini. Gedung yang berdiri di sana tetap terlihat kokoh dan megah. Tempat yang digunakan untuk wisuda, atau disewakan untuk menggelar pesta pernikahan ... yang setiap sore di sekitar lapangan masih ramai oleh orang-orang jogging, bersepeda, atau hanya cuci mata?

Sinta mengangkat alis saat melihat Adit masih semangat berlari mengelilingi gedung GSP. Tubuh kekasihnya itu sudah basah oleh keringat. Namun, laki-laki itu belum mau berhenti dari aktivitasnya. Entah, Sinta sendiri juga bertanya-tanya, mengapa Adit tiba-tiba ingin bernostalgia di tempat ini?

“Habis ini mau makan apa?” tanya Adit begitu menghampiri Sinta yang duduk di pinggir jogging track.

Tawa Sinta meledak. Ia baru mengelilingi GSP sebanyak dua putaran saja sudah teler. Adit entah sudah membakar kalori berapa banyak saat jogging, tetapi langsung mengajaknya makan?

“Percuma deh kamu jogging kalau habis ini langsung makan,” sahut Sinta setelah tawanya berhenti.

“Laper, Yang,” jawab Adit setelah meneguk air mineral.

“Terserah deh.”

“Aku paling bingung kalau cewek udah bilang terserah,” kata Adit.

“Ya udah, aku pikir dulu, deh.”

Sinta berusaha mengingat tempat makan apa yang sekiranya cocok untuk mereka datangi setelah ini. Mengapa sate padang terlalu menggoda ya?”

“Ta.”

“Dit.”

Mereka tertawa saat memanggil secara bersamaan.

“Kamu dulu,” kata Sinta kemudian.

Adit berdeham. “Kita pacaran udah berapa tahun, Ta?”

Sinta mengangkat alis, heran mengapa Adit menanyakan lama hubungan mereka. “Ehm … delapan tahun, ya? Kita jadian awal semester tiga.”

Adit mengangguk-angguk. “Delapan tahun, ya? Ini kalau bayar cicilan KPR rumah udah mau beres, nih.”

“Bisa aja jokesnya,” kata Sinta seraya menatap wajah Adit yang terlihat berbeda dari biasanya.

“Ta, aku boleh bilang sesuatu nggak?”

Kening Sinta berkerut. “Asal jangan bilang mau putusin aku, ya.”

Tawa Adit meledak. “Bukan! Bukan!”

“Oke. Mau bilang apa?”

“Nikah yuk, Ta!”

“Ha?”

Adit mengangguk. “Aku ngajak kamu nikah, Sinta. Kita udah pacaran lama, KPR aja mau lunas. Aku udah punya rumah walaupun sederhana. Gaji … aku rasa cukup untuk kita hidup berdua. Jadi, tunggu apa lagi?”

“Adit! Kamu ngelamar aku di GSP? Ih, nggak romantis banget!” seru Sinta kesal.

“Habisnya aku bingung mau lamar kamu di mana, Ta,” kata Adit. “Nih, aku beli cincin buat kamu. Semoga pas ya.”

Sinta kembali melongo. Dilamar di tempat jogging, diberi cincin yang ia pasang sendiri di jari manisnya. Sungguh, kekasihnya ini sangat tidak romantis.

“Mau kan, nikah sama aku?” tanya Adit.

Sinta mendengkus. “Ya mau. Udah pacaran lama masa nggak nikah? Tapi … jujur, Dit. Rasanya aku pengen tuker tambah pasangan biar bisa romantis!”

Adit tersenyum, bersamaan dengan langit yang mulai gelap.

Keduanya berjingkat merasakan hawa dingin yang tiba-tiba muncul. Banyak orang mulai berlarian pergi meninggalkan tempat itu.

"Pulang yuk, Dit," ajak Sinta. "Aku takut, deh."

Adit mengangguk dan menggenggam tangan tunangannya itu. Namun, sebuah papan tiba-tiba muncul di hadapan mereka.

[Lamaran ke-100 telah diucapkan.]

[Syarat hidup impian terpenuhi.]

[Syarat pemenuhan keinginan terpenuhi.]

[Memulai otomatis.]

[Keinginan tukar tambah pasangan biar romantis terpenuhi.]

[Memulai ulang.]

.

Restauran mewah yang elegan. Pelayan maupun pria dan wanita yang berpakaian rapi sibuk berjalan ke sana kemari. Sesekali percakapan dilakukan, tetapi sangat cepat dan tepat. Tidak ada ruang untuk basa-basi.

Balon emas berbentuk hati sudah tertata rapi dari pintu masuk. Bahkan tanda nama yang indah terpasang gagah di atas pintu. Setiap sudut memiliki lilin yang elegan dengan aroma ringan yang menyegarkan.

Banyak meja bulat lengkap dengan kursinya sudah ditata melingkari ruangan besar itu. Di tengahnya ada lampu-lampu kecil yang tersusun rapi tanpa ruwet sedikit pun.

Lantai kayunya bersih tanpa setitik debu, pun figura hiasan yang tidak kotor sedikit pun.

Di ruangan yang begitu romantis, Adit memegang sebuah papan tulisan. Dia adalah sang moderator.

Dia akan menjadi pengarah dalam acara lamaran mewah yang akan dilakukan sahabatnya Dodi kepada kekasihnya, Sinta.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro