Anak Ambisius Kata Mereka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Layla Amalia NightZen (Action) - Millatea CordeliaRizolvet (Fantasi)

* * *

Sembari menutup loker dengan-tanpa-kemanusiaan, aku mulai menyumpal telingaku dengan jutaan—atau bahkan triliunan—atom yang membentuk sepasang earbuds. Dengan senandung riang menggantung tas ransel pada salah satu bahuku dan berjalan menuju kelas yang kuyakin masih sepi pengunjung.

Berjalan zig-zag sambil sesekali mempraktikkan pelajaran pencak silatku dengan salah satu pelajar Indonesia yang beberapa waktu lalu pindah ke sekolahku. Bicara soal dia, aku jadi teringat wajah manisnya—ehem.

Kembali pada diriku, tanpa sadar selepas aku melepaskan tendanganku, mataku menangkap sesosok perempuan dengan kepang dua meletakkan sesuatu ke dalam laci meja kelasku, yang merupakan milik anak ambis, kata mereka—para makhluk kelas.

Ah, manisnya~

Sudut bibirku tertarik membentuk senyum. Tanpa merasa bersalah mengendap masuk dan menghampiri gadis berkepang dua yang tengah gugup dan malu itu, sambil merogoh sesuatu dari saku, mengapitnya pada dua belah bibirku, lantas menyalakan korek di tangan.

"Boo~ sedang apa? Memberi hadiah ya? Manisnya~" mulutku berbisik di samping daun telinganya, menghembuskan asap nikotin yang sebelumnya kuhisap.

Seharusnya gadis itu terkejut dan memerah seperti dugaanku. Atau setidaknya seperti yang ada di drama-drama itu, bukan?

Tapi tidak. Sepersekian detik kemudian aku merasakan sesuatu keras menghantam daguku telak, disusul pukulan yang mengenai hidungku. Sial, aku kena tendang dan pukul.

Terkesiap, anak manis itu langsung terkejut kala menyadari siapa yang baru saja ia tendang.

"Y—yosuke-senpai!"

Dia menutup mulutnya terkejut. Netra di balik kacamata bulat itu melebar sepersekian centi. Entah terkejut tentang fakta siapa yang datang atau dengan kelakuanku.

Aduh, manis sekali. Gemas. Sayangnya fisika-chan jauh lebih indah.

"A—aku.."

"Haha santai saja, tak usah merasa bersalah begitu dong.. Aku malah jadi tidak enak."

Gadis itu tak mendengarkan dan justru membungkuk dalam padaku. Ck, kesal juga. Entah kenapa aku tak suka orang membungkuk minta maaf padaku. Ayolah aku hanya manusia penuh dosa.

"Oi, dengar, aku berterima kasih, tapi... angkat kepalamu, dan pergi sana!"

"H—hah?"

"Aku tidak membencimu, kok!" aku menarik sudut bibirku, ayolah, gadis manis ini terlalu kawaii untuk kupukul, "Tapi... tolong rahasiakan kelakuanku yang satu ini, mengerti?"

Tatapanku berubah tajam, menatapnya serius, "Kau paham, kan?"

Gadis itu menatapku balik, pipinya justru memerah, "Yosuke-senpai ... merokok tidak baik, loh!" ucapnya pelan.

"Hah? Ahahaha, iya aku tahu kok.. terima kasih banyak sudah mengingatkanku.." tanganku terulur menepuk kepalanya. Kalian bertanya di mana rokokku? Terlempar keluar jendela. Sudahlah. Berdoa saja tidak ada berita kebakaran.

Tiba-tiba, sebuah suara ledakan membuat kami terkejut. Berjengit, aku segera berlari menuju jendela kelas diikuti gadis itu. Siapa yang melempar bom?

Menatap keluar napasku seolah tercuri.

Di bawah sana, lingkar-lingkar pentagram menyala bersama simbol-simbol asing menyelimuti seluruh halaman sekolah. Cahayanya berpendar, terasa aneh saat mataku mengerling dan mendapati orang-orang yang berada dalam jangkauannya bergeming. Seperti batu.

Sesuatu yang buruk sedang terjadi.

Keringat mengucur deras, aku merasa seperti disiram seember air di pagi buta. Rasa dingin menyergap begitu aku berbalik.

"Hei, ayo per—"

Jantungku mencelos. Gadis tadi menghilang. Tanpa jejak. Dalam kacaunya benak aku melesat pergi dari kelas dengan tergesa, tak acuh pada tulang yang berderit kala lompati anak-anak tangga.

Begitu akan menapak ke lantai bawah, sesuatu yang hitam dan cepat menghantamku keras. Mengudara, tubuhku nyaris terlempar keluar jendela jika tidak ada tangan yang meraihku tepat waktu.

Srakk

"Kau tak apa?!"

Aku menatapnya kabur. Dia pelajar dari Indonesia, raut cemas terlukis kala ia menyentakku kasar menjauhi cakaran. Terhuyung, aku mengikuti langkah-langkahnya yang lihai hindari serangan dari objek berupa makhluk tinggi dan besar mencapai langit-langit. Mata sebesar bola itu merah menyala. Cakar-cakarnya terseret di lantai.

Kami berlari kesetanan menyusuri koridor. Dinding-dinding melapuk dirambati warna hitam yang menyerap dimensi sekitar. Satu langkah tertinggal aku yakin tubuhku akan hilang selamanya.

"Di depan!"

Lingkar-lingkar pentagram bersinar.

Pelajar itu menggandengku sebelum kami bersama-sama melakukan satu lompatan jauh. Angin menerpa wajah, rambut tersibak liar. Terjatuh ke luar, garis lingkar yang berjarak beberapa senti dariku menyusut dengan cepat. Berkumpul menjadi partikel kecil di udara lalu menghilang dalam sekejap.

Membawa serta orang-orang di dalamnya.

Ini semua cuma mimpi.

Aku menoleh ke arah penyelamatku.

Namun, tak mendapati siapapun di sana.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro