Laretta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Millatea CordeliaRizolvet (Fantasi) - Layla Amalia NightZen (Action)

* * *

Di suatu masa, Akademi Stohess memiliki dua orang penyihir yang digadang-gadang akan menjadi lulusan terbaik negeri itu.

Theo dan Laretta.

Bagai dua sisi koin.

Sang mentari dan rembulan.

Mereka berdua begitu bertolak belakang.

Sesama jenius—Theo dan Laretta punya hidup seperti para pemeran utama dalam cerita. Bergelimang cahaya agung dan dipuja semua orang, prestasi-prestasi gemilang menghias galeri akademi. Sepanjang dinding, bagai prasasti penyihir agung.

Theo sang Luxembourg, selayaknya para pewaris ia memilih seni bertarung sebagai jalan hidupnya. Kelas Pertahanan Sihir. Dan menjadi kebanggaan.

Di satu sisi Laretta—meski seorang pewaris Bangsawan Judith—memilih untuk hidup berbeda. Ia tertarik pada Psikomagis. Suatu ilmu yang mempelajari bagaimana seorang pengguna sihir berperilaku.

Dalam perjalanannya, kedua orang itu tidak pernah berbincang sekalipun. Bukan rahasia umum lagi para jenius memiliki hal aneh yang membuat mereka saling menjauh bagai magnet berkutub sama.

Namun, Arlan menemukan sesuatu yang aneh pagi ini.

Di kelas kosong itu—periode waktu yang begitu disukai Arlan untuk bersantai sebelum pelajaran dimulai—ternyata ada seseorang. 

Mata Arlan melebar.

Laretta?

Semakin mengimpit ke samping tembok, Arlan mencuri-curi pandang dari balik jendela.

Di dalam sana, gadis yang Arlan yakini adalah Laretta sedang berdiri. Terdiam. Tepat di depan meja milik sepupunya, Theo Luxembourg.

Seolah tak cukup membuat Arlan terkejut, tangan kecil Laretta terulur.

Sebuah amplop merah muda diselipkan ke dalam laci.

Arlan mendengar derap langkah yang menjauh kemudian berbalik dan segera masuk menyambar meja Theo.

Srak!

Matanya terbelalak.

"Ini!"

Namun, Arlan terlambat.

Sinar terang benderang yang membutakan tersebar di seisi kelas itu.

Suara terbatuk keluar dari mulut Arlan yang paling dekat dengan meja Theo. Entah bagaimana sinar menyilaukan tadi berubah menjadi kepulan asap hitam bercampur keemasan yang membungkus sekitarnya.

"Hey, kau mau senjatamu kembali?"

Sebuah suara yang asing sekali bagi Arlan menyapa. Kepulan asap sebelumnya perlahan membentuk sesosok bayangan solid yang berbicara padanya.

"Aku?" Arlan mengerutkan kening kebingungan sebelum sebuah suara lain menginterupsi.

"Aku. Itu aku. Dasar penyihir bangsawan. Hanya karena kau punya banyak hak istimewa yang tak kumiliki bukan berarti kau boleh mencuri barangku!" sosok bayangan dari kepulan itu menoleh ke arah sumber suara yang baru saja hadir dalam kelas, Theo.

Suara tawa dalam mengerikan terdengar, bersumber dari bayangan solid yang perlahan menjadi semakin utuh dan membentuk wujud siluet manusia.

"Kau kesatria hebat, Theo sang Luxembourg.."

"Berisik, kau. Dasar Laretta. Cepat katakan apa yang kau mau!"

"Mudah, temui aku di lapangan perunggu selepas kelas selesai, sore ini. Pukul 4 sore dan rebut kembali senjatamu... Haha kutunggu, loser~"

Bayangan solid tadi lenyap, berubah menjadi asap, keluar dari ventilasi kelas.

Theo mendengus mendengarnya. Arlan hanya menatap bingung, tak mengerti. Eksistensinya terabaikan oleh dua sosok makhluk yang tadi berbincang. Theo dan... Laretta? Ah, mungkin lebih tepat kalau dikata utusan Laretta. Mana mungkin suara dalam penuh mimpi buruk itu suara Laretta? Gadis itu punya suara yang lembut dan indah menurut kebanyakan orang---kecuali Theo, barangkali.

"Ada apa?"

"Kau masih bertanya?" Theo berkata ketus, "Sudah jelas kan? Senjataku ada di tangan bangsawan biad*b itu."

"Hei, santai sedikit. Itu bisa diatasi dengan mudah bukan?"

"Berisik! Aku nyaris dibunuh ayah!" Theo berdecak, melempar tas kulitnya ke kursi, beranjak pergi begitu saja.

Arlan mengerjap sebentar, mencerna apa yang terjadi, berusaha memproses informasi yang secara tiba-tiba ia dapat.

15 detik. Bukannya mendapat pencerahan, otak Arlan terasa mati rasa. Ah, otaknya memang tak bisa mencerna hal-hal seperti ini. Beda halnya kalau soal seni bertarung atau lainnya. Dia hanya berbeda sedikit dibanding Theo. Bedanya dia tak punya ambisi. Orang tuanya tak sekeras orang tua Theo jadi dia-pun tak ambil pusing soal menjadi lulusan terbaik atau entah apa yang sering didengungkan Theo saat melamun.

Arlan mengangkat bahunya, masa bodoh. Dia memilih beranjak ke bangkunya dan mulai menikmati waktu bersantainya sebelum kelas di mulai.

* * *

Satu masalahnya. Arlan tak bisa fokus saat ini. Theo semenjak tadi tak menunjukkan batang hidungnya sejak ia keluar dari kelas pagi tadi.

Ini sudah mata pelajaran terakhir. Dan sejak mata pelajaran pertama Theo tidak memenuhi presensinya. Arlan cukup baik untuk mengisi tanda tangan Theo. Dan beruntungnya tak satupun guru menyadari ketidakhadiran murid teladan itu.

Tapi tentu saja pikiran Arlan terganggu karenanya. Maka tepat sedetik setelah mata pelajaran ditutup dia tanpa basa-basi langsung meluncurkan skateboard terbangnya keluar kelas menuju lapangan perunggu.

Harusnya yang Arlan lihat saat ini ada dua kemungkinan.

Satu, kemungkinan langka Theo dan Laretta saling bicara baik-baik. Dan kemungkinan kedua ialah mereka berdua sedang saling beradu entah apa sebagai sesama anak ambisius.

Seharusnya begitu. Setidaknya itu yang Arlan pikir akan ia lihat sebelum ia melihat pemandangan Theo yang berpenampilan sangat payah dengan luka di mana-mana menggenggam sebuah senjata kebanggaannya dan Laretta yang pingsan di sudut lapangan. Dan sesosok asing yang tertawa lebar terbang di atas lapangan perunggu.

"Kisah anak muda yang unik. Jadi semakin menarik dengan kehadiranku, bukan? Lihat! Gurupun tak menyadari ketidakhadiran kalian para anak teladan."

Tawa panjang menggelegar memenuhi lapangan.

Arlan sadar akan sesuatu. Suara yang sama dengan suara bayangan pagi tadi.

Apa yang terjadi di sini?!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro