Black Broomstick

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Tin Lovatin tin_lovatin (Fantasi) - Millatea CordeliaRizolvet (Fantasi)

* * *

Lagi. Sebuah lidi, yang entah dari mana asalnya, berada di dekat sepatuku. Sama seperti hari sebelumnya, di saat aku sedang bermain di luar rumah, aku juga menemukan sebuah lidi. Kukumpulkan semua lidi-lidi yang aku temukan. Kalau tak salah hitung, sudah ada 200 lidi. Kuikat lidi-lidi itu layaknya sapu terbang buatanku sendiri.

Aku meraih lidi sepanjang satu meter itu dan kusembunyikan di balik punggungku agar Mom tak melihatnya. Pandangan kufokuskan pada barisan remaja di sana, di depan Mom.

"Bagaimana? Apa yang kau rasakan, Nak?" tanya Mom, Rose Green, pada remaja lelaki di barisan paling depan. Rambut Mom yang sebahu itu berwarna hijau, sama sepertiku. "Apakah kau merasakan .. um … seperti cambukan? Atau … sedikit getaran?"

Anak remaja itu menggeleng lemah, lalu kembali bersama kedua orang tuanya, di sudut ruang kelas. Seorang remaja perempuan berambut putih segera mengambil barisan paling depan.

Setiap anak remaja, termasuk aku, begitu menginginkan bersekolah di Magic School, sebuah sekolah terpopuler di Magicland. Namun, aku tak diperbolehkan oleh Dad dan Mom untuk bersekolah di sini. Padahal, Mom adalah saah satu guru andalan di sekolah ini, di kelas broomstick. Aku tak tahu apa penyebabnya. Sampai sekarang aku hanya homeschooling, yang justru membuatku bosan karena tak dapat tertawa bersama teman seperti anak-anak remaja itu.

Kutatap sapu-sapu terbang yang berada di tempatnya, di sudut-sudut ruangan itu. Sapu-sapu itu layaknya buku yang rapi pada raknya. Beberapa sapu bahkan berdebu karena tak kunjung menemukan "pemiliknya". Aku berbalik badan sembari berkhayal bahwa akulah "pemilik" salah satu sapu terbang itu.

Dengan sebuah lidi di tangan lagi, aku kembali ke rumah. Sebuah rumah berdinding batu dengan cerobong asap di kanannya, terletak di ujung desa. Kusatukan lidi itu dengan kumpulan lidi yang kusembunyikan. Setelah itu aku segera ke kamarku.

Malamnya aku bermimpi hal yang sama lagi. Bermimpi tentang seorang pria tua berambut hitam, yang kali ini menghampiriku dengan wajah samar-samar.

"Kau adalah cucuku. Tidak akan ada seorang penyihir pun yang mampu membinasakan keturunan Black!" Dia mengakhiri ucapannya dengan tawa mengerikan.

Aku terbangun dengan suara hujan di atap rumah. Sinar mentari pagi yang malas membuatku mengayunkan langkah menuju jendela kamar dan menyibak tirainya. Betapa aku terkejut saat melihat sebuah sapu terbang menari-nari di halaman rumahku, di bawah hujan. Tak ada seorang pun di sana, yang bisa dikatakan sebagai "pemiliknya".

"Kemarilah Peter Black! Aku telah lama sekali menunggumu!"

Alis hijauku berkerut. Peter Black? Namaku Peter Green. Mengapa sapu itu memanggilku dengan nama keluarga yang berbeda?

Pintu menjeblak terbuka. Piyama menempel basah saat aku berlari, tergesa mengikis jarak antara aku dan impianku.

Hap!

Sapu itu berhenti begitu disentuh. Permukaan kayunya kasar dan bercahaya, ciri kayu pohon magis di Magicland. Ekstasi muncul, namun beku kala senyum yang seharusnya mewakili tertahan ketika rindu yang asing tiba-tiba menyergap hatiku.

Seolah aku pernah disini. Berdiri di bawah derasnya hujan, teman lama dalam genggaman.

"Peter Black." Nama itu lagi. "Ayo naik, kita akan pergi."

"Kemana?" Wajah Mom dan Dad yang tengah tersenyum terlintas dalam benak. "Rumahku disini.."

"Mereka bukan keluargamu." Aku menatapnya bingung. Sapu dalam genggaman bergerak-gerak buat tanganku kebas. Seolah-olah diancam sesuatu.

"Apa maksud—"

"Peter!"

Aku berbalik saat secara tiba-tiba sapu itu menyentak kasar dari cengkeraman. Meringis, aku terkesiap ketika ujung sapu itu mengincarku. Terlambat, sendi bergeser pada putaran tergesa sebelum jatuh terjerembab mencium lumpur.

Mataku tertutup menanti rasa sakit yang tak kunjung tiba. Mengintip dan terpana saat langit begitu dekat. Angin berhembus kencang. Tak bisa menikmati, aku menarik-narik sapuku kembali ke bawah sana.

"Mom—"

Sebuah lesatan sihir menggores pipiku.

Aku kaget setengah mati hingga hampir terjatuh. Mom, wanita yang sangat kucintai itu, melaju cepat dengan sapu terbangnya. Tongkat sihirnya menunjuk, bukan pada sapu yang kunaiki tapi aku.

Aku bermanuver di udara, berhasil menghindari serangan demi serangan yang datang silih berganti lalu menukik tepat waktu menembus awan. Aku menoleh ke belakang, Mom menghilang.

Tiba-tiba, sebuah sihir menghantam keras sampai aku memuntahkan darah. Terhuyung-huyung, genggamanku pada sapu terbang melonggar.

Sesuatu yang cepat melesat bersama tangan yang terulur mendekapku erat. Terlalu lelah dengan semua ini, aku pasrah saat jemarinya mengusap air mata yang mengalir tanpa kusadari.

"Kau sudah berjuang, Cucuku."

Aku mengamati senyumnya.

Dalam ingatanku yang kabur, aku berdiri di samping seorang pria tua berjas mahal.

Sebelum disergap orang-orang berjubah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro