Denting 123

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Jiesea galerijiesea (Fantasi) - Layla Amalia NightZen (Action)

* * *

Jam berdenting tiga kali tepat pada pukul dua belas malam. Kiranya berjarak lima menit dari dentingan pertama, berulang kali tepat berjumlah tiga. Kietzden belum tertidur nyenyak. Ia menyadari ada sesuatu yang aneh dengan tatanan waktu.

Mengecek ponselnya, memang benar hampir lima belas menit, jarum jam tidak berjalan sama sekali. Namun, ia bebas bergerak dan bernapas. Bahkan bisa mendengar suara jam dindingnya berdenting tiga kali di pukul yang sama.

Gadis berusia 19 tahun itu segera berdiri dari ranjangnya. Kietzden melihat sebuah buku tebalnya di atas meja, membuka halamannya secara acak. Berhenti di halaman 123, buku tersebut mengeluarkan cahaya. Samar-samar tertangkap oleh kedua netra Kietzden, berupa aksara latin bercampur nada-nada musik.

"Tunggu, grimoire itu terbuka pada halaman 123."

Kietzden sempat merasakan sedikit guncangan di dalam kamarnya setelah melihat fenomena tersebut. Kemudian dia terlihat pusing dan matanya menjadi sayu. Hingga tiba saja, gadis itu jatuh pada karpet cokelat dialasi ubin. Ia tengkurap dengan posisi akan menggapai grimoire di atas meja.

Terik matahari membangunkan seseorang yang tertidur di persimpangan dua bangunan tinggi. Bukan lagi merasa terkejut, tetapi ia heran dan dibuat semakin pusing. Tatanan kota modern menjadi kuno seketika. Kietzden sempat ingat sebelumnya tentang suatu hal yang dialaminya semalam. Namun, pakaian serba modern ini membuatnya menjadi sorotan orang-orang di sana.

Segerombolan lelaki berpakaian lengkap baju besi dan pedang berlari ke arah gadis tersebut. Satu yang paling depan berteriak untuk memberikan perintah bagi para lelaki di belakangnya. "Itu dia, tangkap sebelum lolos!"

"Gawat, bisa-bisanya nasibku seperti ini," ucap Kietzden dalam hati dan ia langsung menancap gas pada kedua kakinya untuk melarikan diri.

Karena begitu panik dan tak tahu tarus melakukan apa selain terus berlari untuk bersembunyi. Dirinya masuk pada gang sempit setelah melewati beberapa penjual buah. Sepertinya pasar kecil di sebuah kerajaan. Tanpa disengaja, gadis itu menabrak seseorang bertubuh tinggi dengan menggunakan pakaian dress besar bak putri.

Namun sialnya, sebuah alat musik bernama violoncello terjatuh dari genggaman seseorang yang ditabrak oleh Kietzden. Terlukis sedih di wajah seseorang tersebut. Kietzden yang begitu panik hanya bisa meminta maaf dan berjanji akan mengganti alat musiknya sesuatu saat.

"Maafkan aku, Nona!"

"Aku seorang pria," jawab orang itu.

"Hah? Bohong!" Kietzden masih tak percaya.

"Lupakan violoncello itu, aku punya banyak. Kau begitu panik sepertinya ada masalah. Ikutlah denganku, akan aku buktikan pula bahwa aku adalah seorang pria."

Seseorang tersebut tanpa sungkan menarik pergelangan tangan Kietzden serta memungut violoncello yang sudah rusak lalu membawanya pergi dari tempat semula.

Kietzden dengan terpaksa mengikuti sosok berbaju dress yang mengaku pria itu. Kakinya dengan tertatih mengikuti langkah lebar orang yang menariknya.

Samar, entah mengapa dia mendengar suara jam yang berdenting tiga kali, membuat ia mengernyit dalam larinya. Matanya terpejam, membiarkan orang yang menariknya membawanya entah ke mana.

"Kita sampai. Selamat datang di markas kecilku."

Kietzden perlahan membuka matanya. Sebuah bangunan klasik yang tampak elegan menyapa pandangnya pertama kali. Sosok ber-dress tadi tersenyum, membuka pintu bangunan yang ia sebut markas itu, mempersilahkan Kietzden masuk.

"Masuklah, mari kita bicara tentang hari ini," senyumnya merekah seperti tiada beban hidup.

Ah, kalau Keitzden tak sadar diri dia ingin sekali menghancurkan kepala sosok yang mengaku pria ini. Sok pahlawan sekali.

Kietzden dengan sedikit ragu melangkah masuk, menapakkan kaki sepenuhnya pada bangunan itu.

Ruangan tujuh kali tujuh meter menyapanya, dengan ornamen klasik yang tampak mahal, ala bangsawan, membuat Kietzden menyadari sesuatu. Violoncello, salah satu alat musik dalam opera. Opera! Bagaimana Kietzden lupa bahwa opera bukanlah sembarang drama. Dan dress... entah lini masa apa tempatnya berpijak. Tapi sepertinya pada masa ini pria mengenakan dress.

Jadi kesimpulannya, ia baru saja menabrak serta merusak violoncello milik salah seorang keluarga bangsawan, dan kini ia berada di ruang yang sama dengan pria itu.

"Jadi, singkat saja, kau.. bukan dari sini, bukan?"

Pertanyaan pria itu membuat Kietzden menelan salivanya, entah mengapa ia merasakan sesuatu yang buruk. Dengan segera ia membalik tubuhnya, menghadap pria tadi.

"Sebelumnya perkenalkan, aku Charles. Charles George. Kau, sepertinya lari dari sesuatu bukan?"

"Bagaimana kau tahu?"

Ah, bodoh kau, Kietzden! batin gadis 19 tahun itu.

"Pertanyaan bagus. Dari pakaianmu saja sudah terlihat. Mana ada gadis dengan pakaian seperti itu di negeri ini? Tas itu juga! Model rambutmu, bahkan.. astaga! Sepatumu!"

Kietzden menelan salivanya lagi. Entah mengapa perasaannya sungguh tak enak.

"Kau bisa memainkan musik?"

Kepala Kietzden tanpa ragu terangguk.

Bodoh!

"Bagus!" Charles melepas dress-nya, menampakkan tubuhnya yang cukup atletis, dengan santai ia mengambil sebuah violoncello lain, dan memberikannya pada Kietzden, "aku tahu, kau sedang dikejar bukan?"

Sebuah seringai menyeramkan muncul dari wajah Charles. Senyum menawannya menghilang entah ke mana menyisakan aura negatif yang membuat siapapun kan ketakutan.

"Mainkan violoncello itu, dan akan kubiarkan kau hidup.."

"Hah, kau pikir siapa kau-" entah kerasukan apa tubuh Kietzden, mulutnya dengan lancar mengutarakan keberatannya.

Charles melebarkan matanya, "Oho, kau tidak tahu? Bagaimana kalau kuberi tahu?"

Charles mendekat ke arah rak, ke arah violoncello lain, namun kali ini bukan alat musik yang diraih tangannya, melainkan senjata laras panjang dibalik violoncello itu.

"Meski berdarah bangsawan, aku ini..."

Charles mendekat ke arah Kietzden yang mematung kaku.

"...teroris yang jadi buronan~"

Charles melangkah mundur, menjauh sebelum sebuah suara tembakan terlepas memekakkan telinga Kietzden.

Denting jam lagi-lagi terdengar selepasnya, menutup kisah begitu saja.

Gelap.

Hingga tiba-tiba saja suara sirine polisi dan ambulance memenuhi gendang telinga Kietzden.

"DIA SADAR!"

"BERIKAN PERTOLONGAN PERTAMA!"

Sebenarnya.. itu tadi, apa?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro