Love Magic

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Jiesea galerijiesea (Fantasi) - Nia NiaHindrawati (Romance)

* * *

Pagar kayu dibuka. Mengeluarkan bunyi khas bercampur embusan angin mendung kala itu. Daun warna-warni musim gugur berserakan di halaman. Sebuah bangunan kecil dari kayu diapit oleh beberapa pohon berukuran besar. Ranting-ranting jatuh tak beraturan menimbun atap rumah.

Sepersekian detik memandangi sejenak suasana yang ada di depan mata. Terlihat seorang gadis berdiri menggunakan long coat selutut bewarna cokelat dengan bulu tebal di area leher. Sepatu bot berbahan kulit melengkapinya saat itu. Kulitnya putih pucat dengan mata bulat dan irisnya hazel. Ia menggendong tas berukuran besar. 

"Sudah dua tahun tidak berjumpa," monolog gadis tersebut seraya mengiringi langkah kakinya.

Kaki kanannya digerakkan ke samping kanan-kiri berulang kali, guna membersihkan dedaunan untuk membuka jalan. Sampai pada pintu rumahnya, ia sedikit menunduk karena atap semakin pendek. Bukan, tetapi dirinya lah yang bertambah tinggi. Tanpa sengaja, surai hitam milik gadis tersebut sudah bercampur dengan sarang laba-laba nan begitu banyak.

"Ah! Merepotkan sekali," kesalnya.

Sesegera mungkin ia masuk. Lalu membanting tas besar ke atas ranjang dan bergegas menyalakan keran air untuk membersihkan rambutnya. Namun, semua saluran air di rumahnya sudah tidak berfungsi. Sebelum gelap, gadis itu tergesa-gesa berjalan ke teras dengan membawa sebuah lentera kecil.

Lentera diletakkannya di bawah lalu gadis tersebut menggerakkan jemari tangannya yang lentik ke arah benda itu. Memejamkan kedua matanya sejenak, lalu mulutnya bergumam membaca mantra. Sekilas cahaya muncul dari jari telunjuknya, menghasilkan api yang menyulut sumbu dalam lentera.

Senyum sumringah terlukis di wajahnya. Sebagai kesenangan tersendiri bisa mengeluarkan wujud kekuatannya. Namun, ia baru tersadar bahwasannya percikan api tadi juga menyebar ke beberapa daerah sekitar lentera. Membakar dedaunan kering yang semakin membara. Gadis itu panik tak karuan karena tidak ada air untuk memadamkan api.

Tiba saja semburan air datang dari atas atap rumahnya. Api padam seketika. Laki-laki berusia sekitar 19 tahun melompat dari atas atap disertai tawanya yang renyah. Pemuda tersebut lebih tinggi dibandingkan gadis itu. Sekeranjang buah-buahan dibawa oleh tangannya. Tanpa berlama lagi, sang pemuda langsung berjalan mendekati lentera.

"Hai, sudah lama kita tidak berjumpa, ya, Phepiona," sapa lelaki.

Gadis pemilik rumah kayu tanpa menanggapi langsung masuk ke dalam rumah dan membawa lentera. Tak mau tertinggal sendiri di luar, pemuda tersebut membuntuti Phepiona. Tanpa sungkan ia langsung duduk bersila di kursi tempat menjamu para tamu. Setelah menggantungkan lentera di salah satu sudut dinding dekat pintu, Phepiona bergegas duduk di sebelah pria itu.

"Apa gunanya kau belajar di sebuah akademi ternama di kota selama dua tahun, kalau belum bisa mengendalikan api?"

"Diam Kau, Varshon!" bentak Phepiona tak terima dirinya diejek sahabat kecilnya.

Dua buah apel dalam keranjang melayang ke atas saat Varshon merentangkan telapak tangannya ke arah keranjang. Satu buah di berikan pada gadis tersebut, satu sisanya ditangkap hebat olehnya. Setelah menerima apel dari Varshon, Phepiona langsung menggigitnya dengan kesal. Mengunyah apel itu dengan cepat.

"Bagaimana Kau tahu aku pulang sore ini?" tanya Phepiona.

"Aih, tiap hari aku selalu mengunjungi rumahmu."

"Lalu kenapa tak membersihkannya?"

"Di rumahmu tidak ada sapu," jawab Varshon enteng.

Phepiona memukuli teman masa kecilnya tersebut tanpa ampun. Mereka menghabiskan waktu semalaman dengan bercanda dan bercerita. Varshon dulu pernah berjanji akan memberikan sebuah hadiah kalau teman gadisnya itu sudah lulus dari akademi ternama di kotanya. Hingga kantuk tiba menjemput Phepiona. Membawa gadis tersebut berkelana dalam mimpi.

Mentari sudah menyapa dunia. Phepiona terbangun kemudian melihat sekeliling. Isi rumah masih kotor dengan debu bertimbun. Ia tak mendapati di mana sekarang sahabatnya itu. Perasaan semalam Varshon tidak pamit pulang. Sembari merapikan rambutnya yang acak-acakan, Phepiona membuka pintu dan melihat sapu terbang di halaman rumahnya.

"Oh, tunggu. Ada apa ini? Sapu itu milik siapa?" gumam gadis tersebut heran.

Phepiona berusaha mendekati sapu terbang itu. Namun, tidak ada pertanda bahwa dirinya bisa berkomunikasi demi menghentikannya. Terlihat bahwasannya sapu tersebut terus berterbangan bebas tanpa arah di halaman rumah. Bahkan dedaunan pun ikut mengiringi.

"Itu hadiah untukmu, Phepiona. Selamat telah lulus di akademi ternama!" ucap Varshon dari balik pohon besar, lalu berjalan mendekati Phepiona dan seketika sapu terbang itu berhenti di dekat Varshon.

Username Wattpad : @NiaHindrawati

Phepiona takjub memandangi hadiah pemberian dari Varshon dan tak lupa ia mengucapkan terima kasih. "Terima kasih, Varshon. Aku sangat menyukai hadiah sapu terbang ini."

"Memang sudah seharusnya begitu," balas Varshon sambil tersenyum jahil.

Phepiona berdecak sebal. Namun, tak lama kemudian, rasa sebal itu mulai berganti dengan kebingungan. Varshon yang mendapati perubahan ekspresi di wajah Phepiona, lantas melontarkan pertanyaan.

"Ada apa? Kenapa kau bingung begitu?"

"Begini. Di akademi aku memang unggul dalam hal pelajaran akademik, tapi tidak dengan latihan menguasai sapu terbang. Aku kurang mahir dan aku takut jatuh saat menaikinya." Phepiona membeberkan sekelumit rahasianya kepada Varshon.

"Itu soal mudah. Ada aku di sini yang siap mengajarimu untuk belajar menaiki sapu terbang dengan baik dan benar. Namun, jasaku ini tidak gratis begitu saja. Kau harus membayarnya." Varshon berujar sambil mengangkat kedua alisnya dengan penuh percaya diri.

"Teman macam apa kau, Varshon?" Phepiona jeda menghela napas pelan sebelum ia bergumam kembali. "Baiklah. Aku pasti membayarmu. Katakan sekarang apa yang kau inginkan!"

"Tenang. Sabar. Aku akan memberitahumu ketika kita sedang melayang dengan sapu terbang nanti."

Tak ingin berlama-lama, Phepiona akhirnya diajak Varshon menaiki sapu terbang barunya itu. Varshon dengan sangat hati-hati mengendalikan kemudi gagang sapu untuk mulai diajaknya terbang, sementara Phepiona duduk manis di belakang sambil berpegangan erat pada baju yang dikenakan Varshon.

"Uhuuu! Kita terbang. Bagaimana? Seru, 'kan, Phepiona?" seru  Varshon.

"Ayo kita kembali turun, Varshon! Aku takut," balas Phepiona.

"Sebentar. Sebelum turun, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Phepiona, maukah kau menjadi kekasihku?"

"Apa? Jangan konyol dan ngaco ketika terbang melayang begini, Varshon!" sergah Phepiona.

"Kau pikir aku sedang bercanda, ya? Aku serius, Phepiona."

"Turunkan aku sekarang, Varshon!" pinta Phepiona lantang.

"Jawab dulu kau bersedia atau tidak, baru akan aku turunkan kau!" Varshon makin menjadi-jadi menjahili Phepiona.

"CEPAT TURUNKAN AKU, VARSHON!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro