Mystical Music

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Liana Varendra ami_lia (Fantasi) - CN Angel CN_Angel7 (HTM)

* * *

"Wah, biola ini sangat cantik!"

Seorang gadis berkacamata menatap biola di etalase kaca dengan kagum. Entah bagaimana, biola itu seperti memikat hatinya. Tanpa basa-basi, ia mengambil dan membayar harga biola.

Lizi, gadis penyuka musik dan seni. Ia berumur dua puluh tahun dan berkuliah di universitas ternama di kotanya. Lirik mengambil jurusan seni. Selain itu, ia juga bekerja part-time dengan bernyanyi di suatu toko.

Sesampainya di kos, Lizi bersiap mencoba biola barunya. Ada perasaan aneh, tetapi ia abaikan. Kos kecil yang menjadi rumah keduanya ini berada di ujung sehingga tidak akan mengganggu tetangga sebelah yang kebetulan sedang bekerja.

Ketika biola dimainkan, Lizi masih bersikap santai dan menikmati alunan melodi yang terdengar. Namun, makin lama Lizi memainkan biola seperti sesuatu membawanya ke dalam mimpi. Tanpa sadar, Lizi memejam dan kehilangan kesadaran.

Ketika Lizi bangun, ia sudah berada di suatu desa. Pemadangan asri dari pepohonan serta rumput yang begitu halus membuatnya terbuai.

"Di mana ini?" Lizi bangkit. Ia bingung saat pakaiannya berubah menjadi pakaian khas bangsawan abad pertengahan. "Bagaimana bisa aku ada di sini?"

Lizi berjalan sembarangan arah, tidak tahu harus ke mana. Pikirannya kacau karena berpindah tempat ke abad pertengahan. Asumsinya diperkuat oleh kota yang ia temukan saat ini.

Sebuah papan nama bertuliskan 'Galeorat Vaisde' itulah nama kotanya. Keramaian kota begitu terasa menyesakkan, tetapi perasaan senang terselip. Para pedagang serta pembeli saling tawar-menawar, anak kecil berlarian ke sana-sini, dan pemain musik berada di tengah kota.

"Beginikah ... abad pertengahan?" Lizi merasa janggal. Jika ini abad pertengahan, mengapa ia merasa seperti masuk ke dalam dunia fantasi? Bukan karena ada sapu terbang, tetapi suasana seperti berada di antara para peri. Telinga panjang serta pakaian abad pertengahan. Ada perasaan takut jika Lizi ditangkap karena bukan penduduk asli.

"Tunggu!" Lizi berlari sekencang mungkin saat menyadari sesuatu. Jika semua orang di sini adalah seorang peri, berarti ia juga termasuk.

Berlari di kerumunan membuat Lizi tidak memperhatikan banyaknya orang yang sudah ia tabrak. Lizi hanya mengucapkan maaf kemudian lari kembali. Namun, Lizi malah terjatuh saat menabrak lelaki bertubuh besar.

Lizi meringis, tetapi terhenti saat melihat sebuah tangan terulur. Ia mendongak untuk melihat siapa yang mengulurkan tangan padanya.

"Halo, Nona. Maaf membuatmu terjatuh."

Seorang lelaki berambut sebahu dengan biola yang rusak. Seketika Lizi bangun dan membungkuk dalam sebab merasa bersalah. Ia yakin kalau biola itu rusak karena kecerobohannya.

"Maafkan saya, Tuan. Biola Anda rusak karena kecerobohannya saya," ucap Lizi menyesal.

Senyum tipis terbentuk. "Santai saja. Nanti juga akan kembali seperti semula."

"Maksud Tuan ...."

Tak lama biola rusak itu kembali ke bentuk semula. Lizi terkejut melihatnya. "Bagaimana bisa?"

"Ah, perkenalkan namaku adalah Barat.  Salah satu pemain opera kerajaan. Bagaimana dengan Nona? Sepertinya Nona juga pemain opera, ya?" tanya Barat penasaran.

Lizi tersentak. Ia tidak mengerti ucapan Barat yang mengatakan dirinya pemain opera. "M-maaf, Tuan Barat. Saya bukan pemain opera atau apapun. Bisa Anda jelaskan bagaimana biola itu kembali menyatu?"

"Nona serius? Lalu biola di punggungmu itu hanya hiasan?" tunjuk Barat.

Lizi melotot. "Bagaiman bisa biola ini ikut bersamaku?"

Merasa ada hal yang aneh, Barat mengajak Lizi duduk di bawah pohon raksasa. Ia melihat biola milik Nona itu mirip dengan biola miliknya.

"Nona, biola milikku adalah salah satu alat ajaib yang jika rusak akan kembali pada bentuk semula. Selain itu, biolaku memiliki kekuatan untuk menghipnotis orang lain," jelas Barat.

Mata Lizi menatap biolanya. Terakhir kali ia berada di kos tengah memainkan biola hingga berakhir di negeri ini. Lizi seperti dibawa ke masa lalu. Jika dihubungkan dengan sekarang artinya biolanya memiliki kekuatan yang sama seperti biola milik Barat, tetapi bagaimana bisa biola seperti ini ada di dunianya.

"Jadi, apa alasan Tuan mengatakan hal tersebut?" tanya Lizi sembari melirik Barat.

Barat menatap langit biru. "Legenda mengatakan jika kedua biola menyatu maka pemiliknya akan menjadi sepasang kekasih yang abadi. Apakah kau percaya hal itu, Nona?"

“Itu tidak masuk akal,” ucap Lizi pelan.

“Maaf?” Namun, ternyata Barat mendengar apa yang dirinya ucapkan.

Lizi menggelengkan kepalanya. Ia membungkuk selama beberapa saat, berkata, “Sekali lagi saya minta maaf. Saya mohon pamit.”

Tanpa bisa ditahan, Lizi kembali berlari pergi. Menjauh dari Barat yang hanya bisa bergeming. Ia tidak bisa mempercayai siapapun untuk saat ini. Ketika dirinya belum lama terlempar di tempat yang begitu asing. Tanpa mengetahui apapun kecuali nama kota yang dirinya lihat dari salah satu kios.

Setelah berjalan cukup lama, Lizi berhenti di sebuah taman kecil dengan air mancur di tengahnya. Mendudukkan diri di bangku panjang. Ia melepas biola yang berada di gendongan dan menemukan kalau alat musik itu terlihat berbeda dari sebelumnya. Berwarna hitam mengkilat bagai pualam dan ada ukiran berwarna emas yang membentuk namanya.

“Apa yang terjadi sebenarnya?” Jemari Lizi menyentuh dawai dengan hati-hati. Memetik senar E yang memunculkan suara bernada tinggi.

Bertepatan dengan itu, seseorang tiba-tiba memukul tengkuknya hingga Lizi terjatuh pingsan.

***

Ketika sadar, hal yang pertama kali Lizi lihat adalah langit-langit berwarna putih. Rasa empuk alas tidurnya membuat ia spontan duduk dan sadar kalau saat ini dirinya berada di sebuah ruangan. Kecil, hanya ada satu ranjang dan satu meja nakas.

“Aku di mana lagi, astaga,” keluh Lizi, ia menoleh ke kanan dan ke kiri tapi tidak melihat keberadaan biolanya. “Di mana biolaku? Di mana? Astaga, apa mereka menculikku demi biola itu? Jadi biola itu benar-benar spesial?”

Lizi mencoba membuka pintu, terkunci—seperti yang sudah dirinya duga. Ia melirik satu-satunya jendela yang terpasang tinggi dan sangat pas-pasan untuknya. Alhasil, Lizi kembali mendudukkan dirinya di ranjang. Berpikir.

Orang-orang itu tidak hanya merampok biolanya, tapi juga menculik dan menyekap dirinya. Itu berarti mereka masih butuh dirinya untuk memainkan biola. Ia harus bisa keluar dari ruangan ini dan menemukan biolanya.

“Barat!” Lizi tersentak bangun mengingat laki-laki yang ditemuinya beberapa waktu lalu. “Laki-laki itu pasti tahu sesuatu.”

Langkah kaki terdengar. Lizi berpikir cepat dan memutuskan untuk berdiri di sisi pintu—yang membuatnya tertutupi saat dibuka. Sebelum laki-laki itu berteriak memberitahu ke absenannya, Lizi menampakkan diri dan menendangnya hingga menabrak dinding. Menendangnya terus menerus hingga pingsan.

“Prajurit kerajaan?” Dahi Lizi berkerut melihat pakaian yang laki-laki itu kenakan. “Aku di istana?”

Buru-buru Lizi menutup pintunya kembali. Melepas baju yang dikenakan si prajurit dan memakainya. Menggunakan pedang yang laki-laki itu bawa untuk memotong rambutnya. Memotong sedikit kain baju miliknya untuk ia jadikan masker.

Tanpa menunggu lagi, Lizi keluar dari ruangan. Dilihat dari lorong-lorong yang gelap, sepertinya dirinya berada di bawah tanah. Ia berjalan menuju cahaya yang berpendar. Tidak ada banyak prajurit yang berjaga di sana.

Namun, saat dekat dengan pintu keluar, beberapa prajurit masuk membawa seseorang. Itu Barat! Berarti benar ada sesuatu tentang biola mereka. Ia bisa melihat salah satu prajurit membawa biola milik Barat.

Diam-diam Lizi berjalan mengikuti orang-orang itu. Dua orang prajurit. Untungnya salah satu prajurit sepertinya bertugas untuk menyimpan biola. Saat prajurit yang membawa Barat akan membuka pintu sebuah ruangan, Lizi menendangnya hingga prajurit itu jatuh tersungkur. Menggunakan pedang yang ia curi, Lizi menikam si prajurit hingga tewas.

Tanpa repot-repot membangunkan Barat, Lizi buru-buru keluar untuk menyusul orang yang membawa biola. Melihat ada dua penjaga di depan satu ruangan—sepertinya gudang penyimpanan—Lizi buru-buru mendorongnya masuk ke dalam lorong lain. Memukul kepalanya hingga pingsan dan mengambil biola Barat.

Saat Lizi menyentuh biola itu, ada cahaya berpendar yang melingkupinya. Indah. Ukiran emas yang membentuk nama Barat terlihat berkilauan. Ia mendadak menyayangi benda itu.

Namun, Lizi tidak punya banyak waktu, ia segera kembali ke ruang di mana Barat berada. Membangunkan laki-laki itu. “Barat, Barat!”

“Li ... zi?” Laki-laki itu terkejut saat melihat Lizi.

“Barat, biola itu ... selain tanda perjodohan, apa lagi?” tanya Lizi  to the point.

Meski terkejut, Barat tetap menjawab, “Biola selalu menjadi tanda kebangsawanan. Biola kita spesial, selain untuk alat musik opera suaranya bisa mempengaruhi yang mendengar—asal kita yang memainkannya.”

“Sudah kuduga. Barat, bantu aku mengambil biolaku digudang dan kita harus segera pergi dari sini.”

Dengan itu keduanya bekerja sama untuk melawan dua penjaga dan mengambil biola Lizi. Menggunakan kemampuan magis biolanya untuk mempengaruhi para penjaga agar membiarkan mereka pergi dengan bebas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro