Penyihir Ambisius

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Liana Varendra ami_lia (Fantasi) - Zaskia Putri Zaskia_putri (Fantasi)

* * *

Pagi hari di Wizard Academy. Para siswa berdatangan menggunakan sapu terbang, daun melayang, dan kendaraan sihir lainnya. Mereka tidak datang dari rumah melainkan asrama.

Wizard Academy merupakan sekolah terbaik di Wizard Kingdom. Lulusannya selalu diterima sebagai kesatria kerajaan. Namun, penerimaan siswa tidaklah sembarangan dan hanya menampung ratusan siswa dari ribuan pendaftar.

Ketika sudah menjadi murid, bukan hal menyenangkan yang akan didapat. Wiz Academy begitu ketat dalam mendidik para siswa untuk bisa melindungi diri sendiri dan kerajaan. Mereka akan dilatih untuk bertarung dalam keadaan terdesak.

Semua murid menggunakan pakaian berwarna putih berpadu hitam. Terdapat baret untuk anak laki-laki dan pita hitam bagi perempuan. Mereka wajib menggunakan kedua benda itu yang memiliki lambang Wiz Academy. Jika terjadi sesuatu maka lambangnya akan memberitahu pihak sekolah secara otomatis.

Seorang gadis berambut ruby datang. Hari ini rambutnya dikepang setengah dan menyisakan rambut yang terurai. Nama gadis itu adalah Ruby Riscanxer. Ia salah satu pemegang nilai tertinggi saat memasuki Wiz Academy. Bisa dipanggil Ruby atau Rubis—Ruby Ambis.

Ruby datang tiga puluh menit sebelum kelas dimulai. Ia selalu seperti itu karena tidak bisa berangkat siang. Menurutnya datang terlambat adalah olahraga jantung yang bisa mengakibatkan murkanya amarah pada guru.

"Pagi ini Miss Elaine akan mengajar ramuan apa, ya? Jika dilihat dari tabel maka ... ramuan manipulasi?" Ruby sering mengecek pelajaran yang akan diajarkan sebelum kelas dimulai. Kebiasaan ini bisa membuatnya belajar lebih giat agar tidak kebingungan saat kelas berlangsung. "Manipulasi pikiran, ya?"

Orang-orang menatap Ruby. Gadis itu memang terlihat santai dan tidak membawa apapun. Namun, tidak ada yang menyangka jika ia membawa segudang buku di dalam grimoire. Jadi, benda sihirnya itu menyimpan banyak sekali buku atau alat lain yang perlu ia perlukan.

Grimoire milik Ruby memiliki sampul berwarna merah dengan kristal berbentuk hati di tengah. Ketika grimoire-nya dibuka, maka harum khas hutan hujan dan manisnya buah-buahan akan tercium.

"Eh, itu kan si Anak Ambis Gerald? Sedang apa dia di sana?" Ruby melihat Anak Ambis lain bernama Gerald.

Gerald Adsporta merupakan pemegang nilai tertinggi di angkatan Ruby. Gerald biasa dipanggil Anak Ambis atau Geraldious. Gerald tampak lebih ambis dalam semua pelajaran dan selalu terlihat serius. Tidak seperti Ruby yang masih santai dan memikirkan kesehatannya.

Ruby melihat Gerald tengah belajar sesuatu di bawah pohon maple. Sering kali Ruby menangkap basah Gerald tengah belajar di sembarangan tempat. Entah itu di bawah pohon, atap sekolah,  atau hutan sekalipun.

"Dasar, Geraldious!" Ruby kembali berjalan menuju kelas.

Kelasnya ada di selatan, tepatnya di gedung Fantasy-A. Semua anak mendapatkan kelas sesuai kemampuan. Gedung Fantasy-A hanya memuat kelas A yang berjumlah seratus lima puluh anak dari angkatan satu sampai tiga. Tidak lupa perlengkapan penunjang pembelajaran lengkap dan gedung tersebut.

Sementara itu, gedung Fantasy lainnya juga tersebar sesuai arah mata angin. Jadi, satu gedung hanya boleh ditempat oleh anak-anak yang mendapat kelas masing-masing. Perpindahan kelas bisa dilakukan apabila siswa itu mendapatkan pengakuan dari para guru atau point yang didapat tinggi.

Ruby menaiki tangga menuju lantai tiga. Di sana kelasnya berada. Lantai satu dan dua ditempati untuk tingkat dua dan tiga. Ruby adalah tingkat pertama yang artinya baru masuk ke Wiz Academy tahun ini.

Ketika ia ingin masuk ke dalam kelas, tak sengaja Ruby melihat seorang gadis berambut kuning panjang tengah memasukkan sesuatu di loker Gerald secara sembunyi-sembunyi. Sebelum ketahuan oleh gadis itu, Ruby lebih dulu bersembunyi.

Ruby masih bersembunyi di balik dinding. "Ouh, Gerald memiliki penggemar rahasia, ya?" 

"Penggemar rahasia? Apa maksudmu, Ruby?"

Secara tiba-tiba Gerald sudah berada di hadapannya.

Ruby sedikit terperanjat saat melihat Gerald yang sudah berdiri di belakangnya. Gadis itu sampai melangkah mundur sedikit sangking kagetnya.

Gerald menaikkan alis. "Kau terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu, kenapa pula kau harus diam di balik dinding begini jika bukan karena ada apa-apa?" Cecar Geraldious dengan nada mendesak jawaban.

Gadis berambut ruby di depannya mendengkus lalu mengibaskan tangan. "Kau terlalu curigaan. Sudah, ya. Aku masih harus mengulas kembali pelajaran Miss Elaine sebelum bel berbunyi." Ruby mengibaskan tangan, lalu tanpa sempat memberi kesempatan pada Gerald untuk bertanya lebih lanjut. Gadis itu sudah balik badan, kembali memantapkan langkah menuju ruang kelas.

Sebenarnya Ruby hendak memberitahu perihal gadis pirang yang tadi memasukkan sesuatu ke loker Gerald. Namun, dia urung setelah mendengar rentetan kalimat yang dirasa terlalu memojokkan tadi. Ruby mendesah gusar, dia menggeleng, lantas berbelok memasuki ruang kelas dengan meja-meja panjang yang disusun bertingkat-tingkat. Sebuah papan panjang dan mimbar berada di depan meja-meja siswa. Sambil menggenggam grimoire kesayangannya, Ruby melangkah naik dan duduk di meja barisan kedua.

'Toh, cepat atau lambat dia akan langsung tahu soal apa pun yang diletakkan dalam lokernya tadi.' Tangan Ruby bergerak untuk menyisipkan anak rambut ke belakang telinga. Dia merapal sebaris mantra dan sebuah buku yang cukup tebal keluar dari dalam grimoire-nya. Wizard itu membuka bagian yang telah ditandainya semalam dan kembali membaca perihal ramuan manipulasi pikiran.

Setengah jam kemudian, bel sekolah berdentang diiringi kicauan burung yang menandakan bahwa kelas akan segera dimulai. Burung-burung peliharaan pihak sekolah akan mematuk kepala dan menarik rambut siswa-siswi yang belum duduk di kursi mereka. Gedung-gedung kelas juga akan terkunci pintunya begitu bel selesai berbunyi. Keterlambatan baik siswa-siswi maupun pihak pengajar, bukanlah hal yang dapat ditoleransi di Wiz Academy yang bergengsi.

Pelajaran dimulai. Gerald duduk dua barisan di depan Ruby, tentu saja dia akan memilih bangku yang paling depan dan dekat dengan mimbar Profesor beserta meja ajarnya. Menurut Ruby pribadi, kursi yang tidak terlalu depan maupun belakang adalah yang terbaik karena itulah dia selalu langganan duduk di baris kedua.

Miss Elaine memperagakan dan menerangkan materi terkait Ramuan Manipulasi Pikiran tersebut. Menurut penuturan wanita bersanggul tinggi itu, ramuan ini termasuk salah satu yang paling sulit diolah oleh murid-murid tahun pertama. Kesalahan dalam meraciknya bahkan dapat membuat praktikannya sendiri yang terkena efek samping ramuan tersebut. Aroma dari ramuan ini saja sudah cukup berbahaya.

Sesudah acara pemberian materi, maka selanjutnya adalah praktik individu. Setiap murid diminta untuk menciptakan satu ramuan Manipulasi Pikiran sebanyak 50 ml. Poin tertinggi akan didapat oleh murid dengan tingkat kemiripan paling baik. Di sinilah biasanya murid-murid ambisius seperti Ruby dan Gerald memperebutkan posisi mereka.

'Aku sudah belajar semalaman, tidak boleh kalah' Ruby berbicara sendiri dalam hatinya sambil mengambil setetes ludah kucing dengan pipet tetes. Gadis itu terlihat fokus mengerjakan, sampai tiba-tiba suara Miss Elaine yang terkenal cempreng merusak konsentrasinya.

"Apa-apaan ini Tuan Adsporta," katanya dengan nada melengking yang menyakitkan telinga. "Kau berani sekali membuat contekan di kelasku. Apakah begini perilaku pemegang peringkat teratas angkatan?" Wanita berlipstik merah muda itu mengangkat tinggi-tinggi sebuah buku tulis, di belakang buku itu tertempel kertas kuning dengan tulisan yang agak pudar.

"Itu bukan milik saya, Miss. Saya tidak tahu bagaimana rincian pembuatan ramuan tersebut bisa tertempel di buku saya," bela Gerald dengan wajah agak panik. "Buku itu saya tinggalkan di loker semalaman dan baru saya ambil pagi ini sebelum masuk kelas. Mustahil, ini jebakan."

Sesuatu muncul dalam benak Ruby. Tentang gadis pirang yang tadi pagi sempat dilihatnya membuka loker Gerald. Mungkin gadis asing itu telah mempelajari mantra pembobolan atau dia mencuri mantra-kunci yang seharusnya hanya diketahui oleh pemilik loker, demi menjebak Gerald. Ruby termenung, masih memperhatikan perdebatan sengit antara Miss Elaine dan Gerald.

'Ada seseorang yang berusaha menjatuhkan Gerald.' Pikir Ruby. Gadis berkepanh itu tanpa sadar mengangkat tangannya. "Interupsi, Miss. Sebaiknya Anda dan Gerald mengecek lokernya terlebih dahulu. Karena loker itu terkunci maka cara satu-satunya adalah membuka menggunakan mantra. Jika benar begitu, maka seharusnya ada jejak mantra yang tertinggal di sana. Apabila benar bahwa Gerald sedang dijebak, kita bisa menemukan pelakunya dari sana."

Meskipun ambisius, Ruby tak ingin menggunakan cara curang. Meskipun dia bukanlah pelakunya, menjatuhkan orang lain dengan cara kotor tidaklah bisa dibiarkan. Gadis itu menatap mata Gerald dan siswa yang terkenal tinggi hati itu tampak tersenyum kecil.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro