Permintaan Takdir

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Nuris risitya (Romance) - Galatumn Wilis Galatumn (Action)

* * *

Namaku Euis Arumi, seorang guru Sejarah di salah satu SMA negeri ternama di kota Kembang, kota kelahiranku. Aku mati mengenaskan tepat di usia yang ketiga puluh tahun. Maksudku, aku mati di dunia asalku, mati setelah ditusuk oleh begal berengsek yang sempat kulawan. Sayangnya ternyata aku kalah. Lalu di sinilah aku berada sekarang, di sebuah tempat yang namanya bernama Tumapel, sebuah daerah yang namanya tercatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia. Daerah bawahan kerajaan Kadiri pada masa pemerintahan Kertajaya.

Kalian pasti bingung, 'kan, kenapa aku bisa ada di Tumapel? Barangkali, ini adalah sebuah jawaban dari doaku pada Tuhan. Saat aku sekarat di gang sempit dan becek pasar dengan bersimbah darah, aku berdoa untuk minta kesempatan hidup sekali lagi.

Aku bilang, aku tidak ingin menjadi perawan tua yang jomlo bahkan sampai ajal menjemput. Padahal kalau dilihat-lihat lagi, parasku tidak jelek kok, tapi mungkin karena pembawaanku saja yang terlalu jutek, ketas-ketus. Kalau kata rekan kerja dan siswa-siswaku, aku kalah oleh air kemasan yang ada manis-manisnya.

Ngenes bukan? Anehnya, saat dadaku terasa sesak, seolah-olah terbakar, dan seluruh tubuhku yang tidak lagi dapat digerakkan, secara ajaib aku sudah ada di Tumapel.

Secara harfiah, aku sebagai seorang Euis sudah meninggal. Namun, aku di Tumapel hidup sebagai Arimbi Sekar salah seorang penari di sanggar milik Laksmi Ayu. Sebuah sanggar tari terkenal di Tumapel, bukan hanya karena seni pagelaran tari yang memukau, tetapi juga karena wajah dan tubuh molek yang dimiliki oleh para pemeran seni di sanggar ini yang tersohor, sehingga banyak bangsawan yang datang, termasuk sang Akuwu yaitu Tunggul Ametung.

Pria tampan yang dicatat akan mati ditangan Ken Arok. Bukankah Tunggul Ametung bernasib sial? Setelah dia wafat, istrinya yang cantik juga ikut diperistri oleh Ken Arok. Saat aku tahu kalau aku berada di abad ke-12 M, aku memiliki rencana jahat untuk bisa bertahan hidup di zaman kerajaan ini, termasuk mengambil alih perhatian sang Akuwu Tumapel. Maksudku, tentu saja aku ingin hidup lama karena di zaman ini yang memiliki kedudukan adalah yang berkuasa. Aku bahkan sudah berniat jahat akan meninggalkan Tunggul Ametung saat Ken Arok melakukan kudeta.

Arimbi Sekar, adalah seorang gadis cantik berusia sekitar enam belas tahun yang dikaruniai oleh wajah ayu, dia bahkan dijuluki sebagai kembang desa. Oleh sebab itu, aku harus memanfaatkan wajah Arimbi ini untuk merayu Tunggul Ametung, sebelum dia bertemu dengan Ken Dedes, si wanita dengan keistimewaan sebagai nareswari atau wanita yang diramalkan akan menurunkan raja-raja di tanah Jawa, wanita maharupa, sekaligus seorang putri dari Mpu Purwa.

Malam ini, setelah seminggu latihan berat hingga telapak kakiku bengkak dan lecet, tubuhku bahkan linu-linu. Akhirnya, hari ini tiba, dimana Tunggul Ametung dan para pengawalnya datang untuk menghibur diri. Aku berlari tergesa-gesa menuju ruang rias, dengan cekatan penata rias sanggar memoles wajahku dan mebantuku memakai sebuah gaun tari khas dengan selendang berwarna merah sebagai pelengkapnya.

"Wah, wah, lihat ini, Arimbi! Kamu cantik luar biasa," pujiku saat melihat pantulan wajah Arimbi di dalam cermin yang kupandang.

"Cah ayu, semangat," ucap si mbok Yem yang mendandaniku tadi. Wajah penuh keriputnya tersenyum secerah bulan bersinar di atas sana, aku mendekapnya sambil lalu seraya mengucapkan terima kasih karena riasannya ibarat sebuah maha karya, begitu menawan.

Buru-buru aku meninggalkan ruang rias dan berusaha mengejar teman-teman tariku yang kata Mbok Yem sudah lebih dulu ke aula untuk menyambut kedatangan para ajudan penting dari Tumapel. Saat itu aku tidak sengaja menabrak seseorang sehingga alat musik yang dibawanya jatuh.

"Maaf, maaf, saya tidak sengaja," ucapku dengan rasa bersalah saat melihat alat musik yang dibawanya rusak.

"Bagaimana ini? Kamu pasti salah satu pemain musik yang akan mengiringi pertunjukan malam ini bukan?" Aku berjongkok membantu pria dengan cadar hitam menutupi wajahnya yang tadi aku tabrak.

"Aku sungguh menyesal, maafkan aku, Tuan," sesalku. Jujur saja tubuhku gemetaran, aku takut dia tidak akan mengampuniku.

Bagaimana ini? Aku bertanya dalam hati dengan keringat dingin yang mulai muncul di tubuhku.

-+-+-+-+-

Pria itu terus saja diam seperti memikirkan sesuatu. Tangannya yang terlihat besar menghalangiku untuk membantunya memungut alat musiknya. Ketika kami sama-sama berdiri, ia menatapku dari atas hingga ke bawah.

Jika berada dikondisi dan waktu yang berbeda, aku akan senang hati di tatap seperti itu. Namun, entah mengapa di saat seperti ini-tatapan pria itu seakan menarikku kembali ke gang sempit itu.

Aku menggeleng-geleng berusaha membuang pikiran itu. Ingatlah, Euis! Saat ini kamu Arimbi Sekar! Si perempuan berparas ayu yang akan menguasai masa ini!

Belum sempat aku berbicara, tiba-tiba saja tangan kananku ditarik oleh pria itu. Ia membawaku kembali ke ruang rias yang sudah kosong-sepertinya mbok Yem sudah pergi kembali ke ruangnya-melepaskan genggamannya dari tanganku, melempar alat musiknya ke lantai dan menutup pintu pelan-pelan.

Ketika berbalik hendak bertatapan denganku, ia sempat terkejut dan segera menghindari tusuk rambut berujung tajam yang kuayunkan ke arahnya. Pria itu sampai tidak dapat menyeimbangi tubuhnya dan menabrak pintu dengan keras.

"Astaga!" serunya takjub. " Saya tidak menyangka ada seorang penari yang menggunakan tekniknya untuk membela diri!"

Aku memicingkan mataku. Seperti dugaanku, pria di depanku ini bukanlah pria biasa. Ia langsung mengetahui aku akan menyerang dan menghindari secara sempurna. Gerakan seorang petarung!
Aku segera tahu bahwa pria ini sedang menyamar.

"Saya tidak tahu agenda apa yang Anda akan lakukan," ujarku dingin di posisi menyerang. " Sebaiknya Anda pergi."

" Kamu memang tidak perlu tahu," balas pria itu terkekeh. " Sebaiknya kamu menurut dan tidak perlu ikut campur, atau kam-"

Perkataannya terpotong saat aku mengayunkan tusuk rambutku lagi. Kali ini, mungkin karena ia menganggapku lemah, sabetanku mengenai wajahnya. Menarik cadarnya dalam proses hingga aku dapat melihat wajah itu.

Dadaku bergemuruh saat melihatnya. Itu wajah si Begal yang terakhir kulihat sebelum kematianku! Tanpa sadar aku mundur beberapa langkah sambil meremas daerah jantungku-tempat si begal itu menusukku. Rasa tusukan itu kembali terasa sampai membuatku sesak nafas.

Pria itu terdiam beberapa saat, namun kemudian sepertinya ia menangkap situasi dan tertawa terbahak-bahak.

Benar-benar tertawa sampai air matanya keluar.

"Apakah kamu, Euis? Si wanita perawan tua dari gang itu?" tanya si begal itu tanpa memedulikan perasaanku. " Astaga, kamu tampak sangat cantik di dalam tubuh gadis ini!"

Lagi-lagi aku benar. Ternyata pria gila ini adalah si Begal itu. Tapi mengapa ia memiliki wajah yang sama seperti di masa kami? Bukan sepertiku yang menjadi Arimbi Sekar.

"Kamu bingung ya? Kenapa aku masih berada di wujud ini?" sial! Kenapa ia tahu apa yang kupikirkan. "Semua ini karena permintaanmu yang konyol ini. Tanpa sadar, kamu juga membawaku kesini-seluruh tubuhku hingga membuatku menjadi budak di konspirasi politik ini!"

Si begal tampak sangat marah dan menatapku benci, " Tapi syukurlah, karena aku menemukanmu, maka aku hanya tinggal membunuhmu untuk kembali ke masa kita. Anggap saja, ini permintaan maafku untuk membuatmu tenang." Ia tersenyum dan menunjukkan sebuah pisau yang entah dari mana datangnya.

Tidak! Aku tidak ingin kembali mati!

Segera saja, ketika ia melesat mendekatiku untuk membunuhku, aku dengan segera menerjang dirinya dengan tusuk rambutku.

Beberapa kali aku menghindar dan melesat untuk membalas sabetan yang ia arahkan padaku. Di masa ini gerakkannya memang lebih cepat daripada di gang waktu itu, namun untung saja aku sebagai Arimbi adalah penari terlatih yang sudah mengingat banyak teknik menari yang membuatku dapat mempelajari gerakannya. Walaupun aku beberapa kali terluka, tapi aku tetap bisa menghindari.

Satu menghindar...dua menukik...tiga menyerang...

Aku terus mengikuti polanya. Sampai ketika ia akan menukik, aku segera mengikutinya gerakkannya dan berhasil menusuk bagian lehernya yang terbuka lebar sampai tembus ke belakang.

Cipratan darah keluar dari mulutnya dan mengenaiku. Si Begal mundur beberapa langkah dan terjatuh ke belakang. Tidak mau melepaskan kesempatan ini, tangan kiriku yang bebas segera mengambil pisau si begal.

"Seharusnya kamu tidak ikut ke masa ini!" ucapku dingin di atas tubuhnya. Bagai kesetanan aku menusuk area jantung si Begal, " Selamat malam."

KYAA!!

Suara teriakan yang berasal dari pintu itu segera membuatku sadar. Seorang penari dan seorang pengawal menatapku yang berada di atas tubuh itu dengan pandangan syok.

Aku tercekat karena tahu apa arti dari tatapan itu. Sekujur tubuhku bergetar karena dianggap sebagai pembunuh.

TIDAK! Bukan seperti ini akhir yang kumau!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro