Sapu Misterius

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Diva divarvni_ (Teenfiction) - Fielsya Fielsya (Romance)

* * *

Sudah menjadi rahasia umum jika Irisa sangat tergila-gila dengan dunia fantasi, terutama soal penyihir. Ketika kau pergi bermain ke rumahnya dan memiliki kesempatan untuk masuk ke dalam kamar perempuan berumur tujuh belas tersebut, matamu akan dimanjakan dengan berbagai buku tentang penyihir. Novel, buku sejarah soal penyihir, dan bahkan berita-berita tidak masuk akal yang di ambil dari koran harian.

Ketika di sekolah pun Irisa seperti tidak pernah lelah membicarakan pengetahuannya soal dunia sihir. Teman-temannya sampai jengkel, tetapi tidak tahu bagaimana cara menghentikan Irisa. Jadi, mereka hanya membiarkannya saja dan berlakon sebagai pendengar yang baik.

Salah satu film fantasi kesukaan Irisa adalah Harry Potter. Dia mengoleksi semua bukunya dan sering sekali menonton ulang film yang menurutnya sangat menakjubkan tersebut. Dia selalu berandai-andai jika suatu saat seekor burung hantu datang ke rumah dan memberinya sebuah surat yang menyatakan dia sudah terdaftar sebagai murid di Hogwarts. Baiklah, mungkin terdengar gila. Namun, itulah yang selalu dia bayangkan. Dan dia juga tidak peduli jika orang lain menganggapnya gila. Sama seperti sekarang. Irisa merasa dunianya berhenti dan jantungnya berdetak terlalu kencang ketika melihat pemandangan yang ada di depan matanya.

Setelah beberapa detik diam mematung, perempuan itu mengerjapkan mata beberapa kali, tetapi pemandangan di depannya sama sekali tidak berubah. Irisa kemudian berlari ke luar kamar dan menuruni tangga. Mengabaikan sapaan sang Ibu sampai kemudian tiba di halaman rumah yang penuh dengan berbagai jenis bunga. Sebuah sapu berwarna coklat kusam tergelatak di atas rumput hijau. Tidak lagi bergerak seperti yang dia lihat sebelumnya.

Apakah tadi Irisa hanya berhalusinasi?

Tidak, jika iya hanya sebuah ilusi sapu itu pasti ikut menghilang.

Dengan jantung yang semakin berdebar, dia melangkah mendekati sapu itu dan mengambilnya. Tidak, tangannya sampai bergetar. Bukan karena takut atau kebingungan, tetapi dia sangat senang. Sapu ini persis seperti sapu seorang penyihir. Hanya saja yang satu ini terlihat sangat kuno dan sedikit berat. Tidak seperti sapu pada umumnya. Dan jika boleh jujur, Irisa merasakan sesuatu yang aneh pada sapu ini.

Pertanyaannya, sapu milik siapa ini? Kenapa bisa ada di halaman rumahnya?

Tanpa pikir panjang, Irisa kembali masuk ke dalam rumah. Melewatkan jadwal sarapan dan kembali ke luar setelah memasukkan sebuah buku tentang sejarah penyihir ke dalam tas sekolahnya. Tidak lupa dia membawa sapu misterius tersebut untuk ikut naik bus sekolah.

Irisa tidak sabar untuk memberitahu teman-temannya. Mereka pasti akan terkejut dan takjub

* * *

“Dari semua cerita yang aku dengar, kurasa ini yang paling gila karena tidak ada kata mimpi di akhir ceritamu.”

Irisa harus menahan kekesalan melihat bagaimana reaksi teman-temannya yang tidak sesuai dugaan. Mereka bahkan tertawa dan ada pula yang menggeleng seakan dia orang tidak waras.

“Tentu saja karena ini bukan mimpi, tetapi nyata. Aku membawa sapu itu bersamaku ke sekolah. Kutitipkan pada Bibi Rosaline. Mari kita buktikan sepulang sekolah nanti,” ucap Irisa sambil mengeluarkan sebuah buku dari dalam tas.

“Di buku ini ada cara menggunakan sapu sihir. Bagaimana kalau kita coba sepulang sekolah nanti?”

Kelima teman Irisa saling pandang. Mereka seperti hendak kembali tertawa.

“Kalau sampai gagal, aku akan membuang semua koleksiku dan berhenti membicarakan soal sihir di hadapan kalian. Selamanya.”

Perkataan itu membuat mereka bersorak. Kelimanya langsung setuju. Namun, sesaat Irisa merasa menyesal mengatakan hal itu.

Kali ini, dia sungguh gila.

_Sekarang, apa pun caranya aku harus bisa membuktikan kepada mereka. Mereka harus yakin tentang adanya sihir,_ gumam Irisa dalam hati.

“Hai, Sa,” sapa salah seorang dari lima teman Irisa. Ya, saat itu Irisa tengah sendiri di bangku sambil membaca sembari menghafal teknik menggunakan sapu sihir yang tertulis di sana.

Seketika itu juga, Irisa menutup buku tersebut dan menoleh ke asal suara. Tak lupa, gadis berparas cantik dengan rambut panjang sepunggung itu memberikan seulas senyum kepada temannya.

“Boleh duduk?” tanya sang teman yang tak lain berjenis kelamin laki-laki itu.

“Boleh. Silakan.” Irisa mempersilakannya.

“Thank you.” Keduanya sejenak terdiam, hingga akhirnya Reno, nama salah satu dari kelima teman Irisa, memutuskan untuk membuka pembicaraan di antara mereka. “Sa, aku harap kamu membatalkan janjimu.”

Irisa langsung mengernyit, heran kenapa Reno mengatakan hal itu. “Kenapa?”

“Aku hanya nggak mau kalau nanti kamu gagal. Kamu nggak hanya akan berhenti membicarakan tentang sihir, tetapi mereka juga akan menertawakanmu,” ungkap Reno dengan nada khawatir.

“Itu urusanku, Ren. Kamu nggak perlu memikirkan hal itu.”

“Tentu itu akan menjadi urusanku, Sa. Aku nggak mau kamu menjadi bahan olok-olokan yang lain hanya demi ambisimu itu.”

Mata Irisa memicing, hatinya kesal, merasa Reno datang hanya untuk meremehkannya.

Irisa mendengkus kemudian beranjak. “Sudahlah. Aku ingin mencari ketenangan untuk mempelajari buku ini. Kamu nggak perlu khawatir tentangku.”

Irisa mulai melangkah keluar bangku, tapi Reno menahan gadis itu dengan memegangi lengannya.

“Sa, aku sayang sama kamu. Aku percaya dengan apa yang kamu katakan. Semuanya. Tentang sapu sihir itu juga. Jadi, bisa, kan kalau kamu membatalkan janjimu kepada mereka?”

Reno menatap gadis itu begitu dalam. Bahkan, hingga membuat keduanya tak berkedip, karena Irisa yang juga membalas tatapan tersebut.

Irisa sejenak tertegun. Entah kenapa rasa gugup dan jantung yang berdegup kencang kembali dia rasakan. Namun, adegan itu harus segera berakhir, kala para teman Irisa yang lain kembali ke kelas dan mengagetkan keduanya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro