Semburat Jingga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Nuris risitya (Romance) - Mingam Chesselaz (Fantasi)

* * *

"Alena?" Seru suara serak dari arah belakang gadis yang baru saja menyimpan surat pengakuan cinta di salah satu meja.

Gadis yang dipanggil Alena itu buru-buru mengambil lagi kertas berwarna merah muda yang ia lipat membentuk sebuah burung. Alena tersenyum kikuk, sebisa mungkin dia memasukkan kertas itu ke dalam saku rok abu-abunya, tapi sayang, tanpa Alena ketahui kertas itu jatuh di belakang tubuhnya.

"Iya, ada apa, Reno?" sahut gadis berkacamata tebal dengan rambut keriting tebal yang diikat dua. Penampilannya persis seperti yang dijuluki oleh teman-teman sekelasnya, Alena si Cupu.

Reno, laki-laki di kelasnya yang sering kali keluar masuk ke ruang Bimbingan Konseling dengan citra buruknya sebagai biang onar yang suka berkelahi. Laki-laki dengan sebuah luka lebam di ujung bibir dan juga pelipisnya itu menatap tajam ke arah Alena, menyelidik.

"Tadi kamu di cari Pak Sudirno," ucap Reno cepat mengutarakan pesan dari sang wali kelas. Dia lalu menunggu Alena pergi dan segera duduk pada salah satu kursi tempat di mana Alena tadi kepergok mengamil sesuatu dari dalam kolong mejanya.

Saat Alena mengacir meninggalkan ruang kelas, Reno mengambil sebuah kertas berbentuk burung yang sengaja ia injak tadi. Awalnya Reno mau membiarkan saja kertas itu, tapi rasa penasarannya muncul karena biar bagaimanapun Alena mengambilnya dari kolong mejanya.

Terima kasih karena sudah membelaku sore itu, Reno. Aku minta maaf karena terlalu pengecut untuk mengatakannya langsung. Satu hari, di saat sebuah semburat berwarna jingga terlihat begitu indah di langit, barang kali kamu bisa menemuiku di warung Bi Darmi?

Sebuah senyum terbit di wajah Reno, setelah selesai membaca surat yang ternyata memang ditujukan untuk dirinya. Reno merasa ada sesuatu yang aneh menggelitik di dalam perutnya, bersamaan dengan sebuah garis lengkung yang tidak luntur dari wajahnya.

"Bisa, bisanya, ni cewek culun ngajakin gue kencan. Nyalinya besar juga dia!" Reno bermonolog sambil lalu.

Hari itu tidak ada yang istimewa selain dilewati dengan belajar, istirahat, belajar lagi dan bel pulang pun berbunyi nyaring. Hanya saja yang sedikit berbeda di kelas XI IPA 1 adalah kehadiran Reno, biasanya pada jam istirahat pertama dia tidak akan terlihat lagi batang hidungnya di kelas.

Pak Sudirno dan guru-guru mata pelajaran yang ada jadwal mengajar di hari itu sampai dibuat tidak percaya. Ada yang bersyukur karena akhirnya Reno tidak bolos lagi, ada juga yang merasa aneh karena ada Reno.

Bak keajaiban yang jarang terjadi, akhirnya Reno habis dibombardir oleh guru-guru yang memarahinya, menagih tugas dan bahkan memintanya untuk maju ke depan mengerjakan soal-soal.

Kemarahan guru-guru reda karena Reno berhasil menyelesaikan soal atau tugas yang diberikan kepadanya. Tidak jarang dari para guru yang berdecak dengan mimik kesal yang kentara di wajah mereka dan berkata, "Untung kamu pintar, Reno. Kalau nggak, bisa-bisa kamu nggak naik kelas."

Saat jam pelajaran terakhir berbunyi, aktivitas di sekolah tidak segera berakhir karena berlanjut dengan kegiatan ekstrakurikuler.

Reno seperti orang bodoh masih di tempat yang sama dari satu jam yang lalu saat jam pulang berbunyi, di dekat pos satpam, di depan sepeda motor miliknya yang terparkir, memainkan ponsel seraya beberapa kali melirik pada jam yang melingkar pada pergelangan tangannya.

"Si cupu lagi apa sih, jam segini masih betah di dalam?" Kadar kesabaran Reno sudah di ubun-ubun.

Kalau sampai sepuluh menit lagi kamu nggak ke luar juga, aku bakal culik kamu dari rapat OSIS, Reno berkata dalam hati.

Tidak lama kerumunan siswa dengan emblem yang melingkar di lengan baju sebelah kanannya dengan bertuliskan OSIS di sana.

Dari semua anggota OSIS sosok Alena dengan seragam berlengan panjang, rok di bawah lutut, berdasi dan juga rambut keriting berwarna rambut jagung--bukan karena diwarnai tapi memang begitu warna rambutnya. Juga kulit gadis itu yang seputih susu, lengkap dengan kedua manik cokelat yang sipit, wajah khas oriental, Alena dengan mudah dapat ditemukan.

"Reno, kamu ngapain masih di sekolah?" tanya seorang laki-laki dengan alis tebal dan berperawakan tinggi menghampiri Reno.

Reno menatap sekilas wajah Gio, dia lalu melemparkan senyum miring tanpa mau membalas pertanyaan sang ketua OSIS.

"Alena, aku sudah tunggu kamu dari tadi. Bisa kita pergi sekarang?"

username: otaklemot

Reno bingung, sebenarnya ada apa di antara Gio dan Alena, kenapa Gio selalu terlihat mengekang Alena padahal Gio hanyalah Ketua Osis dan dia tidak berhak mengatur kehidupan Pribadi Alena. Alena sendiri selalu menuruti Gio padahal sangat terlihat jika Alena ini sangat tidak nyaman berada dekat dengan Gio. Rencana hari itu yang awalnya disiapkan sendiri oleh Alena yang diketahui oleh Reno kini gagal, dan semua itu harus gagal karena ulah Gio. Ini bukan sekali dua kali terjadi, sudah berkali kali Gio menghalangi Reno untuk pergi berdua dengan Alena.

Dua hari setelah kejadian dimana Alena terpaksa menolak tawaran Reno untuk pergi bersama, kini Alena kembali bersekolah. Tidak ada yang tahu pasti kemana Reno dan Alena menghilang selama dua hari. Alena memang sudah biasa menghilang sekitar 3-4 kali dalam dua bulan, sedangkan ketidak hadiran Reno hanya di anggap dia bolos seperti biasa dengan berbagai alasan. Namun tidak ada yang benar benar tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dari balik kacamata tebalnya Alena mencari yang baru tiba di Kelas langsung mencari keberadaan Reno, tapi dia tidak bisa menemukannya. Entahlah, dia memang tahu Reno biang onar, tapi apa yang terajdi beberapa hari lalu membuatnya tidak tenang. Meletakkan tasnya dengan kasar, Alena langsung berlai menuju kelas seseorang, menghiraukan tatapan yang tertuju padanya.

XI IPA 3, kelas Ketua Osis itu berasal, Gio Middle, Orang dicari Alena seperti buronon. Begitu melihat Gio yang sedang berbicara pada Tomo, Alena langsung menarik tangan Gio membawanya ke Rooftop belakang yang jalan masuknya tidak diketahui oleh banyak Orang. Alena menyentak tangan Gio dengan kasar sehingga membuat sang empu nyaris terjatuh, tidak ada lagi Alena yang culun, dia sudah berubah menjadi dirinya yang sebenarnya.

“Reno, itu ulahmu kan?” tanya Alena sambil menatap Gio yang justru tertawa dengan pertanyaan itu, seolah memberikan jawaban.

“Kenapa kau segitu marahnya, aku hanya ingin bersenang-senang,” ungkap Gio tanpa menghentikan tawanya.

“KAU LUPA PERJANJIAN KITA HAH?” tanya Alena dengan amarah yang menggebu gebu. Alena berjalan mendekati Gio yang kenudian mencengkram kuat leher Gio hingg tubuh itu menbarak dinding.

”Dia Geroin,” jawab Gio dengan terbata taba karena cengkraman dilehernya.

“BUKAN ITU SIALAN! KAU BERJANJI TIDAK AKAN MENYAKITI CINTAKU JIKA AKU MEMBANTU MENGHIDUPKAN KEMBALI AYAHMU!” Kuku jari ditangan kiri Alena memutih, rahangnya mengeras, emosinya tidak lagi bisa terkontrol jika sudah menyangkut Cintanya.

“Bahkan setelah terlahir kembali dan menjadi Manusia kau masih mencintainya? Ingatlah kalau kau vampire dan dia MANUSIA!" Gio juga mencengkram tangan Alena kuat-kuat setidaknya melonggarkan cengkraman dilehernya.

Alena mendesis, membuka mulutnya sehingga memperlihatkan taringnya dan matanya kini berwarna merah. Alena menarik kalung Gio yang membuat Gio tahan Matahari dan tidak tercium bangsa lain. Gio langsung berteriak kesakitan saat sinar Matahari mulai membakar tubuhnya. “Dimana Reno berada? setelah itu kau aman, ” ancam Alena dengan aura seorang Putri Kerajaan Vampire.

“Bekas Gudang Petasan di belakang Sekolah.” Masih ingin hidup akhirnya Gio mengatakan dimana Reno berada.

Alena memakaikan kalung itu kembali sebelum akhirnya menghilang meninggalkan debu debu hitam yang bertebangan diudara. Alena sampai di Depan Gudang itu, dia memejamkan matanya untuk melihat lebih jelas keberadaan Reno barulah dia sampai tepat dihadapan Reno yang tubuhnya terikat kuat dengan luka luka disekitar tubuhnya.

Saat sampai disana Alena langsung mengahalau sihir dari Brita –Adik Gio– dengan menggunakan kekuatan dari Tiara Putri miliknya yang sudah menyatu pada tubuh itu. Alena mengumpat saat menyadari Brita memiliku Batu Gonhi yang memang mengandung sihir dan hal itulah penyebab Brita memiliki sihir. Peperangan kecil terjadi disana, tepatnya di depan mata Reno yang menatapnya rindu. Setelah 40 menit lebih akhirnya Brita mendekam di penjara Panas dengan keadaan Mati sampai 70 tahun kedepan.

Alina bergegas membuka ikatan tali itu pada tubuh Reno, yang mengejutkan adalah Reno yang langsung memeluk tubuh Alina yang mendapatkan beberapa luka disana. “Alina, Putri Alina Bezzone,” bisik Reno tepat di telinga Alina yang membuat si pemeliki nama bergeming seketika.

Reno melepaskan pelukan itu dan mengusap wajah sosok dihadapannya saat ini. “Dramamu sangat bagus Putri, kau cocok jadi Aktris. Maaf, karena melupakanmu Tuan Putri Bezzone,” lanjut Reno yang membuat Alina segera menerjang tubuh besar Reno, Kekasihnya di Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan.

“373 Tahun, aku menghitung Tahun hanya untuk menunggu kelahiranmu kembali dan itu terasa sangat lama karena Vampire ini kehilangan Cintanya.”

Tubuh mereka saling berpelukan erat, melepaskan rindu yang tertahan ratusan Tahun.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro