The Cursed Wooden House

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Jede Fuseliar (HTM) - Acar Step (Action) AcarStep

* * *

Aku beruntung sekali, sungguh. Setelah resign dari pekerjaanku, aku pindah ke sebuah kota kecil di pinggir hutan bernama Schlange. Meskipun kota itu terpencil, tapi aku bisa mendapatkan banyak peruntungan di sana. Tanah dan bangunan dijual murah, terutama di area dekat hutan. Jadi aku membeli sebuah rumah tua yang dinding kayunya masih bagus. Bahkan kayu yang digunakan adalah kayu Pinus tua yang kokoh. Tak hanya itu, rumah tua ini memiliki halaman yang luas dan dibelakangnya terdapat greenhouse besar. Aku mulai bisa membayangkan hidup sebagai petani yang jauh dari hiruk-pikuk. Oh ada satu keuntungan yang tidak boleh dilupakan, aku membeli rumah tua itu beserta perabotan yang ada di dalamnya.

Karena itu, hari ini aku pindah ke rumah baruku. Barang yang kubawa tidak banyak, karena semua peralatan dapur sudah ada. Aku hanya perlu menambah peralatan elektronik seperti lemari es, oven elektrik, atau water heater. Semua itu bisa aku pesan online. Aku juga tidak perlu membawa atau membeli lemari. Jadi aku tidak perlu repot merangkai seperti teknisi IKEA.

Rumah yang kubeli memiliki bentuk seperti rumah-rumah Eropa pada abad viktorian. Rumah dua lantai, beratap segitiga yang tinggi, berdinding kayu, jendela empat kisi, pintu kayu, tak lupa cerobong asap menyembul di atap. Rumah ini terlihat seperti rumah penyihir dari depan pagar. Rumah yang keren dan penuh inspirasi.

Anehnya ada seorang Rahib yang sudah berdiri di depan rumahku saat aku datang. Jadi aku menyapanya sejenak.

"Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanyaku tersenyum ramah.

"Ah apa kau pemilik baru rumah ini?" tanya beliau.

"Iya. Saya baru saja pindah," jawabku.

Sang Rahib menatap tidak suka ke arahku. Tentu saja aku yang tidak tahu apa-apa mengernyitkan dahi.

"Rumah ini terkutuk! Sebaiknya kau tinggalkan rumah ini!" bentak sang Rahib yang kemudian pergi begitu saja meninggalkanku.

Mana mungkin aku peduli dengan ancaman tidak jelas seperti itu. Hanya orang gila yang mengancam orang lain tanpa alasan seperti itu.

Aku melanjutkan kegiatanku. Memindahkan barang-barang yang kubawa di mobil ke rumah. Kemudian menata barang-barang. Perabotan di rumah baruku cukup unik. Kebanyakan dibuat dari kayu oak, beberapa dari maple dan Pinus. Lemari-lemari itu bergaya klasik viktorian dengan banyak ukiran. Tak hanya itu, masih ada perabotan lama seperti piring, hiasan, lukisan dan buku-buku dari pemilik sebelumnya.

Terlalu bersemangat menata barang-barang memang tidak baik untuk kesehatan punggungku. Saat jam tujuh malam tiba, aku memesan pizza dan hanya bisa menghabiskan tiga potong. Beberapa menit kemudian, aku terlelap.

Duk

Duk

Duk

Duk

Duk

Aku terbangun saat suara jendela kamarku di pukul berkali-kali. Cahaya matahari sudah menembus korden. Tapi suara pukulan di jendela tidak kunjung berhenti. Aku berdiri sambil mengucek mata dan membuka jendela. Pemandangan halaman belakang yang di tumbuhi pohon beringin besar menyambutku. Samar-samar aku mendengar suara gesekan sapu lidi di halaman belakang. Aku kembali mengucek mata dan memakai kacamata.

Aku hanya bisa menganga saat melihat beberapa sapu lidi menyapu halaman belakang. Beberapa sapu lidi yang lain terbang kesana-kemari seperti saling kejar-kejaran. Satu sapu lidi kemudian terbang tepat di depanku dan melayang seperti meminta perhatian.

Namun tiba-tiba sapu lidi itu menggerakkan ujung gagangnya ke arahku. Meskipun aku masih mengantuk aku bisa melihat sesuatu yang berkilau di ujung gagang sapu lidi terbang itu. Sapu lidi itu maju tanpa aba-aba ke arahku. Dengan reflek secepat kilat, aku menutup jendela. Tapi sapu lidi melesat memecahkan kaca jendela.

Sebilah pisau sekilas terlihat menempel di gagang sapu lidi. Pisau itu menggores pipiku saat aku berusaha menghindar. Namun tiba-tiba sapu lidi itu berputar dan memukul wajahku keras. Aku terpental menabrak lemari baju. Meskipun sakit aku buru-buru bangun. Sapu lidi itu kembali menghunus pisau ke arahku. Aku buru-buru membuka lemari maju dan masuk. Menyembunyikan diri diantara baju-baju. Aku berhasil menutup pintu lemari. Tapi sapu lidi terbang itu kini mulai menusuk-nusuk pintu lemari. Dengan tangan gemetaran, aku menahan pintu lemari kuat-kuat.

Tapi tunggu... sapu itu menusuk dengan frekuensi yang tetap.

Ya. Aku akan mencoba peruntunganku. Aku hendak bersiap untuk membuka pintu dengan kekuatan pintu, mencoba membanting sapu itu hingga terpelanting.

Satu... dua... tiga...

Aku langsung membuka pintu lemari yang sudah tak layak dipandang dengan kekuatan penuh. Dan benar saja, rencanaku berhasil. Sapu itu terlempar ke arah dinding, tapi masih saja benda itu melayang.

Aku segera mengambil vas bunga yang terjatuh dan melemparnya ke arah sapu itu. Dan ya... sapu itu seketika terjatuh, diikuti serpihan vas yang pecah akibat benturan.

Tanpa berlama-lama, aku segera berlari keluar kamar dan mengunci pintu, mengurung sapu lidi yang ganas itu. Akan tetapi masalah belum selesai. Sapu-sapu lidi yang lain masih berkeliaran di halaman belakang rumah yang baru saja kubeli.

Aku lantas mengambil satu-satunya benda yang bisa kugunakan.

Tongkat baseball.

Aku pergi ke halaman belakang dan mulai menyadari sapu-sapu itu berbaris rapi. Aku lantas ikut terdiam, menunggu tindakan sapu-sapu lidi itu selanjutnya.

Tanpa disangka-sangka, sapu yang tadinya terkurung di kamar kini terbang melintasi atap rumah dan berdiam diri di depan barisan sapu-sapu lidi, seolah menunjukkan ialah ketua gengnya.

Dan ya, karena ketua geng mereka sudah tiba, seketika, entah bagaimana aku bisa melihat dengan jelas apa yang ada di ujung sapu-sapu lidi yang berkeliaran di halaman rumahku tadi. Ada pisau, ada juga silet tajam.

Dengan perlahan aku melangkah mundur untuk masuk ke rumah. Namun, baru melangkah sebanyak tiga kali, kumpulan sapu itu langsung menyerbuku, seolah mereka adalah singa dan aku adalah rusa.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung masuk ke rumah yang baru saja kutinggali selama semalam dan menutup akses masuk dan keluar itu dengan bantingan yang keras.

Suara tabrak-menabrak antara sapu pun terdengar seperti backsound yang mengerikan. Kini aku harus bergegas pergi dari rumahku, atau aku akan mati dalam sekali tusukan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro