The Fake Star

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Febi rmgans (Teenfiction) - Fantasia Austeen_kaulia (HTM)

* * *

Niat awal ingin izin ke toilet karena sakit perut, kini malah menjadi seperti seorang penguntit.

Sebenarnya bukan penguntit juga sih, hanya sedikit penasaran saja dengan orang yang tengah berada di dalam ruang kelasnya saat ini.

Gerak-geriknya sedikit mencurigakan, Dan Woozi yakin bahwa orang itu tengah melakukan sesuatu yang tidak beres. Padahal, seluruh penghuni di kelasnya tengah mengikuti kegiatan olahraga, kelas-kelas lain juga tengah berlangsung dengan damai. Namun, kemunculan gadis ber-hoodie kuning itu seolah memancing rasa penasarannya.

Pemuda dengan surai coklat itu memicingkan matanya, saat melihat gadis di dalam sana yang tengah memasukan sebuah map, ke dalam kolong meja teman sekelasnya. Woozi tau gadis itu, dia adalah peraih 3 besar pararel di sekolah ini. siapa yang tak mengenal gadis dengan tampang bak dewi Aphrodite dari SMA Jagat Dipa? senyum yang menawan itu? oh! jangan lupakan bahwa ia pernah menjadi salah-satu penggemar rahasia si gadis.

saking asiknya mengamati, Woozi sampai lupa bahwa ia tengah mengintip dari balik jendela yang terbuka. Hingga tanpa sadar, pemuda kelahiran November itu mendorong jendela yang menghasilkan suara ribut tanpa disengaja. Memancing atensi si gadis yang sudah siaga di sana.

"hais... hampir aja," gumamnya tanpa suara setelah berhasil menundukkan kepalanya dengan cepat, sembari mengelus dadanya lega. Pemuda yang seragam olahraganya masih melekat di tubuhnya itu kemudian dengan cepat berdiri di belakang tembok pembatas antar kelas. Bersembunyi dari gadis cantik itu.

Beberapa menit kemudian, kepala bulat itu menyembul perlahan, mengintip dari balik tembok dengan was-was. Merasa aman, pemuda itu lantas bergegas masuk ke dalam kelas, melupakan tujuan awalnya yang hendak pergi ke kamar kecil.

Ia menghampiri bangku yang semula dimasukan map oleh gadis itu, tangan putih pucat itu terulur menyentuh map berwarna coklat dan membukanya perlahan.

"Wait, What?!" Serunya terkejut kala menatap lembaran kertas yang di dalamnya tercantum judul 'math olympiad key'

Masih dengan posisi mematung, tiba-tiba saja bahunya ditarik hingga membuat tubuhnya terhuyung ke belakang. Untung saja ia dengan cepat menumpukan tubuhnya pada bangku yang tepat berada dibelakangnya itu.

Map serta kerta yang semula berada di tangannya dirampas paksa oleh orang yang menarik bahunya.

Woozi, pemuda berzodiak Scorpio itu menatap orang didepannya, sedetik kemudian tersenyum remeh dan kembali pada posisinya semula. Berdiri tegap di hadapan siswa berambisi tinggi yang terkenal dikelasnya.

Woozi menepuk pundak pemuda itu, tangan kanannya terulur membenarkan kacamata bulat yang turun dari pangkal hidung pemuda ber-nametag Hoshi itu.

"gua gak tau, sebegitu ambisiusnya lo sampai harus ngelakuin hal curang kaya gini,"

tangan pucat pemuda itu ditepis oleh Hoshi, pemuda yang lebih tinggi mendekatkan wajahnya, tersenyum remeh menatap Woozi yang ia kenal jarang berinteraksi itu.

"gua juga gak tau, ternyata murid culun kaya lo bisa se-lancang ini ya?" wajahnya di miringkan, tangan yang dilingkari jam bermerek Casio tu sedikit menepuk pipi lawan bicaranya.

"Denger ya Woozi, kalau sampai hal ini tersebar, lo tau konsekuensinya," ia menjauh. Menatap penampilan Woozi dari atas sampai bawah. Mata runcingnya seolah mengintimidasi pemuda dihadapannya agar tetap diam.

"Hah, lagipula orang-orang gak ada yang bakal percaya sama lo. Karena mereka tau, yang berambisi yang jadi pemenangnya, jadi anggap aja, apa yang lo lihat ini gak ada apa-apanya oke?" perkataannya ter-jeda sejenak. Menatap Teman sekelasnya yang tengah melipat tangannya di dada. Hoshi tau, bahwa orang ini tengah menenangkan dirinya.

"Karena apa yang gua lakuin ini juga buat nama baik sekolah kita, ya... Meskipun harus pakai orang dalam untuk jadi pemenang," Bisik pemuda itu dengan seringan yang mampu membuat siapa saja bergidik ngeri dibuatnya.

"Lo pikir gua takut?"

Woozi menatap teman sekelasnya dengan tatapan dingin. Sementara Hoshi hanya diam saat melihat murid culun di hadapannya bertingkah.

"Asal lo tahu aja, nih. Semua orang juga punya ambisi buat jadi pemenang. Bukan cuma lo doang," kata Woozi serius. "Jangan bilang kalau tindakan kotor kayak gini lo lakuin buat nama baik sekolah kita. Menjijikan banget tau, gak?"

Mendengar itu, Hoshi langsung memberikan tatapan tajam pada Woozi. Pemuda itu merasa direndahkan, lalu tanpa sadar mengepalkan tangannya. Tiba-tiba dia melayangkan pukulan pada Woozi, tetapi pemuda pucat itu berhasil menahannya.

"Kenapa? Lo mau pukul gua?" tanya Woozi sambil tersenyum. "Tenang aja. Biar lo gak kena masalah, gua aja yang pukul duluan."

Dalam sekejap, keadaan berbalik. Secepat kilat Woozi melayangkan pukulannya dan tepat mengenai rahang Hoshi---yang menyebabkan tubuh pemuda itu terjatuh dan membuat susunan meja menjadi berantakan.

"Anak ambis kayak lo ini, pantasnya dihajar." Woozi mendekat. Tatapannya mendingin seiring dengan langkah kaki yang mendekat ke arah Hoshi. "Di sekolah ini gak cuma lo aja yang ambis. Banyak anak-anak ambis yang cara mainnya lebih sehat. Gak kayak lo yang kayak sampah!"

Hoshi tidak terima. Pemuda itu lantas berdiri dan menarik kaos olahraga Woozi sehingga tubuh temannya sedikit terangkat.

"Lo gak perlu ikut campur sama urusan gue," kata Hoshi dingin. "Anak culun kayak lo itu bagusnya diam aja. Gak usah bersikap sok pahlawan."

Woozi tidak menjawab. Dia malah memperhatikan ekspresi wajah Hoshi dalam diam. Tiba-tiba, senyumnya kembali mengembang.

"Lo takut banget, ya?" tanya Woozi pelan. "Yah, siapa, sih, yang gak takut kalau _title_-nya diambil karena hal memalukan kayak gini?"

Hoshi terdiam. Tangannya mengepal di kaos temannya, berharap jika dengan begitu, Woozi akan terintimidasi dan takut. Di mata teman sekelas mereka, Woozi adalah tipe pengecut dan sering dirundung oleh anak-anak yang lain. Namun, di kesempatan kali ini, sepertinya pemuda itu melakukan hal yang tidak biasa.

Melihat Hoshi yang lengah, Woozi memanfaatkan keadaan dengan mendorong pemuda tinggi itu sampai punggungnya menyentuh tembok. Tangannya dengan cepat menekan bagian leher Hoshi, mengakibatkan pemuda itu merintih kesakitan.

"Kalau lo punya ambisi buat menang di olimpiade matematika itu, gua juga punya ambisi yang sama." Woozi kembali menekan leher Hoshi. "Ambisi buat ngehancurin orang-orang kayak lo ini."

"A-akh." Hoshi menatap Woozi. "L-lepasin, sialan."

"Setelah bersikap sombong kayak tadi, sekarang lo minta dilepasin?" Woozi tertawa, yang entah kenapa membuat Hoshi merinding. "Kalo lo belum mati, rasanya gua belum puas, tau."

Hoshi memberontak, tangannya berusaha memukul-mukul Woozi yang jaraknya lumayan dekat dengannya. Namun, meski dipukul beberapa kali, Woozi tetap tidak melepaskan cekikannya. Malahan, cengkeramannya semakin kuat---yang semakin membuat Hoshi kesulitan bernapas.

Melihat temannya sekarat, Woozi tersenyum senang. Walau sekarang wajahnya babak belur dan penuh luka gores karena tangan Hoshi yang tidak bisa diam, pemuda berkulit pucat itu tetap tersenyum karena melihat temannya yang menatapnya sayu.

"Karena ini masih di sekolah, gak mungkin banget gua bunuh lo di sini," ucap Woozi sambil melepaskan cengkeramannya di leher Hoshi. Alhasil, pemuda itu terjatuh dan mencoba mengambil napas sebanyak-banyaknya. "Sebagai gantinya, ayo, buat perjanjian."

Woozi berjongkok, guna menyamakan tingginya dengan teman sekelasnya itu. Dia memiringkan kepala, menatap Hoshi dengan tatapan yang paling menakutkan.

"Gua mau lo bakar map sama isi-isinya. Jangan lupa divideoin dan kirim ke gua, ya." Hoshi membulatkan mata. Ingin menolak, tetapi tatapan Woozi seolah mengunci mulutnya. "Lo juga gak perlu cerita ke siapa-siapa soal kejadian ini. Gua pun akan diam tentang masalah map ini dan rekan lo yang tadi bawa map ini ke kelas."

Hoshi terdiam. Tangannya masih memegangi lehernya sendiri, waspada jika Woozi akan mencekiknya lagi secara tiba-tiba.

"Paham, gak?"

Hoshi memalingkan wajah. Enggan menatap teman sekelasnya.

"Diam berarti gua anggap lo paham." Woozi berdiri, lalu mengulurkan tangannya. "Ayo, balik ke lapangan."

Hoshi menepis tangan yang terulur padanya, lantas berdiri sambil berpegangan dengan tembok. Melihat itu, Woozi hanya tersenyum tipis.

"Beruntung enggak ada cctv di sini," ucap Woozi tenang. "Gua harap, sih, kejadian ini gak terjadi lagi. Karena kalau sampai hal ini terjadi lagi, gua bakal pastiin lo mati sebelum mempermalukan nama sekolah kita."

Setelah berkata begitu, Woozi berjalan keluar lebih dulu. Meninggalkan Hoshi yang meninju tembok dengan kuat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro