Trap With You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Lira Altair Liraaltair (Teenfiction) - Icha iluvplumtea (Romance)

* * *

Cuaca yang bagus membantu Cio memulihkan tenaganya yang terkuras habis akibat les tambahan. Seharian ini dia banyak berkutat pada buku-buku tebal berisikan materi. Maklum, hari-hari mendekati Ujian Tengah Semester memang harus banyak belajar. Maka dari itu, selepas pulang sekolah dia harus pergi ke tempat les.

Sekarang Cio sedang berada di halte dekat tempat les, dia menunggu ibunya menjemput. Sembari menunggu, dia duduk dan memainkan handphone miliknya.

"Wah, sepertinya aku harus belajar lebih giat lagi," ucap Cio saat melihat postingan di instagram yang menampilkan foto-foto seseorang sedang belajar. Melihat postingan seperti itu selalu saja membangkitkan semangatnya.

Cio terus saja membuka akun instagramnya, sampai ketika terdengar suara laki-laki yang memanggil namanya. Buru-buru dia melihat sekeliling, untuk mencari tahu siapa orang tersebut. Dengan jarak sekitar 5 meter, terdapat laki-laki yang sedang menatapnya.

"Cio!" Laki-laki itu mendekat, lalu berhenti hingga hanya tersisa beberapa langkah di antara keduanya.

Cio yang melihat itu segera berdiri, hanya ada dia sendiri di halte, jadi sudah bisa dipastikan dialah yang dipanggil oleh orang itu.

"Maaf, tetapi kamu siapa, ya?" tanya Cio dibarengi ekspresi kebingungan sekaligus takut.

"Kamu tidak ingat aku?" tanyanya.

"Eh, memang sebelumnya kita pernah bertemu?" Menurut Cio, ini adalah kali pertamanya mereka bertemu.

"Aku Je, kamu sungguh tidak ingat?" tanya laki-laki bernama Je.

Cio menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu siapa Je.

"Kamu pernah kembali ke masa lalu dan saat berada di sana kamu tidak sengaja menabrakku," jelasnya yang semakin membuat Cio bingung.

Untuk beberapa saat Cio melongo, kembali ke masa lalu? Dia rasa itu adalah hal yang mustahil, dia juga tidak pernah melakukan perjalanan waktu.

"Kamu juga menjanjikan aku sesuatu. Ayolah jangan bercanda, aku sudah bersusah payah untuk menemuimu." Je maju satu langkah, Cio refleks mundur.

"Aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, jadi janji apa yang sedang kamu bicarakan?" kata Cio, dia mulai panik.

"Berhentilah berpura-pura lupa ingatan, kamu merusak alat musikku hingga aku harus menerima nasib buruk. Aku datang untuk menagih janjimu."

"Aku sungguh tidak tahu janji apa yang kamu maksud!" Cio berteriak di hadapan Je. Dia sudah cukup kesal karena kehadirannya.

Cio sudah akan melarikan diri ketika sebuah pukulan mengenai belakang kepalanya. Terhuyung, gadis itu pun tersungkur. Hanya bisa pasrah ketika Je menarik lengannya kemudian menyeret tubuhnya yang terkulai. Melalui sebuah terowongan yang gelap.

Dan akhirnya Cio kembali ke tempat yang pernah ia kunjungi beberapa bulan yang lalu, saat ia tidak sengaja melakukan perjalanan waktu. Dan ingatannya pun mulai kembali.

Je mendorong tubuh Cio ke tanah. "Apa kamu tahu kesulitan apa yang sudah kamu timpakan kepadaku? Saat itu aku kehilangan kesempatan besar. Kemudian kamu berjanji akan membayarnya. Sekarang aku tagih janjimu."

Mata Cio serasa akan copot mendengar semua itu.

"Benar," kata pria itu lagi. "Kamu akan kujadikan pelayan pribadiku."

"Tidak!"

***

"Pelayan pribadi?" Cio bersungut-sungut. "Ini perbudakan namanya." Dengan kesal ia membanting lap basah yang ia gunakan untuk mengelap lemari.

Seandainya saja waktu itu ia tidak bertemu dengan Je, maka ia tidak perlu menjadi pelayan di rumah bangsawan sinting itu.

Cio ingin pulang.

"Kerjamu benar-benar tidak becus," komentar Je. "Titik itu masih kotor."

"Kerjakan saja sendiri. Aku ini bukan pelayan, tapi seorang pelajar."

Je terbahak. "Apa kamu tahu kalau perempuan tidak bisa menjadi pelajar?"

Cio memaki dalam hati. Tentu saja, sekarang ia berada di zaman yang belum ada emansipasi wanita. Sungguh sial.

Menghabiskan waktu di rumah sebesar itu, membuat Cio sedikit depresi. Ia juga rindu rumah dan keluarganya.

"Kamu bisa menganggap ini rumahmu," ujar Je ketika Cio mengeluh minta pulang. "Kamu bisa mulai membangun keluarga. Denganku."

Cio menatap Je dengan pandangan kesal. Siapa juga yang mau terjebak di zaman ini selamanya. Namun, hari-hari berlalu, tanpa ada harapan bisa kembali. Tanpa terasa bulan berganti tahun. Tekad Cio untuk menolak Je kian melemah.

"Aku hanya merusak alat musik, mahal sekali harga yang harus kubayar," keluh Cio pada suatu waktu di musim dingin. Ia sedang duduk di sofa di depan perapian.

Je mengambil putra mereka yang sedang tertidur di pangkuan Cio. "Tapi sepadan bukan?"

Cio mengangkat bahunya.

"Ayolah, akui saja kalau kamu sudah mencintaiku. Bukankah karena itu kamu menerima lamaranku?"

Membetulkan letak gaunnya, Cio menatap Je dengan sebal. Ia belum ingin mengakui hal itu setidaknya sampai anak kedua mereka lahir. Sekitar lima bulan lagi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro