Uji Masuk

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Ann Writtenby_Ann (Teenfiction) - Zaskia Putri Zaskia_putri (Fantasi)

* * *

Aku sedang mengusir kucing oren liar yang sering sekali berkunjung ke halaman rumahku ketika mataku terganggu oleh sebuah pergerakan tidak wajar dari sebuah benda yang tergeletak di samping si kucing.

Aku mengucek mata sekali lagi untuk memastikan bahwa aku tidak sedang barhalusinasi karena baru bangun tidur.

"Adel!" teriakku nyaring seraya berdiri gelisah dengan mata masih menatap sapu yang bergerak sendiri di dekat si kucing yang sekarang asyik menjilati bulunya.

Karena tidak mendengar jawaban apa pun, aku kembali berteriak dengan lebih keras. Perempuan itu akhirnya menjawab teriakanku setelah kupanggil beberapa kali.

"Ke sini cepet! Jangan lupa bawa HP! Lo harus liat ini!" seruku. Selanjutnya, terdengar grasak-grusuk dari dalam kamarku yang pintunya kubiarkan terbuka.

Sementara itu, sapu yang tadinya hanya bergerak-gerk tidak jelas itu kini melaju sedikit kencang, lantas berhenti, jatuh ke rumput. Kucing yang tadi melakukan ritual mandi di sebelahnya berteriak kencang dan berlari menjauh dari halaman rumahku.

"Apaan, sih?!" Adel dengan muka bangun tidurnya menghampiriku dengan malas. Aku langsung mengarahkan kepalanya untuk melihat benda yang sejak tadi menampung seluruh atensiku.

Perempuan itu menyipitkan matanya sejenak. Tak lama, ia bergegas menghidupkan HP-nya dan membuka fitur kamera, merekam kejadian tak terduga itu.

"Udah gue bilang, tuh sapu tuh mirip sapu penyihir, anjir," ujarnya pelan.

"Apaan, sih. Tau dari mana lo sapu penyihir kaya gitu?" elakku heran dengan pemikirannya.

Adel berdecak, menatapku sembari memutar bola matanya. "Ada sebuah teknologi yang namanya google. Di situ, lo bisa nyari apa pun. Termasuk bentukan sapu penyihir zaman dulu."

"Emang zaman dulu udah ada google? Tau dari mana kalo itu beneran bentukan sapu penyihir zaman dulu?"

Adel yang awalnya ingin menyanggah ucapanku kini batal bersuara. Tangannya masih sedia memegang ponsel yang tidak berhenti merekam kejadian sapu yang tidak berhenti bergerak.

"Tuh sapu kenapa, sih? Masa beneran punya nenek sihir?" Aku bertanya-tanya.

"Ya mana gue tau. Tanya aja ama sapunya." Adel berucap asal. "Lagian, sumpah, bentukannya sama banget ama yang biasa gue lihat di google. Lo tau kan gue suka nyari tau hal-hal berbau fantasi kaya gini."

"Ayolah, Del. Ini udah abad berapa. Paling orang iseng doang ga, sih, ngelemparin mainan begituan ke rumah gue." Aku kembali mengelak karena tidak setuju akan pendapat Adel.

"Ngapain tetangga lo iseng kaya gitu, woi," bantahnya.

"Au ah. Trus ini gimana? Masa mau ngerekam terus-terusan. Tuh sapu ga ada hilalnya mau berhenti gerak." Persis kalimatku terhenti, sapu itu kini tidak menunjukkan pergerakan sama sekali.

Kami berdua menciptakan suasana hening.

Beberapa saat hening kemudian, Adel berbisik, "Menurut yang gue baca, kalo ada sapu yang tergeletak di lantai atau tanah, mending diambil, biar ngasih keberuntungan."

Aku menganga mendengar penjelasannya. "Apaan, sih, anjir. Aneh banget," ujarku ikut-ikutan berbisik.

"Ambil sana, Lyn," suruhnya.

"Ogah. Lo aja."

"Olyna, ayo dong. Kan ini rumah lo. Gue mah cuma numpang nginep.

"Bukan rumah gue. Rumahnya bonyok gue."

"Ya udah, suruh bonyok lo aja yang ngambil sapunya."

Aku menggeplak kepalanya. "Ya mana bisa, dodol. Mereka lagi di pulau lain. Kalo mereka di sini, ngapain gue nyuruh lo nginep."

"Sakit, anjir!" ringisnya. "Udah, ah, sini gue ambil. Jangan nyesel kalau keberuntungannya mindah ke gue."

Setelah itu, Adel berjalan perlahan menuju temlat sapu itu tergeletak.

Selama beberapa menit, Adel hanya memperhatikan saja lampu yang tergeletak di tanah tersebut. Dia kemudian berjongkok dan mengambilnya. Sapu kurus tersebut tak lagi bergerak-gerak.

Adel berjalan mendekat. "Lo mau coba naik gak?"

"Idih," responsku spontan. "Lo kira ini dunia Harry Potter apa? Kalau kita—"

Sebelum aku sempat selesai bicara, Adel memotongnya dengan berkata, "Berisik banget lo. Kan ada gue. Barenganlah. Sekali-kali, dong. Kapan lagi coba bisa naik sapu terbang?" ujarnya berusaha meyakinkan, kali ini sudah memposisikan sapu itu di antara kaki seperti menaiki motor.

"Ayo, buruan!" Adel berseru, wajahnya terlihat sebal.

Aku menatapnya heran. 'Enggak waras anak ini,' batinku, tetapi karena tak ingin ditinggal sendirian oleh Adel yang "katanya" mau terbang ini. Aku akhirnya mengikuti dia dan duduk di belakang sapu, memposisikan diri seperti Adel dan melingkarkan tangan ke perut sahabatku itu.

Sapu yang tadinya diam perlahan terangkat, kaki kami mengudara beberapa senti dari tanah. Aku memeluk Adel kencang-kencang, sementara temanku itu menggenggam gagang sapu. Lalu tanpa ancang-ancang, sapu terbang itu memelesat membelah angin ke atas.

Aku dan Adek kompak berteriak dan memejamkan mata. Namun, sapu ini tak ada tanda-tanda menghentikan diri. Kami terus dibawanya ke atas, bahkan aku beberapa kali merasa sudah ditabrak burung. Entah berada di ketinggian berapa kami, akhirnya sapu itu berhenti memelesat dan mulai terbang secara stabil. Masih dengan kecepatan yang tak kira-kira.

“Anjir, mati dah ini. Gimana cara turunnya, astaga." Aku memeluk Adel kuat-kuat. "Turunin kita, dong, Del. Gue takut banget."

"Lo kira gue bisa ngendaliin ini, hah?" Adel malah nyolot, suaranya bergetar. Kentara merasa khawatir pula. Kedua lengannya yang menggenggam gagang sapu digerakkan ke atas-bawah, berharap bisa segera turun. "Ih, anjir. Ada tulisan yang muncul di sapunya!"

Aku menempelkan dagu ke bahu kiri Adel. Berusaha melihat tulisan yang dimaksud sahabatku itu. Benar katanya, pada badan gagang sapu terukir sederet tulisan berwarna hitam.

Condongkan badan ke depan untuk menstabilkan diri di atas sapu. Rapatkan kaki dan posisikan kedua tangan yang tergenggam secara lurus.

“Ini harus diikutin?" Adel berteriak di telingaku.

"Mungkin biar bisa mendarat, harus diikutin." Walau tidak tahu akan mendarat di mana, tetapi itu masih lebih baik daripada berada di udara seperti ini. Aku mengeratkan pelukan pada Adel, sementara gadis berambut pendek itu mulai membungkukkan tubuh ke arah depan. Kaki kami rapatkan, menekan gagang sapu. Kulihat Adel juga telah memperbaiki pegangannya.

Dalam posisi yang sesuai dengan arahan sapu, kami mulai merasakan keseimbangan berada di udara. Tekanan angin dari arah depan tak lagi membuat tubuh kami hampir terlempar ke belakang.

"Tulisan lain muncul!" Adel berteriak memecah angin. Aku membacanya dalam hati.

Untuk memutar arah terbang sapu, genggam gagangnya erat-erat dan tanpa mengubah posisi tubuh, belokkan genggaman ke arah yang diinginkan. Ingat, pertahanan posisi.

"Pegangan yang kenceng, gue mau puter balik. Bismilah, sampe rumah dengan selamat," doa Adel. Aku memeluk dan mengeratkan pegangan di baju kausnya. Baru saja sapu itu berbalik setengah, tubuhku oleng ke bawah.

Aku menjerit, Adel juga. Peganganku pada badannya pun lepas karena sapu itu bergerak cepat tanpa peduli bagian tubuhku yang tidak dalam posisi duduk. Dalam kecepatan tinggi yang memekakkan telinga, tubuhku terjun dari ketinggian.

“OLYNA!" Kulihat mulut Adel membentuk namaku dan gadis itu dengan sigap menukik turun seperti seekor elang. Tangannya satu terulur ke depan, aku pun melakukan hal yang sama.

Napasku terasa sesak, pandanganku pun buram karena kecepatan jatuh yang tak kira-kira, kepalaku pusing, badanku terasa sangat ringan, dan tidak ada suara apa pun selain bunyi denging yang menyakiti telinga. Adel dari atas masih berusaha menggapai tanganku, matanya berkaca-kaca. Ketika aku sudah akan pasrah, tiba-tiba kurasakan tangan dingin Adel berhasil menggenggam pergelanganku.

Adel menarikku ke pelukannya, satu tangan masih memegangi sapu. Aku buru-buru menaikkan satu kaki ke gagangnya supaya tidak jatuh lagi, posisi kamu jadi seperti pasangan yang tengah berpelukan. Tak lama setelah itu, Adel berhasil mendaratkan sapu terbang tersebut.

Kami berdua jatuh ke tanah dengan kaki bergetar. "Gila, gue kira bakalan mati," keluhku dengan jantung yang berdetak gila-gilaan.

"Eh, lihat. Ada tulisan lagi." Adel mengangkat sapunya sampai ke depan muka kami.

Selamat, kalian telah lulus uji masuk Sekolah Penerbangan Sihir. Undangan resmi penerimaan siswa-siswi baru akan diterima selambat-lambatnya besok hari ketika matahari tepat di atas kepala. Persiapkan diri Anda! Karena petualangan seru di Negeri Langit baru akan dimulai.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro