Sapu dan Kesialan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Zaskia Putri Zaskia_putri (Fantasi) - Ann Writtenby_Ann (Teenfiction)

* * *

Jane merasa keberuntungannya terkuras habis-habisan sejak kemarin. Pertama, dia tertinggal bus wisata ke penangkaran pegasus, lalu permadani terbangnya sobek sehingga dia harus pergi ke sekolah berjalan kaki. Di perjalanan, sepatunya dicemari kotoran burung lalu tak lama setelahnya dia terjatuh ke selokan yang masih basah akibat hujan deras semalam. Hari itu Jane pulang lebih cepat, memutuskan bolos daripada jadi bahan tertawaan karena tubuh berbau sampah basah. Gara-gara itu dia melewatkan ujian Komunikasi Hewan.

“Sepertinya aku harus minta permen Anti-Sial nanti.” Gadis itu memperhatikan penampilannya depan cermin sambil merapikan ikatan rambut. Hati kecilnya berdoa agar tak ada lagi kesialan yang menempelinya, supaya dia bisa mengikuti ujian susulan hari ini. Usai membentuk pita dasinya, dia menoleh ke jendela. Keningnya berkerut saat melihat sebatang sapu menggelepar di halaman depan rumahnya.

Siswi berambut pirang itu buru-buru berjalan turun. Dia hampir menabrak James—kakak laki-lakinya—di penghujung tangga paling bawah. 'Itu tadi sapu terbang? Yang benar saja!'

Pintu depan terbuka kencang dari dalam. Jane berlari ke pekarangannya, mendekati sebuah sapu yang tergeletak di tanah. Gadis pirang itu ingat, sapu terbang dikatakan membawa keberuntungan apabila ditemukan tergeletak di tanah.

'Ini kesempatanku!' Tangan Jane terulur, berusaha meraih gagang panjang kayu sapu tersebut ketika benda itu kembali bergerak seperti orang yang sedang kejang-kejang. Sebagian batang sapu itu tersangkut di celah antara pagar-pagar kayu yang mengelilingi rumah Jane. Membuat benda malang itu tak bisa terbang.

"Aku harus mendapatkanmu, supaya bisa ikut ujian!" Jane berseru, kedua tangannya menggenggam si sapu dan berusaha melawan gerakannya yang menggila.

Setelah berkutat cukup lama dengan sapu yang sejak tadi kejang-kejang, Jane akhirnya berhasil memegang sapu itu dengan mantap. Ia kemudian memberdirikannya seraya menatap sapu itu.

"Siapa yang bisa-bisanya menjatuhkan sapu di pekarangan rumah orang?" gumamnya heran, kemudian gadis itu mengedikkan bahu. "Siapa pun kau, terima kasih karena telah mengubah hariku menjadi beruntung," lanjutnya diiringi tawa bahagia.

Gadis itu kembali memasuki rumahnya sembari menenteng sapu yang tadi ia dapatkan di bahu. Ia tengah berpikir untuk kembali ke sekolah, berharap masih sempat mengikuti ujian komunikasi hewan.

"Seharusnya ujiannya belum dimulai. Aku juga sudah membawa keberuntungan di tanganku. Bisa saja guru-guru dapat memaklumi keterlambatanku dan mengizinkanku kembali memasuki kelas hari ini, 'kan," pikirnya.

Akhirnya, gadis itu kembali bersiap-siap menuju sekolah. Berganti pakaian, menata diri, menyiapkan isi tas, lalu segera berlari keluar rumah dan menaiki bis yang akan membawanya menuju sekolah.

Sesampainya di pagar sekolah yang tertutup, Jane melangkah menuju pos penjaga sekolah dengan senyum merekah, yakin betul keberuntungan akan membuatnya diizinkan masuk.

Namun, alih-alih menemukan penjaga sekolah, ia tidak melihat siapa-siapa di dalam pos penjaga.

"Wah, keberuntunganku sudah dimulai," pikirnya. Akhirnya  ia pun berjalan santai masuk ke dalam sekolah menuju kelas ujian komunikasi hewan.

"Selamat siang, Bu. Maaf, saya izin terlambat," izinnya setelah mengetuk dan membuka pintu kelas.

Jane segera mendapatkan perhatian seisi kelas. Tak hanya itu, ia juga mendapat tatapan nyalang dari gurunya yang terkenal galak itu.

"Dari mana saja kamu, hah? Tidak mengikuti kelas ke penangkaran pegasus, dan sekarang dengan santainya izin terlambat. Kau tahu, penjaga sekolah mencarimu ke sepenjuru penangkaran pegasus, mengira kau hilang atau dimakan oleh salah satu dari pegasus itu." Guru itu berujar dengan nada tak suka.

Jane tersentak sejenak.

"Maaf, Bu. Saya mengalami sedikit musibah saat berangkat ke sekolah tadi pagi," jawabnya seadanya.

"Sungguh alasan yang sangat bagus. Raven, bawa teman kelasmu itu menemui Profesor Agha sekarang."

Perkataan gurunya barusan seketika membuatnya berjengit. "Buat apa aku dibawa ke profesor tukang detensi? Hei, bukankah aku sudah mendapat jimat keberuntunganku?" batinnya heran.

Sementara itu, Raven yang namanya disebut segera berdiri dan menghampiri Jane yang masih mematung di pintu kelas. Laki-laki itu menggandeng tangannya dan segera membawanya menghilang dari pandangan guru mereka yang galak.

"Kenapa kau malah masuk lagi? Kau tahu, 'kan, lebih baik tidak datang sama sekali daripada terlambat di kelas Bu Grey," ujar Raven membuka pembicaraan.

Jane berdecak kesal. "Tadi kukira aku sudah akan mendapat keberuntungan karena mengambil sapu yang tergeletak di pekarangan rumahku."

Raven menghentikan langkahnya. "Itu aneh. Mengapa kau malah tertimpa sial?"

"Mana kutahu, Raven."

"Kau tidak melakukan hal aneh terhadap sapu itu, 'kan? Semacam hal yang dapat mendatangkan kesialan. Menenteng sapu di bahu misalnya?" tanyanya membuat Jane membulatkan mata, teringat kelakuannya beberapa jam yang lalu.

Ia menepuk keningnya kesal. "Aku melakukan itu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro