Hidden Witch

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kolaborasi: Alvaoir @alvaoir (Fantasi) - Fantasia Austeen_kaulia (HTM)

* * *

Reina mengernyit heran, ia menopang dagu dengan tatapan menelisik pada sebuah sapu berdebu yang tergeletak di depan teras rumahnya. Ia membuang napas pelan sembari berujar malas, "Dasar, ini pasti ulah pemilik rumah seberang."

Reina mengambil sapu itu dan memilih untuk menyapu halaman depannya meskipun ia sendiri tak tahu milik siapakah sapu itu. Ia tebak, ini pasti ulah pemilik rumah seberang yang entah mengapa terlihat sangat iri dengannya. Minggu lalu, mereka bahkan menaruh kotoran sapi dihalaman rumah Reina. Mungkin, kali ini mereka berbaik hati dengan menaruh sapu, tetapi bisa saja ada tujuan lain yang terselip.

Selagi menyapu dengan penuh niat, sapu itu jatuh dari celah jari Reina. Ia mengerjap beberapa kali, hening menyelimuti. Sial! Ia teringat dengan mitos dikampungnya yang berkata, "Jika sapu yang Anda gunakan jatuh, itu akan membawa Anda kesialan."

"Ah, sudahlah! Lagipula itu hanyalah mitos tidak jelas, tidak perlu dipikirkan, Reina!" Reina meyakinkan dirinya sendiri lalu menepuk kedua pipinya berkali-kali. Ia melangkahkan kedua kakinya menuju pintu masuk rumah, melirik sapu yang tergeletak di tanah itu sekejap lalu melepas sendalnya untuk masuk. Setelah menaruh sendal di rak sepatu, ia sekali lagi menoleh pada sapu dengan pandangan curiga.

"Aduh!"

Reina mengusap pipi kanannya yang terbentur lantai karena ia baru saja jatuh tersungkur oleh genangan air yang ada dilantai pintu masuk rumahnya! Sialan! Ini benar-benar membuat suasana hatinya mejadi buruk.

Brebak!

Bagai jatuh tertimpa tangga, kali ini di saat ia hendak beranjak berdiri dengan berpegangan pada kaki meja di ruang tamunya, mejanya malah ambruk oleh berat badannya! Ia menggerutu kesal, "Aku tak seberat itu hingga meja saja ambruk olehku! Pasti ada seseorang yang merencanakan ini!" terbesit di pikirannya bahwa ini semua adalah kerjaan pemilik rumah seberang.

Bunyi grasak-grusuk mengalihkan perhatiannya, ia menggerakkan wajahnya ke belakang, seketika rahangnya jatuh. Ia kesulitan meneguk ludah sendiri, memandang pada sapu yang sebelumnya ia pakai kini sedang bergerak sendiri dan melesat terbang kearahnya!

"A-apa? Apa-apaan ini!" Reina terburu-buru melarikan diri keluar, meloncat dan melompat. Ia berlari ke mana saja, ke arah mana saja tanpa tujuan. Yang terpenting sekarang adalah, sebuah sapu aneh sedang mengejarnya dan ia harus lari!

"Apa-apaan ini! Jangan-jangan, penyihir itu benarlah nyata?" ia bergumam di sela berlari, seolah hidupnya sedang berada di ujung tanduk. Alisnya mengerut tak suka, tungkai kakinya terasa sakit karena dibawa berlari terlalu cepat. Jantungnya berdegub kencang dan napasnya mulai terengah-engah. "Hei, awas!"

Reina memejamkan kedua matanya erat. Benar-benar sial! Ia tak sengaja menabrak salah satu warga di kampungnya karena tak bisa mengerem kedua kaki. Sekarang, dirinya sudah berada di sungai kecil yang biasanya digunakan warga untuk menyucikan badannya dari kotoran.

"Sial, mitos itu benar adanya."

"Tak bisakah kau melihat-lihat sebelum menabrak orang? Setidaknya pilih orang lain untuk ditabrak!"

Reina melirik sinis pada laki-laki yang ia tabrak. Wajahnya masam karena kini ia sudah basah kuyup, setengah badannya berada dibawah air sungai dan sikunya terluka. "Jika aku mau, aku juga tak akan menabrakmu, tahu! Ini semua dikarenakan sapu aneh yang mengejarku!" Reina menunjuk ke arah langit, tetapi yang ia dapat hanyalah ekspresi curiga bercampur heran di wajah sang laki-laki.

"Kau sedang berhalusinasi? Tak ada apa-apa."

Reina segera mendongak, menemukan bahwa memanglah tidak ada apa-apa. Langit dan di sekitarnya kosong, sapu itu telah menghilang bagai debu di udara.

"T-tapi, tadi ada sapu ...."

"Hah? Sapu?" Laki-laki itu menatap heran pada Reina yang masih terlihat bingung. Sedetik kemudian, dia tertawa. "Kepalamu habis terbentur, ya? Mana ada benda mati yang mengejar-ngejar manusia?"

Reina tidak bisa menanggapi ucapan laki-laki itu. Pikirannya kini melayang-layang, mengingat kejadian miris yang menimpanya beberapa menit yang lalu. Sapu aneh yang tiba-tiba ada di teras rumah, meja yang ambruk hanya karena menahan berat badannya, dan sapu terbang yang mengejar. Semua ini benar-benar di luar nalar.

"Sepertinya kepalamu benar-benar terbentur." Lama tidak mendapatkan respon dari Reina, laki-laki itu perlahan mendekat dan mengulurkan tangannya. "Berikan tanganmu. Biar kubantu."

Reina menurut. Laki-laki itu pun tidak berbohong dan benar-benar membantu Reina keluar dari sungai. Sementara itu, kesadaran Reina sudah kembali saat menyadari dirinya sudah basah kuyup. Wajahnya perlahan berubah murung.

"Pulang sana," suruh laki-laki itu setelah membantu Reina. "Dengan penampilan seperti ini, kau benar-benar terlihat seperti tunawisma."

Lagi-lagi, Reina tidak membalas. Gadis itu malah menatap Ruto dengan lekat.

"Apa, sih?"

"Apa kau percaya tentang penyihir?"

Ruto menatap bingung pada gadis di hadapannya. "Pertanyaan aneh. Lebih baik kau segera pulang dan bersih-bersih."

Ruto memutar tubuhnya, lalu berpindah ke belakang tubuh Reina. Mendorong-dorong tubuh gadis itu agar segera beranjak dari tempatnya. Namun, usahanya gagal karena Reina tidak berpindah sedikit pun.

"Jawab saja pertanyaanku." Reina berbalik, menatap Ruto dengan serius. "Kau percaya hal-hal seperti itu, tidak?"

"Percaya atau tidak, itu bukan urusanmu," jawab Ruto sinis. Matanya menatap Reina tajam. "Kau ini sebenarnya kenapa, sih?"

Reina terdiam. Lalu memilih untuk menceritakan semuanya. Sejujurnya, gadis itu merasa takut. Apalagi untuk mengatakan hal-hal di luar nalar yang dia alami. Ditambah lagi, kali ini dia bercerita kepada Ruto, anak laki-laki kepala desa yang sangat pintar. Pikir Reina,  mana mungkin laki-laki seperti Ruto akan percaya pada ceritanya.

Anehnya, Ruto tidak tertawa sedikit pun. Laki-laki itu benar-benar menjadi penyimak yang baik.

"Aku juga pernah mengalami hal seperti itu," katanya yang membuat Reina terkejut. "Sapu itu ada di halaman rumahku. Tadinya kupikir itu milik tetangga, jadi tidak aku hiraukan."

"Lalu?"

"Tiba-tiba, sapu itu bergerak sendiri dan mengelilingi rumah. Tampaknya sedang memperhatikan, atau mungkin, mencari sesuatu. Entahlah, aku juga tidak tahu."

Reina dan Ruto sama-sama terdiam. Keduanya memilih untuk berkutat dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, Ruto kembali buka suara.

"Kalau sapu itu sampai mengejarmu, itu artinya, ada sesuatu darimu yang menarik perhatiannya."

Reina mengerutkan keningnya. "A-apa?"

Ruto tidak menjawab. Pemuda itu tampaknya tidak mendengar ucapan Reina. Sampai akhirnya, bunyi berisik muncul dari belakang. Keduanya terkejut saat melihat sapu terbang itu melesat cepat ke arah mereka. Dengan cepat, Ruto menarik tangan Reina dan menariknya.

"Perhatikan langkahmu, Rei!" teriak Ruto sambil terus berlari. "Sapu itu tidak akan berhenti sebelum berhasil menangkap kita!"

Reina mengangguk. Genggaman tangannya pada Ruto mengerat kuat. Gadis itu takut kakinya tak sanggup jika dipaksa untuk terus berlari. Beberapa orang yang mereka lewati pun tampak tak peduli. Seolah-olah, sapu itu tak muncul di penglihatan mereka.

"Aduh!"

Mimpi buruk itu terjadi. Reina terjatuh dan kakinya terkilir. Sementara itu, Ruto terlihat panik saat melihat jarak antara mereka dengan sapu itu semakin dekat.

Reina menangis. Gadis itu memejam rapat, tidak berani melihat hal buruk yang sebentar lagi akan terjadi. Tangannya meremas baju bagian depan milik Ruto dengan kuat. Sampai akhirnya, terdengar bunyi kayu yang dipatahkan dengan paksa.

"R-ruto?"

Reina membulatkan matanya saat melihat wujud Ruto yang lain. Penampilan laki-laki itu berubah. Kedua matanya menjadi sebiru langit---dengan lambang bintang di ujung mata sebelah kiri---dengan sinar biru yang mengelilinginya.

Refleks, Reina menarik tangannya dari kaos hitam milik Ruto. Gadis itu menyeret tubuhnya untuk menjauh dari laki-laki di hadapannya.

"Bukankah sudah kukatakan. Kau punya sesuatu yang menarik perhatian sapu itu, Rei. Lebih tepatnya, menarik perhatianku."

Tiba-tiba saja, Ruto menghilang. Pikirnya, ini adalah kesempatan. Jadi, Reina bersiap untuk berdiri dan berlari sejauh mungkin. Namun tubuhnya langsung terjatuh dan, sialnya, jatuh tepat di pelukan Ruto.

"Kau tidak berniat kabur dariku, kan, Rei?" tanya Ruto pelan, nyaris seperti berbisik. "Jangan sampai dirimu bernasib sama seperti sapu itu, lho."

Mendengar itu, Reina semakin terisak. Firasatnya menjadi tidak enak, apalagi saat melihat Ruto yang tersenyum sambil terus menatapnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro