43. Atas Dasar Kebaikan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

43. Atas Dasar Kebaikan
"Jika perilaku buruk dimaklumkan atas dasar kebaikan, maka dunia ini akan diisi dengan manusia 'baik' yang berperilaku buruk."

-———-

MATA Hanina tak bisa lepas dari punggung tangan Galileo saat berada di dalam mobil. Tangan lelaki itu berdarah karena efek dari kejadian tadi. Tentu itu membuat Hanina menjadi khawatir, ia ingin sekali menanyakan keadaan Galileo, hanya saja saat ini aura lelaki itu terasa begitu menyeramkan.

Galileo memang selalu seperti itu. Hanina selalu tidak berani mendekatkan diri ke arah Galileo ketika lelaki itu marah. Galileo seakan-akan memasang radar kepada semua orang bahwa suasana hatinya sedang tidak baik, jadi jangan macam-macam sampai mood-nya kembali normal. Dan Hanina pun mencoba untuk membiasakan diri dengan emosi lelaki itu saat marah, walaupun hal tersebut tidaklah mudah.

Mobil yang mereka tumpangi akhirnya sampai di pelataran rumah. Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Galileo langsung keluar dari mobil tersebut. Hanina pun ikut menyusul kakaknya. Gadis itu mengekori Galileo sampai masuk ke dalam lift.

"Kakak marah?" Hanina memberanikan diri bertanya.

Galileo tak menjawab. Lelaki itu malah fokus menekan tombol lift menuju lantai kamarnya. Tak butuh waktu lama sampai akhirnya pintu lift tersebut kembali terbuka. Tanpa basa-basi Galileo langsung keluar dari sana.

Hanina buru-buru mengejar lelaki itu. Tanpa pikir panjang Hanina menahan tangan Galileo agar lelaki itu tidak masuk ke dalam kamarnya. "Kak Lele," panggilnya.

Galileo menghela napas dalam-dalam. Kemudian tanpa diduga lelaki itu membalikkan badannya dan langsung memeluk Hanina dengan erat. Lelaki itu diam pada posisi itu selama beberapa saat. Entah kenapa Galileo merasa sangat nyaman memeluk Hanina seperti ini.

"Kenapa lo selalu bikin gue kayak gini, Nin?" Galileo membuka suara.

"Maaf kak, aku selalu nyusahin," ucap gadis itu. "Tapi aku beneran jujur. Aku sama sekali ga ngelakuin teror teror yang mereka bilang. Aku—"

"Iya, udah. Gue tau bukan lo yang lakuin." Tangan Galileo mengelus rambut Hanina dengan lembut sembari menatap teduh ke arah mata gadis itu.

"Kenapa kakak percaya kalo aku bukan pelakunya?" tanya Hanina.

"Karena ... lo tolol, jadi kaga mungkin banget lo jadi peneror-peneror begitu." Jawaban Galileo membuat suasana yang tadinya mellow, seketika berubah jadi menyebalkan.

"Emang kakak beneran kena teror?" tanya Hanina lagi.

Galileo menggeleng dengan enteng. Kemudian lelaki itu berjalan menuju kamarnya. Mendapat jawaban seperti itu tentu membuat jiwa penasaran Hanina jadi semakin naik. Gadis itu kembali mengekori Galileo. "Tapi tadi bilangnya iya."

"Kaga. Ngibulin mereka doang," ujar Galileo santai.

Mata Hanina mendelik. "Kakak bohong?"

"Iya. Gue mah pinter, Nin. Kaga kayak lo. Bukannya diem aja, malah ngaku kaga kena teror. Ribet kan jadinya," gerutu Galileo kesal.

"Masa aku harus bohong?"

"Gausah bohong. Cukup diem aja. Gampang kan?"

"Ih, gamau lah. Nanti Lizi jadi maung kalo aku ga jawab pertanyaannya dia," ucap Hanina sambil bergidik ngeri.

"Ya tenang ae, kan ada gue."

"Justru malah makin serem. Kakak kalo udah marah serem banget. Aku jadi berasa uji nyali duduk di sebelah kakak," ceplos gadis itu.

Galileo mendengus. Padahal kan yang membuat Galileo meledak-ledak seperti itu cuma Hanina.

"Tapi kak, aku jadi kepo sama teror yang dimaksud mereka," ucap Hanina. "Apa itu ada hubungannya sama coretan di kaca vila dan halaman sekolah?" Hanina mengerutkan alisnya.

"Beda," ucap Galileo.

"Kakak tau darimana?" tanya Hanina sembari menatap Galileo curiga.

"Feeling."

"Jangan-jangan ..."

"Apa?"

"Kakak ..."

"Apa?"

"Gapapa."

"Dih, kaga jelas lu," ujar Galileo kesal. Lelaki itu kemudian membuka pintu kamarnya. Galileo hendak masuk ke dalam kamarnya, akan tetapi Hanina masih tetap diam di tempat. "Kenapa? Mau ikut masuk juga?"

"Eh, nggak kak." Hanina menggelengkan kepalanya. "Aku cuma mau ngingetin jangan lupa tangannya diobatin."

"Ngingetin doang nih?"

Hanina mengangguk.

"Ya udah sono lu!" usir Galileo. Lelaki itu mendadak kesal karena Hanina tidak mengerti dengan kode dari ucapannya. Tanpa basa-basi Galileo langsung menutup pintu kamarnya, meninggalkan Hanina yang masih berdiri di depan kamarnya.

Selama beberapa saat Galileo terdiam di tempat. Memijat-mijat pelan pelipisnya untuk mengistirahatkan pikirannya. Namun bukannya menjadi tenang, Galileo justru kembali teringat akan kejadian di sekolah tadi. Bagaimana bisa mereka semua menuduh Hanina sebagai pelaku?

"Shit!" umpat Galileo. Sepertinya lelaki itu harus kembali menyusun rencana.

-———-

SCENE SELANJUTNYA BERISIKAN KONTEN SENSITIF. APABILA DIRASA TIDAK NYAMAN SILAHKAN SEGERA MENUTUP PART KALI INI.

-———-

HARI ini satu sekolah digemparkan dengan berita yang disebarkan oleh salah satu akun anonim di website siswa-siswi Diratama International School. Berita itu sangat mengejutkan bagi seluruh angkatan.

HOT NEWS! SEORANG GADIS DARI KELAS 11A MENGAKU SEBAGAI PENYUKA SESAMA JENIS!

Karena berita itulah pagi ini Tamara disambut dengan tatapan tak mengenakkan dari segala penjuru sekolah. Tentu Tamara tak tinggal diam, gadis itu balas menatap satu persatu orang yang terlihat sok jagoan kepadanya.

"Ada masalah apa lo pada? Kalau berani sini satu lawan satu. Jangan belaga sok jago kalo mental masih patungan," seru Tamara.

Perkataan Tamara itu membuat mereka yang tadinya menatap ke arah gadis itu jadi buang muka. Akan tetapi bukannya kicep karena dilabrak seperti itu, mereka justru mulai bisik-bisik membicarakan sikap Tamara yang terkesan sangat songong itu.

"Sombong banget. Gue kalo jadi dia malu banget sih, ga bakalan keluar rumah."

"Masa suka sama sesama jenis? Disgusting!"

"Gue doain semoga bisa nikah terus hidup bahagia di Jerman wkwkwk ngakak banget. Jangan lupa juga konten tiktoknya."

"Seriusan deh. Gue jadi takut deket-deket sama dia. Nanti gue dilesbiin lagi."

"Geli banget sumpah. Gue paling anti sama namanya penyuka sesama jenis. Lesbian? Gay? Orang-orang kayak gitu ga pantes hidup."

"Binatang aja ga pernah bingung sama jenis kelaminnya."

"Penyakitan! Ga Normal! Dasar sampah!"

"KIAMAT makin deket nih gara-gara BANYAK PENDOSA."

"Bukan menghujat ya, CUMA SEKEDAR MENGINGATKAN. Hidup itu yang NORMAL-NORMAL aja, jangan aneh-aneh. Suka ya harus sama LAWAN JENIS. Masa iya sama SESAMA JENIS? Emang mau mati masuk NERAKA? Kalau gue sih maunya masuk SURGA. Jangan marah ya, gue kan mengingatkan KEBAIKAN."

Entah darimana tiba-tiba gadis itu berdiri di hadapan Tamara dan berkata panjang lebar seperti itu. Membuat orang-orang disekitar Tamara jadi memusatkan perhatian ke arahnya.

"Maksud lo apa?" Tamara angkat bicara.

"Gausah sok bego deh. Lo kan penyuka sesama jenis. Ih, jijik banget gue bilangnya," celetuk gadis lain yang berdiri di sebelah gadis tadi.

"Ya terus kenapa? Masalah buat lo?"

"Jangan nyolot dong! Gue kan ngingetin demi kebaikan lo, demi kebaikan semua orang. Kita gamau kali kena ciprat dosa lo," ucap gadis itu.

Tamara terkekeh mendengar perkataan tanpa dasar yang gadis itu ucapkan. "Dosa, dosa, ludah lu tuh nyiprat." Tamara mengusap wajahnya yang terkena cipratan dari air liur gadis di hadapannya.

"Sumpah deh. Dikasi tau malah batu banget. Masuk neraka tau rasa lo!"

"Lebih baik gue masuk neraka ketimbang harus ketemu sama lo di surga," ujar Tamara sebelum akhirnya pergi meninggalkan tempat tersebut menuju kelasnya.

Bukannya lepas dari tatapan sinis orang-orang, Tamara justru kembali disambut oleh teman sekelasnya dengan cibiran-cibiran yang sama seperti tadi. Mengatainya sampah lah, calon penghuni neraka, menjijikkan, nista dan banyak lagi perkataan yang katanya mengingatkan kebaikan itu.

Sebenarnya Tamara tidak tahu bagaimana bisa beritanya begitu heboh hari ini. Yang Tamara yakini adalah salah satu dari orang yang kemarin ada di kelas pasti membocorkan semua berita ini.

Dengan santai Tamara berjalan menuju bangkunya. Tentu hal seperti ini tidak mungkin membuat mental Tamara jadi ciut. Sori sori aja nih, mental gadis itu sudah bagaikan baja setelah ditempa bertubi-tubi oleh keluarganya. Jadi omongan seperti itu benar-benar tidak mempengaruhi Tamara. Ya walaupun Tamara cukup merasa geram dengan cacian yang mereka lontarkan.

"Are you okay, Tam?" Jaden mendekat ke arah Tamara saat gadis itu telah duduk di bangkunya.

"I'm fine," ucap Tamara.

"Seriusan lah, anjing banget orang yang masukin berita lo ke website sekolah!" Jaden duduk di sebelah Tamara sembari menggebrak meja, membuat beberapa orang di kelas menjadi terkejut karena ulahnya.

Tamara yang mendengar hal itu langsung mengernyitkan dahinya bingung. "Website sekolah?" tanyanya.

"Iya, ada yang post foto lo, cuma udah dihapus setelah beberapa detik sama pengurus website," jelas Jaden.

"Kok bisa ya ada yang tau berita itu? Emang kamu ada bilang ke orang lain, Tam?" Syafa bertanya sambil mencondongkan badannya ke depan.

"Gue yakin, ini pasti penerornya yang lakuin! Dia pasti geram liat—"

"Den." Nota menatap ke arah Jaden kesal karena lelaki itu bicara tanpa difilter terlebih dahulu, padahal posisinya mereka sedang berada di kelas.

"Eh, maap maap," ucap Jaden sambil cengengesan. "Intinya lo ga usah down, Tam. Kita semua ada dipihak lo," ucap Jaden.

Syafa mengangguk, "Iya, Tam. Aku sama Georgie juga mihak kamu kok."

Tamara mendengus, "Gausah. Gue bisa sendiri." Bukannya terhibur, Tamara justru merasa risih diperlakukan seperti itu. Seolah-olah nasibnya sungguh mengenaskan. Padahal Tamara tidak merasa seperti itu sama sekali. Justru ada hal lain yang ia cemaskan saat ini. Siapa lagi kalau bukan Miss Rami. Bagaimana jika berita ini jadi menyeret-nyeret nama beliau? Tamara benar-benar tak menginginkan hal itu terjadi.

"Eh, tapi kalau beneran Hanin yang neror, parah banget sih ini. Masa dia sejahat itu sih? Menurut aku ga mungkin banget. Iya kan, Liz?" Syafa menoleh ke arah gadis itu.

Lizi yang sejak tadi sudah geram akhirnya bangkit dari duduknya lalu menghampiri Hanina yang baru saja datang bersama Galileo. Tanpa basa-basi Lizi langsung menjambak rambut Hanina kuat-kuat. Tentu hal tersebut membuat seisi kelas langsung terkejut.

"Anjing lo! Sampah banget kelakuan lo!"

Hanina meringis kesakitan. Gadis itu benar-benar terkejut karena tiba-tiba dihampiri oleh Lizi dan langsung dijambak begitu saja. "Liz, kamu kenap—"

"Gausah banyak bacot lagi lo bangsat! Ngaku aja lo jangan banyak akting!"

Galileo yang melihat itu tentu tak tinggal diam. Lelaki itu langsung mendorong Lizi kuat-kuat, sehingga membuat tubuh gadis itu terhuyun ke belakang menjauhi Hanina. "Ngapa lagi sih lo?"

"Please, Kansa. Kali ini lo harus dengerin gue. Gue yakin seratus persen dalang dibalik teror ini tuh dia! Lo liat sendiri aja sekarang rahasia Tamara diungkap sama Hanin, bisa jadi target dia selanjutnya itu kita," ujar Lizi sambil menatap Galileo lekat-lekat, berharap lelaki itu akan percaya kepadanya.

"Jadi Hanina yang bocorin tentang Tamara di website sekolah?"

Bisik-bisik itu kemudian terdengar setelah ucapan Lizi tadi. Pandangan penuh tanya pun kini tertuju ke arah Hanina, membuat gadis itu menjadi tersudutkan.

Hanina menggeleng kuat. "Nggak, bukan aku bukan aku ..." lirih gadis itu.

Galileo menghela napasnya. Sepertinya keadaan sekarah telah berbalik, menyudutkan Hanina. Galileo tidak punya banyak waktu untuk memikirkan rencana lain. Ia tidak mau kalau sampai berita-berita aneh tentang Hanina jadi bermunculan. Karena hal itu, Galileo tidak punya pilihan lain selain mengaku.

"Bukan Hanin. Gue yang neror lo semua! Gue juga yang nyebarin berita tentang Tamara. Kenapa? Ada masalah?" tantang Galileo sembari menatap nyalang ke arah Lizi.

Mata Lizi melotot. Gadis itu menggeleng kuat tak percaya dengan ucapan Galileo tadi. "Nggak, nggak mungkin! Ga logis banget lo yang ngirimin ini semua. Apalagi lo juga dapet teror itu," ucapnya.

"Terserah lo mau percaya apa ngga," ujar Galileo. Lelaki itu hendak berjalan menuju bangkunya, akan tetapi Junar malah menghampirinya. Tidak. Lelaki itu tanpa aba-aba langsung menghadiahkan pipi Galileo dengan pukulan yang cukup kuat, membuat Galileo jadi tersungkur ke lantai.

Tak sampai di situ saja. Junar langsung memberi pukulan bertubi-tubi pada Galileo sebelum lelaki itu berhasil untuk menangkisnya. "Anjing!" umpat Junar.

Seisi kelas langsung heboh karena hal tersebut. Terutama Lizi yang langsung berteriak histeris. Junar yang lepas kendali jauh lebih menyeramkan dari apa yang kalian bayangkan. Sekalipun Galileo lumayan pintar dalam bela diri, akan tetapi lelaki itu pasti kewalahan meladeni Junar yang pernah dinobatkan sebagai pertarung liar.

"Woi, bantu pisahin. Parah itu!" Jaden langsung bangkit dari duduknya, disusul oleh beberapa laki-laki lainnya termasuk Georgie. Sedangkan Nota lebih memilih untuk keluar kelas dan memanggil guru piket, daripada harus terlibat dalam pertarungan yang pasti berunjung akan berujung di RBS.

Setelah berusaha sekuat tenaga, Jaden, Gerogie dan yang lainnya akhirnya berhasil memisahkan Galileo dan Junar yang wajahnya sudah tidak berbentuk lagi.

"Maksud lo ngirim begituan apa hah?! Pengecut lu bangsat!"

Galileo tertawa sinis. Lelaki itu menepis tangan Georgie yang berusaha membantunya bangun. Ia menyeka darah yang mengalir di sudut bibirnya. Kemudian bangkit dari duduknya sembari menepuk-nepuk seragam sekolahnya yang menjadi kotor.

"Lo pikir gue bakalan diem aja setelah apa yang lo semua lakuin?" Galileo menatap tajam ke arah Junar. "Kenapa? Takut lo?"

Junar balik menatap geram ke arah Galileo, kemudian secara tiba-tiba ia meludah tepat di wajah Galileo. Junar melempar senyum sinis ke arah lelaki itu. "Cupu lo!" umpatnya.

Galileo mengusap kasar wajahnya. Lelaki itu hendak kembali mendekat ke arah Junar, memberikan balasan atas kelancangannya itu. Akan tetapi guru piket sudah lebih dahulu datang dan mencegah hal tersebut terjadi.

"Junar! Galileo! Tamara! Kalian bertiga ikut saya sekarang!"

-———-

GAMES FOR FUN

Coba kalian deskripsiin tokoh-tokoh di dalam cerita ini sesuai dari sisa baterai hape kalian.

Boleh dijelasin secara detail apa yang kalian tangkep dari tokoh tersebut, baik sisi negatif atau positifnya. Atau ciri-ciri mereka yang ada dibayangan kalian.

1-11% : Hanina

11-22% : Syafa

23-33% : Lizi

34-44% : Junar

45-55% : Tamara

46-66% : Georgie

67-77% : Jaden

78-88% : Nota

89-100% : Galileo

-———-

!GRUP TELE!

YANG MAU GABUNG GRUP TELE BISA LANGSUNG CHAT TELEKU (@pingetania) BILANG AJA MAU GABUNG GRUP TERUS SERTAIN DENGAN SS-AN AKUN WATTPAD KALIAN. JANGAN SPAM YA.

-———-

ET DEMIAPAZI GALILEO ADALAH SI RUTOZ YANG SELAMA INI NEROR MEREKA SEMUA. KALIAN PADA PERCAYA GA?!?!?

Chill sayang sayangku. Cerita ini masih 2/3 jadi. Masih lama endingnya, jadi jangan berharap semuanya selesai semudah itu🤭

Sumpah ya aku tu bingung kenapa kalian gercep banget vommentnya. Mana bentar lagi cerita ini masuk ke 1 juta views lagi. Gewla gewla. Apakah aku harus tumpengan beneran?

3,5k votes + 6k komen for next!

22-05-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro