Kejadian Tak Terduga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Reader's POV

"(Y/n)? Ayo bangun! Sudah pagi! Sebaiknya kamu bersiap-siap!"

Enkidu memanggilku, membangunkanku dari tidurku. Aku masih merasa sangat mengantuk tapi rasa kantuk ini harus ku tahan. Baiklah, ayo mandi!

Enkidu memilihkan tunik untukku. Tunik berwarna putih dengan garis-garis emas lalu selendang berwarna putih. Kata Enkidu, sebaiknya jika diperayaan kita memakai pakaian berwarna putih karena dianggap suci.

Aku membersihkan tubuhku sedangkan Enkidu menungguku diluar. Aku mengingat kejadian kemarin. Entah bagaimana nanti ketika aku bertemu dengan Gilgamesh. Aku tidak peduli jika dia harus menghukumku. Lebih baik aku mati sekarang daripada harus berlama-lama dengannya.

Setelah selesai, aku mengeringkan tubuhku lalu memakai tunik yang dipilih oleh Enkidu tadi. Aku membuka pintu kamar mandi (?) dan langsung menyisir rambutku. Enkidu juga membantuku memilih hiasan rambut yang harus ku pakai.

Pita yang berbentuk bunga. Tidak salah aku memakai pita ini pada saat upacara pengangkatan? Masa bodohlah! Aku ingin cepat-cepat selesai.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara ketukan pintu lalu tak lama pintupun terbuka. Ibu dan beberapa teman pelayanku terkejut ketika melihatku sudah selesai bersiap-siap.

"Wah (Y/n)! Kamu sudah bangun dan sudah selesai berdandan pula! Sang raja pasti akan sangat mengagumimu!" ucap Ibu.

Aku tidak mengatakan apa-apa dan hanya melihat mereka dengan tatapan datar. Kemudian mereka mengantarku ke ruang makan, kata mereka sang raja sudah berada disana sambil menungguku dan sarapan kami.

"Sang raja meminta kami untuk membangunkanmu lalu setelah itu membawamu ke ruang makan. Bagaimana hubungan kalian sejauh ini, nak?" tanya Ibu.

"Kami tidak memiliki hubungan yang spesial Ibu. Kami hanya berteman, tidak lebih dan akupun tidak mencintainya," jawabku dingin.

Ibu terlihat terkejut, bukan dengan jawabanku tapi mungkin lebih ke nada bicaraku. Aku tidak pernah secuek atau berbicara sedingin ini kepada seseorang disini sebelumnya.

Wajah sedih masih terpasang di wajah Enkidu. Dia kemudian memegang tanganku lalu tersenyum lembut kepadaku.

"(Y/n), aku mengerti perasaanmu. Jujur, perasaanku juga sakit melihat seseorang yang kau cintai tidur dengan sahabatmu sendiri tapi itu adalah sebuah ritual, ritual suci bagi kami. Butuh waktu juga bagiku untuk bisa terbiasa dengan semua ini.

Tapi (Y/n), aku harap kau tidak membahas ini di depan Gilgamesh. Gil memang tidak akan keberatan dan akan menjelaskannya kepadamu tapi kau ... tahu ... para tetua juga akan sarapan bersama kalian dan para pelacur kuil akan melayani kalian. Kau ... tahu apa maksudku kan? Para tetua sangat sensitif akan hal ini jadi ..."

"Aku mengerti, terima kasih," bisikku kepada Enkidu.

"Ada apa nak? Apa yang kau katakan tadi?" tanya Ibu bingung.

"Hm? Tidak kok bu, tidak ada apa-apa!"

Kedua prajurit yang menjaga ruang makan membukakan pintu emas itu untukku. Ibu membungkukkan tubuhnya, memberikan hormat entah kepada siapa. Aku dapat melihat Gilgamesh dan 5 orang tetua kemarin sedang berbicara mengenai sesuatu.

Melihatku yang sudah datang, keenam pria-pria tua bangka ini menghentikan aktivitasnya. Mereka menatapku dengan tatapan yang tidak ku ketahui --kecuali Gilgamesh yang masih menatapku dengan tatapan sedih.

"Berikan hormat kepada mereka (Y/n)," ucap Enkidu.

Aku membungkukkan tubuhku dalam-dalam dan setelah beberapa menit, aku menegakkan tubuhku. Enkidu memintaku untuk berjalan kearah Gilgamesh lalu duduk disampingnya. Tatapan harus lurus tanpa melirik sana-sini.

Aku sungguh sangat berterima kasih kepada Enkidu. Dia sangat membantuku. Maklum, aku orang zaman modern yang tidak tahu menahu soal adat orang zaman purba.

"Ehehe, seorang Putri dari Uruk yang penuh dengan sopan santun! Sangat cocok untuk dijadikan permaisuri sang raja! Wajahnya juga sangat menawan! Sungguh perempuan langka!" ucap salah seorang tetua yang lebih tua.

"Euryhar, gadis ini masih sangat muda. Masih belum bisa menjadi seorang permaisuri dan mengurus urusan kerajaan Uruk yang berat. Tapi dia bisa dilatih mulai dari sekarang," balas tetua yang berada disebelahnya yang mempunyai rambut coklat.

"Tidak, Ijilirr! Justru dengan umur yang seperti inilah yang bagus dan cocok untuk dijadikan permaisuri!" tolak tetua yang berada disamping kiriku yang memiliki jengjot putih dan tidak memiliki rambut di kepalanya.

"Aku sependapat dengan Farban! Yang Mulia Putri dapat memberikan banyak keturunan kepada Raja Gilgamesh! Apalagi umurnya masih sangat muda! Aku, Noerix, merasa sangat terberkati! Para dewa sangat menyayangi Raja Gilgamesh hingga mereka mengutus seorang dewi cantik ini untuk dipersembahkan kepada Raja Gilgamesh!"

'Andai ... kau tahu kalau aku ini terjebak di duniamu. Ugh, aku ingin pulang! Aku ingin bersekolah!!!!!!!!!! Pasti pelajaranku sudah ketinggalan dan AKU LUPA KALAU NANTI JIKA NILAIKU TURUN, BEASISWA YANG SELAMA INI KU DAPAT AKAN HILANG!!!!!!'

"(Y/n), tenangkan dirimu! Jangan panik!" ucap Enkidu.

Aku berusaha mengatur napas, berusaha berpikir positif.

"Menurutku, bagaimana jika kita latih dulu Putri (Y/n) untuk menjadi permaisuri yang baik untuk Uruk nantinya? Jangan gegabah, memang usianya cocok untuk dijadikan permaisuri tapi ingatkah kalian kalau dia dulunya adalah seorang pelayan? Dia tidak dididik dengan benar. Aku, Hweil, yang akan mendidiknya untuk bisa menjadi permaisuri yang baik. Lagipula umur kami tidak beda jauh," ucap tetua yang lebih muda dari tetua yang lain.

Para tetua yang berada disini mengangguk setuju dengan tetua yang bernama Hweil itu. Aku tetap menundukkan kepalaku, sedangkan Gilgamesh, aku tahu kalau dia memerhatikanku.

Wajahku datar, aku tidak bisa tersenyum atau memperlihatkan ekspresi apa-apa. Yang sekarang kupikirkan yaitu tentang beasiswaku, tentang sekolahku, tentang adik-adikku dan tentang Mama.

Para pelacur kuil masuk ke ruang makan dengan membawa beberapa mapan yang berisi makanan juga buah. Ada juga beberapa dari mereka yang membawa anggur. Ugh, no anggur please.

Shamhat mendatangi sang raja lalu menuangkan anggur itu di cawan Gilgamesh. Kemudian dia mengahadapku, aku masih menundukkan wajahku. Maafkan aku tapi aku masih tidak bisa melihat wajahnya atau wajah Gilgamesh.

"Tunggu, Shamhat," ucap Gilgamesh, "bawakan air dan tuangkan air itu untuknya. (Y/n) tidak bisa minum anggur," sambung Gilgamesh lembut.

"Baik Yang Mulia," Shamhat membungkukkan tubuhnya lalu meletakkan tempat anggur tersebut dan langsung pergi mengambil air untukku.

Makanan sudah dihidangkan, para tetua juga sudah mulai makan, begitu juga dengan Gilgamesh. Mereka bercanda-ria, membicarakan tentang ini dan itu. Salah seorang tetua yang lebih muda yang mempunyai nama Hweil hanya terdiam, sama sepertiku.

Hm, mengapa dia bisa menjadi tetua ya? Padahal dia masih muda. Shamhat juga sudah kembali dan dia segera menuangkan air untukku.

"Yang Mulia Putri, mengapa makanannya tidak dimakan? Dan mengapa anda menunduk terus?" ucap tetua yang berada disampingku yang mempunyai nama Farban.

"T-tidak! Aku ... tidak apa-apa, terima kasih atas perhatianmu!"

"Tidak masalah Yang Mulia. Atau ... apakah anda sakit? Rasa mual atau pusing? Jangan-jangan anda hamil?"

"Uhuk!" terdengar Gilgamesh yang terbatuk-batuk.

Para tetua dan pelacur kuil melihatku. Hah? HAMIL? AKU BAHKAN BELUM PERNAH BERSETUBUH BAGAIMANA CARANYA AKU BISA HAMIL HUH? DASAR TETUA DAN RAJA SAMA SAJA!

"Hamil? Mungkinkah itu? Puja para dewa! Yang Mulia Putri mengandung anak dari sang raja!"

Gilgamesh melihatku, akupun juga demikian. Aku menganga. ATAU JANGAN-JANGAN DIMALAM ITU KEPERAWANANKU SUDAH DIAMBIL OLEHNYA?!

Aku menatapnya tajam, mengambil pisau yang berada disampingku berniat ingin membunuhnya dan menghancurkan tubuhnya dengan pisau tersebut.

"Tunggu! Tunggu! Apa yang ingin kau lakukan? (Y/N)!!!!"

Semua orang yang berada disini terlihat bersuka-cita, kecuali aku. Kecuali aku yang benar-benar ingin membunuh kepala emas sialan ini.

"Tunggu! Tunggu! Ini adalah sebuah kesalahpahaman! Aku tidak pernah tidur dengan (Y/n) dan aku yakin (Y/n) juga tidak hamil! Mungkin dia kurang tidur atau kelelahan!" jelas Gilgamesh.

Semua orang yang berada disini menjadi diam. Beberapa dari mereka terlihat sedih, sama dengan tetua yang berada disampingku. Dia terus menerus mengucapkan 'sangat disayangkan, sangat disayangkan'.  Sangat disayangkan gundulmu!

Aku kembali meletakkan pisau ini di tempatnya, baik Enkidu maupun Gilgamesh menghembuskan napas lega.

-----

Setelah sarapan, kamipun kembali merayakan perayaan ini. Mau tak mau akupun juga harus makan karena Enkidu terus memaksaku untuk makan. Katanya aku akan pingsan nanti jika tidak makan.

Para pelacur kuil dan pelayan-pelayan baik laki-laki maupun perempuan bernyanyi dengan merdu. Tapi nyanyian ini lebih singkat dari nyanyian kemarin dan dinyanyikan berulang kali.

Arak-arakan Dewa Enki diangkat dan para pelayan laki-laki --termasuk Ayah menaruh pegangan itu di bahu mereka. Gerbang istana dibuka, rakyat-rakyat terlihat disana.

Gilgamesh menggendongku lalu menaikkanku ke punggung kuda. Heh? Disini ada kuda? Lalu Gilgameshpun menaiki kuda ini.

Ibu berjalan disamping kiriku sambil membawa sesuatu sejenis payung, begitu juga dengan Nona Siduri berjalan disamping kananku.

Gilgamesh memegang perutku dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang ikatan kudanya. Entah apa namanya, aku sudah melupakannya.

Samar-samar aku bisa melihat bekas tamparanku dipipinya. Pipinya bengkak sedangkan bibirnya lecet sedikit. Entah mengapa aku merasa sedikit bersalah.

Shamhat kembali menjadi pemimpin teman-temannya. Para tetua berjalan mendahului mereka. Mereka akan kemana?

"Kita akan ke Sungai Eufrat. Perjalanan akan sedikit jauh dan melelahkan," ucap Gilgamesh singkat.

"Oh," balasku.

Sepertinya Gilgamesh dapat membaca pikiranku? Baru saja aku penasaran dengan kemana kita akan pergi dan dia langsung menjawabnya.

Terlihat tembok besar yang mengelilingi kota ini. Rakyat-rakyat juga melempar bunga kepada kami. Bunga dengan warna beragam.

Rakyat-rakyat ini juga melihatku dengan tatapan kagum. Apalagi sang raja melingkarkan tangannya ke perutku, pasti mereka akan berpikir kalau aku adalah kekasih sang raja.

Ugh, menjijikkan! Setelah pulang nanti aku juga ingin mandi! Gilgamesh memegangku dan aku tidak mau tubuhku kotor karena pegangannya.

"Um, (Y/n)? Ada apa denganmu? Mengapa wajahmu seperti itu? Lihat, Gilgamesh sedang memerhatikanmu," ucapan Enkidu mengejutkanku.

Aku melihat Gilgamesh dan benar saja, dia sedang melihatku. Jarakku dengan jaraknya sangat dekat. Aku mundur menjauh darinya lalu membuang wajahku darinya.

Dia masih memerhatikanku dan ini sungguh membuat hatiku semakin panas! Ugh, berhentilah menatapku! Aku membuang napas pasrah dan hanya bisa berdoa agar dia segera menjatuhkanku dari kudanya.

"Mengapa kau membenciku (Y/n)?" tanyanya tiba-tiba.

Ibu dan Nona Siduri langsung melihat kami. Wajah Ibu terlihat khawatir dan sedih, mungkin Ibu sadar kalau aku sedang badmood atau khawatir karena hubunganku sedang tidak baik dengan kepala emas sialan ini?

Aku tidak menjawab pertanyaan Gilgamesh. Aku sangat malas, sangat malas. Aku tidak ingin meladeninya. DAN BERHENTILAH MENATAPKU!

"Melihatmu yang memperlakukanku seperti ini ... sungguh membuat hatiku terluka. Tapi ... mungkin aku harus memberikan sedikit waktu untukmu?" ucapnya.

Lagi, aku tidak membalasnya. Tatapanku lurus kedepan dan yang dipikiranku hanya aku yang ingin cepat-cepat mandi.

Kami sekarang sudah berjalan digurun. Aku merasa sedikit kasihan kepada orang-orang yang akan membersihkan jalanan nanti karena jalanan dipenuhi oleh bunga dan sampah lainnya.

Sudah beberapa puluh menit kami berjalan dan Sungai Eufrat mulai terlihat. Para pelacur kuil juga sudah berhenti menari dan bernyanyi tapi mereka akan melanjutnyannya nanti setelah kami sampai di sungai itu.

Gilgamesh juga tidak mengatakan apa-apa lagi. Akupun juga bersyukur akan hal tersebut. Aku merasa kasihan pada orang-orang yang berada disini, apakah mereka tidak capek berjalan jauh dari istana sampai kesini? Apalagi mereka harus kerja ini dan itu sebelumnya.

"Nak," panggil Ibu.

"Iya bu?"

"Disinilah Ayah dan Ibu menemukanmu beberapa waktu yang lalu," jelas Ibu dengan lembut.

Aku menatap gurun ini. Gurun ini terlihat sangat luas dan sepi, mengingatkanku pada Mesir. Bukan hanya Mesir tapi juga mumi-mumi yang ada di film-film.

Bagaimana kalau tempat ini dikutuk? L-lalu ada mumi yang bisa hidup kembali? Lalu makhluk-makhluk aneh dan menyeramkan menculikku lalu memakanku hidup-hidup?!

Seketika bulu kudukku berdiri. Aku menggeleng kepalaku, menjauhkan semua pikiran-pikiran itu. Aku terlalu banyak membaca dan menonton film yang seperti itu. Huh!

Aku kembali memerhatikan gurun. Eh apa itu? Aku melihat sesu-- seseorang! Benar seseorang! Dan orang tersebut tidak sadarkan diri! Aku harus menolongnya!!

Aku berusaha melepaskan diri dari Gilgamesh. Seperti biasa, tenaganya lebih besar dariku dan aku kesusahan melepaskan diri darinya.

"(Y/n), ada apa denganmu?" tanya Gilgamesh dengan nada sedikit marah.

"Ada orang yang tak sadarkan diri disana! Aku harus menolongnya!"

"Huh?"

Aku menunjuk dimana ada orang berbaring tak sadarkan diri disana. Gilgamesh terkejut, Ibu juga sama terkejutnya.

Dengan cepat Gilgamesh memisahkan diri dari rombongan dan hal ini menghentikan gerakan orang-orang yang ada disini termasuk para tetua dan pelacur kuil.

Gilgamesh memacu kudanya dengan cepat, menghampiri orang yang tak sadarkan diri ini. Dari atas kuda ini, aku sudah bisa melihat wajahnya.

Jantungku berdetak dengan sangat sangat kencang. Tanganku juga gemetar dengan hebat. Aku berusaha turun dari kuda ini dan aku berhasil karena Gilgamesh juga sedang lengah.

Aku terjatuh ketika aku turun dari kuda Gilgamesh tapi dengan cepat aku berdiri dan menghampiri orang ini, lelaki ini.

"(Y/N)!" panggil Gilgamesh.

"SORA-KUN! SORA-KUN BANGUNLAH! SORA-KUN!!!!" panggilku sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sora-kun yang tak sadarkan diri ini.

Aku memegang wajahnya, memegang tangan dan kakinya. Dia memakai yukata, mungkin sedang ada perayaan di Jepang. Tapi sialnya aku tidak tahu perayaan apa yang sedang digelar.

Gilgamesh menghampiriku, Enkidu juga terlihat panik dan terkejut. Para tetua dan Ibu juga menghampiri kami. Aku menggoyang-goyangkan tubuh Sora-kun, berharap agar dia baik-baik saja.

"(Y/n), tenanglah! Dia hanya tertidur!" ucap Gilgamesh setelah dia memeriksa Sora-kun.

"Yokatta! Sora-kun! Sora-kun!!" aku menangis bahagia dan memeluknya dengan erat.

Semua yang berada disini terlihat terkejut. Ibu memegang bahuku, berusaha menenangkanku.

"(Y/n), kau tahu lelaki asing ini?" tanya Gilgamesh.

"Benar! Aku mengenalnya! Dia adalah temanku! Sahabatku! Aku mohon, tolong dia! Aku akan melakukan apapun! Aku akan melakukan apapun tapi aku memohon padamu, tolonglah dia Gilgamesh!"

Aku bersujud kepadanya, berusaha meminta pertolongannya. Aku tidak ingin kehilangan sahabatku, tidak ingin! Apalagi dia berada disini, bersamaku! Aku tidak lagi sendirian!

"Angkat kepalamu, (Y/n) dan hapus air matamu! Aku akan menolongnya. Sebentar lagi kita akan sampai dan kita dirikan tenda disana. Bersabarlah," ucapnya lalu dia meninggalkan kami.

"Terima kasih, Yang Mulia!"

Aku tidak tahu apakah dia bisa mendengar ucapanku atau tidak tapi aku sangat berterima kasih kepadanya. Terima kasih banyak, Gil!

End of Reader's POV
.
.
.
.
Gilgamesh's POV

Aku melihatnya bersembah sujud kepadaku hanya karena dia memohon kepadaku untuk menolong teman laki-lakinya itu.

Hatiku yang sudah nyeri semakin terasa nyeri. Dia bahkan menangis untuknya, mengeluarkan air mata untuknya.

Aku melihat wajah lelaki asing ini, wajah putih bersih dan kulitnya juga putih --sama seperti (Y/n). Bagaimana dia bisa sampai ada disini?

"Angkat kepalamu, (Y/n) dan hapus air matamu! Aku akan menolongnya. Sebentar lagi kita akan sampai dan kita dirikan tenda disana. Bersabarlah," aku berjalan meninggalkannya lalu segera menaiki kudaku.

"Terima kasih, Yang Mulia!" setelah mendengar kata-kata itu, aku langsung memacu kudaku.

Aku meminta orang agar membuatkan sebuah tandu untuk lelaki asing ini. Pakaiannya juga terlihat aneh dan berlapis-lapis. Apa dia tidak kepanasan?

Dan ... apakah dulu (Y/n) juga memakai pakaian aneh itu? Jika (Y/n) mengenal lelaki asing itu, berarti dia juga memakai pakaian itu.

Ugh, hatiku terasa sangat nyeri dan sakit. Pipiku juga masih bengkak dan sudut bibirku juga masih sakit. Mengapa kemarin dia menamparku? Apa jangan-jangan, dia melihatku dan Shamhat sedang melakukan 'itu'?

Tidak mungkin! Dia tidak mungkin melihat itu! Tapi mungkin saja! Dia mungkin ingin membahas tentang bulan merah itu.

Jika bukan karena paksaan para tetua dan untuk menghormati Enki, aku tidak akan mau tidur dengan perempuan lain selain (Y/n). Tapi kemarin aku terlalu mabuk dengan Shamhat. Ugh, apa-apaan itu?!

Sebuah pemikiran seketika muncul dipikiranku. Aku tidak pantas menjadi kekasih dari (Y/n). Aku bahkan masih tergoda dengan rayuam wanita lain.

Aku pasti sudah melukai hatinya. Baiklah, mungkin nanti aku akan menanyai alasan mengapa dia menangis kemarin. Aku harap jawaban yang diberikannya bukan karena dia melihatku bercumbu dengan Shamhat.

End of Gilgamesh's POV
.
.
.
.
.
Author's Note:
Yo dan kembali lagi dengan ane!

Maaf kalau chapter ini membosankan, ada typo dsb desu! Author msih pemula dan ketikny jga cepet2 😂😂😂😂 akan thor perbaiki secepatnya tapi.

Ane harap kalian menyukai chapter ini! Dan Sora-kun bersatu kembali dengan reader-chan desu~ lalu aroma-aroma tokoh antagonis uda mulai tercium. Kira2 ada yang tahu siapa~?

Yak, jngan lupa berikan vote dan komen, lalu memfollow akun ini jika berkenan! Jangan lupa juga baca crita lain yg ane buat!

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro