Let Her Go-Vanila26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Let Her Go by Passenger


Lost Love


Staring at the bottom of your glass

Hoping one day you'll make a dream last

But dreams come slow and they go so fast

You see her when you close your eyes

Maybe one day you'll understand why

Everything you touch slowly dies

___

"Rena!"

"Leo?"

"Sudah kuduga aku tidak salah orang!"

Sepasang sahabat itu kemudian melepas rindu di tengah keramaian bandara, bahkan tidak sedikit yang menyaksikan pertemuan ceria itu dan mengira mereka sepasang kekasih. Bukan hanya itu, yang membuat mereka menjadi pusat perhatian, melainkan warna rambut yang 'tidak biasa' milik Rena.

"Hentikan Leo! Orang-orang melihat kita!"

"Memangnya kenapa? Apa ada yang melarangnya? Lagipula aku merindukanmu kau tahu? Apa kau tidak merindukanku?" tanya Leo to the point kepada Rena.

Sontak pipi Rena memerah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Leo yang asal ceplos itu.

"Bu-bukan seperti itu! Lupakan saja, ayo kita pulang ... orangtuamu pasti sudah tidak sabar menunggumu," ujar Rena lalu menggandeng tangan Leo.

"Baiklah!"

Sepanjang perjalanan Leo tidak henti-hentinya menceritakan pengalamannya di negeri seberang kepada Rena, rasanya ia tidak pernah kehabisan kata-kata jika sudah berdua saja bersama Rena. Sebenarnya status Leo dan Rena sejak dulu hanya sebatas tetangga, setelah peristiwa itu status mereka kini menjadi sahabat yang sangat dekat.

Flashback on

"Apa yang kalian lakukan?"

"Ada apa denganmu Leo? Apa kau mau berteman dengan cewek aneh sepertinya?"

"Apanya yang aneh?!"

"Lihat saja rambutnya yang berwarna biru itu, ia tampak seperti monster!"

"Tidak ada yang salah dengan rambutnya, lihatlah rambutmu yang berwarna putih, sama saja kan?"

"Kau banyak melihat warna rambutku di kota ini Leo, apa kau pernah melihat rambut yang berwarna biru seperti dia?"

"Bukankah warna rambutnya hanya ada di dongeng saja? Apa dia seorang manusia?"

"Sudahlah, mulai sekarang berhentilah mengganggunya!"

Leo menarik tangan Rena kecil yang tengah menangis sesegukan, Rena kemudian menatap Leo dengan bingung.

"Mulai sekarang kita sahabat, mengerti?" tanya Leo disertai dengan tawa manis khas miliknya.

Seketika wajah Rena kecil memerah dan tersenyum, melihat wajah tampan Leo kecil yang bersinar dibalik matahari senja dengan semilir angin yang memainkan rambutnya.

Flashback off

"Ibu, aku sudah besar tidak perlu memelukku seerat ini," ujar Leo sesak napas, sedangkan Rena hanya terkekeh pelan, saat melihat tingkah manja Leo kepada orangtuanya, menurutnya 2 tahun tidak bertemu Leo benar-benar tidak berubah.

"Lihat Rena? 2 tahun saja masih seperti itu tingkahnya, bagaimana jika 5 tahun atau selamanya ia tinggal di sana?"

"Entahlah, bi. Mungkin ia sudah melupakan kita." Jawab Rena melirik Leo sekilas, dan mendapati Leo yang tengah mengerucutkan mulutnya seperti anak kecil.

Tawa bahagia menghiasi rumah itu pada hari ini, tetapi Leo hanya tertawa kecil atau hanya sekedar tersenyum saja, saat diajak bercanda oleh beberapa keluarganya yang lain. Menurut Rena ada yang ganjal dengan tingkah Leo.

"Ada apa denganmu?" tanya Rena yang duduk di samping Leo.

"Apa maksudmu?" tanya Leo balik menatap manik sapphire milik Rena.

"Apa kau sudah lupa? aku adalah orang pertama yang tidak bisa kau bohongi Leo," ujar Rena dengan nada sedikit bercanda

"Benar," jawab Leo singkat lalu tertawa pelan.

Leo menatap ujung gelas kaca yang ia pegang, seperti hendak mengatakan sesuatu, tetapi tidak dapat ia ungkapkan.

"Ada apa? Katakan saja padaku?" tanya Rena kesekian kalinya dengan lembut.

"Apa kau mau menemaniku berbelanja besok?"

"Belanja? Kau?" kini Rena benar-benar merasa Leo adalah orang yang berbeda, sejak kapan Leo ingin berbelanja?

"Oh, ayolah Rena!"

"Baiklah,"

"Kau memang sahabat terbaikku!" Leo kembali ceria dan memeluk Rena, bagi Rena ia sudah terbiasa dengan pelukan tersebut, bahkan tanpa canggung lagi berpelukan dihadapan keluarga mereka.

***

But you only need the light when it's burning low

Only miss the sun when it starts to snow

Only know you love her when you let her go

Only know you've been high when you're feeling low

Only hate the road when you're missing home

Only know you love her when you let her go

"Sebenarnya apa yang kau cari Leo? Kita sudah berkeliling dari tadi?" Rena kini bertanya kepa Leo, karena sedari tadi Leo hanya menyuruh Rena memasuki toko yang ia inginkan.

"Apa kau tidak sadar? Aku hanya menemanimu berbelanja Rena,"

"Aku tidak pernah memintamu menemaniku Leo, ah! Tabunganku habis karenamu," ujar Rena mengangkat semua belanjaannya dan memperlihatkannya tepat di wajah Leo.

"Itu karena kau tidak bisa menahan sifat konsumtif akutmu itu!"

"Apa kau tidak ingin mencari sesuatu? Kau yang mengajakku ke sini, rasanya aneh jika kau tidak menginginkan apapun?" tanya Rena semakin bingung dengan sifat Leo.

"Ah, ayo kita kesana!" ajak Leo menunjuk sebuah toko bertuliskan 'Daimond Love '

Rena benar-benar yakin sekarang, ada yang tidak beres dengan otak Leo, sekarang ia sedang memilih cincin couple, tidak! Mungkin Rena bisa menyebutnya cicin 'pertunangan'. Tapi untuk siapa?

Saat sudah keluar dari Mall, Rena masih menatap Leo dengan bingung. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan melihat kotak beludru berwarna hitam yang tengah di genggamnya saat ini, seperti telah menemukan benda kesayangan yang selama ini telah hilang.

Ponsel Leo bordering,

"Halo?"

"..."

"Kau ada di mana sekarang?"

"..."

"tetaplah di sana, aku akan segera datang!"

Leo menutup ponselnya, lalu menatap Rena yang masih kebingungan,

"Rena, apa kau bisa menunggu sebentar?"

"Ada apa?"

"Temanku kecelakaan, aku harus segera datang kerumahnya, aku janji tidak akan lama?"

"Baiklah,"

Leo kemudian memasuki mobilnya dan pergi tanpa menatap Rena, dengan terpaksa Rena harus menunggu Leo di tempat parkiran yang sepi. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 20.00

"Tunggu? Kenapa aku harus menunggu? Dia bisa membawaku menjenguk temannya tadi," pikir Rena. Ia jadi penasaran siapa teman Leo yang bisa membuatnya kalang kabut seperti tadi?

"Menunggu ... lagi?" gumam Rena lalu tersenyum lirih. "Sampai kapan aku harus menunggu?" sambungnya.

Rena sudah jatuh cinta kepada Leo, entah sejak kapan. Sifat Leo yang humoris dan tidak membedakannya seperti orang lain, membuatnya nyaman dengan Leo.

Ia membenci rambutnya, karena orang-orang selalu mengejeknya. Namun sejak Leo datang ke kehidupannya, ia menjadi sayang dengan rambutnya. Rena menganggap bahwa rambut birunya itu menjadi saksi bisu cintanya kepada Leo.

Flashback on

"Mau kau apakan gunting itu?" tanya Leo saat di taman belakang sekolah.

"A-aku ... i-itu," Rena gugup melihat Leo menatapnya dengan sinis.

Leo mendekati Rena lalu merampas paksa gunting itu dari tangan Rena, kemudian membuangnya ke tempat sampah.

"Apa kau pikir jika memotong rambutmu semua masalah selesai?!" bentak Leo, baru kali ini ia melihat Leo marah. "Saat kau memotong rambutmu, itu artinya kau telah kalah dari orang-orang itu!" Leo terdiam sejenak mengontrol emosinya.

"Tidak peduli mau sejelek atau seaneh apapun warrna rambutmu, ia tetaplah mahkotamu." Ujar Leo mengusap rambut Rena pelan.

Sedangkan Rena berusaha membedung air matanya agar tidak terjatuh, Leo adalah pria pertama yang begitu peduli pada rambutnya.

"Bagaimanapun warna rambutmu, kau tetap cantik, Ren. Percayalah padaku,"

Pertahanan Rena runtuh, ia menangis sejadi-jadinya di dada bidang milih Leo.

Flashback off

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.37 malam, suasana parkiran sudah sangat sepi, bahkan sudah tidak ada kendaraan yang lewat disekitarnya.

"Apa Leo tidak kembali?" Rena memeriksa ponselnya, ternyata ponselnya lowbat akibat menelfon Leo tetapi tidak dijawab sedari tadi.

Rena memutuskan untuk berjalan mencari taksi, dengan wajah yang ditekuk. Sudah dapat dipastikan ia marah kepada Leo. Seumur hidupnya baru kali ini Leo tidak menepati perkataannya.

Beruntung Rena menemukan taksi yang sedang menganggur, ia kemudian menaikinya dan meminta sopir segera mengantarnya dengan cepat.

Saat Rena sudah menaiki taksinya, Leo baru datang dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia mendapati area parkir sudah kosong, hanya beberapa kendaraan saja yang ada di sana. Ia tidak melihat Rena dan mulai mengutuki kebodohan dirinya.

"Ah, Rena pasti sangat marah! Bodoh! Bodoh! Bodoh!"

***

Staring at the ceiling in the dark

Same old empty feeling in your heart

'Cause Love comes slow and it goes so fast

Ponsel Rena sedari tadi malam berdering terus, akan tetapi sepertinya si empunya tidak berniat mengangkatnya. Telfon dari siapa lagi kalau bukan Leo? Rena bahkan menghindari Leo mulai dari tadi pagi.

Sampai akhirnya Rena mendapatkan tempat senyaman café ini tanpa ada gangguan dari siapapun.

"Apa kau Rena?" tanya seorang wanita yang menghampirinya.

"Benar ... apa kita pernah bertemu?"

"Ah, tidak. Sahabatmu banyak menceritakanmu padaku," ujarnya tersenyum.

"Sahabat?"

"Iya, Leo sahabatmu kan?"

"Oh, Leo. Eh? Apa kau mengenal Leo?"

"Kami kuliah di kampus yang sama, ia banyak menceritakanmu. Aku menyesal tidak mengenalmu sebagai sahabatnya terlebih dahulu, tetapi semalam ia malah sudah melamarku." Jelasnya sambil tersenyum manis lalu duduk dihadapan Rena, lalu menunjukkan cincin di jari manisnya.

"Tunggu, kau bilang apa tadi? Semalam apa?"

"Semalam ia melamarku? Oh ya, kita belum saling mengenal, perkenalkan namaku Lena. Nama kita hanya berbeda huruf saja ya," ujarnya mengakrabkan diri.

Sedangkan Rena saat ini tengah shock mendengar penjelasan dari Lena, dan beberapa kali ia menatap cincin yang Leo beli bersamanya kemarin di Mall, bahkan ia ikut andil dalam memilihnya.

"Apa semalam kau kecelakaan?" tanya Rena dingin

"Ah itu, aku ceroboh saat menyalakan kompor, hampir saja terjadi kebakaran jika Leo tidak datang." Jelas Lena mengingat kejadian semalam

"Apa kau tahu ia meninggalkanku karena kecerobohanmu?" kini Rena tidak dapat menahan emosinya.

"Eh?"

"Apa kau tahu ia tidak kembali karena kecerobohanmu?" Rena berusaha untuk tidak terisak.

"A-apa maksudmu?" tanya Lena tidak mengerti

"Apa kau tahu perkataanmu itu membuatku sakit?" Aku Rena pada wanita itu. Lena hanya terdiam mendengar perkataan Rena, bahkan saat Rena meninggalkannya ia masih berusaha mencerna kata-kata Rena.

"Apa kau tahu perkataanmu itu membuatku sakit?"

***

Well you see her when you fall asleep

But never to touch and never to keep

Cause you loved her too much and you dived too deep

Rena menangis sejadi-jadinya setelah meninggalkan rumahnya, ia hanya berpamitan kepada Bibi Tara ibu Leo, ia sudah menganggap Bibi Tara adalah Ibunya sendiri, karena semenjak duduk dibangku SMA ia sudah tinggal sendirian, sementara keluarganya yang lain pindah karena ayahnya di mutasi di kota lain. Tentu saja Ia memilih tetap tinggal karena ... Leo.

Ditempat lain, Leo kalang kabut mencari Rena di seluruh penjuru rumahnya, setelah mendengar cerita dari Lena ia menyesal telah merahasiakan semua itu pada Rena. Bahkan setelah mendengar penjelasan Ibunya, bahwa Rena telah menyukainya dari dulu. Ia semakin khawatir pada Rena.

Akhirnya satu tempat yang sering mereka kunjungi dulu terlintas dibenakknya, kemudia dengan sigap menyalakan mesin mobilnya.

Sementara Rena, tengah berjalan dengan tenang di sepanjang pesisir pantai, menikmati deburan ombak yang bergantian mengenai kakinya. Rambutnya yang panjang sepunggung, kini berubah menjadi sebahu masih dengan warna yang sama.

Matanya sembab dengan beberapa helai rambutnya melengket akibat air matanya yang telah mengering. Pantai itu adalah tempat favorite-nya bersama Leo dulu, ya ... dulu. Siapa sangka penantiannya berakhir sia-sia? Ia akan melihat orang ia cintai bersanding dengan wanita lain.

"Rena!"

Rena masih berjalan lurus ke depan tanpa menghiraukan panggilan orang tersebut.

"Rena!" Panggil orang itu lalu menahan tangan Rena.

Rena menatapnya dengan dengan lirih, wajah tampan yang telah mengisi hatinya selama ini.

"Maafkan aku, Ren."

"Harusnya aku yang minta maaf, sudah menyukaimu. Aku salah mengartikan arti simpatik itu," ujar Rena tertawa dengan paksa. Sedangkan Leo menggelengkan kepalanya. Lalu mengusap rambut Rena.

"Aku tahu kau akan kemari, dan aku hanya ingin mengucapkan salam perpisahan," lanjut Rena,

"Kau mau kemana?"

"Kembali ... ke rumahku," jawab Rena dengan mata yang berkaca-kaca, lalu memeluk Leo dengan singkat.

"Maafkan aku, Ren ..."

"Tidak, terima kasih .... untuk semuanya Leo, semoga ... kau bahagia." Bisik Rena lalu melepaskan pelukannya, air matanya semakin deras. Matahari terbenam menjadi saksi bisu bahwa cinta pertamanya, hanya akan menjadi kenangan pahit baginya.

-THE END-

Well you only need the light when it's burning low

Only miss the sun when it starts to snow

Only know you love her when you let her go

Only know you've been high when you're feeling low

Only hate the road when you're missing home

Only know you love her when you let her go

***

n

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro