Bab 6 - Berkunjung ke Rumah Kaizo

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kaveya sedang sibuk membaca beberapa berkas laporan penjualan yang diberikan oleh Lita. Ia diberi satu ruangan khusus untuk dirinya sendiri. Lita menyediakan seseorang yang bisa membantu Kaveya secara langsung selama bekerja, namanya Fiska dari bagian divisi promosi.

"Grafik penjualannya nggak naik ya, Fis?" Kaveya melempar pertanyaan yang sebenarnya sudah memiliki jawaban.

"Iya, Mbak. Manajer sebelumnya nggak punya banyak inovasi buat promosi produk dan semua ide kita dari divisi promosi juga ditolak."

Kaveya menghela napas panjang, ia melepas kacamatanya, lalu memejamkan matanya sejenak. Kaveya berpikir cukup keras, produk yang dihasilkan perusahaan ini tidak berkembang dengan bagus, strategi penjualan yang digunakan juga masih cenderung tradisional, sedangkan banyak produk lokal yang punya strategi penjualan gila-gilaan dengan memanfaatkan fitur sosial media.

"Fis, kumpulkan semua staf dari divisi penjualan dan divisi promosi sama minta kepala divisinya buat nyusun laporan selama tiga bulan ini, dan saya mau data harus lengkap, semua sub divisi ada."

Fiska mengangguk, "Baik, Mbak. Saya permisi dulu kalau begitu."

Kaveya mengiyakan. Kepalanya pusing sekali sekarang, banyak hal yang harus dibenahi, sementara persaingan pasar sedang panas-panasnya. Banyak sekali produk lokal yang menjual kosmetik bagus dengan harga yang sangat murah. Sepertinya, Kaveya juga harus segera mengadakan rapat dengan manajer produksi untuk membicarakan soal produk kosmetik seri baru yang nanti akan diluncurkan, setelah menerima laporan dari sub divisi riset pasar.

Perempuan itu tidak banyak melakukan aktivitas hari ini, semenjak pertemuan terakhirnya dengan Kaizo, rasa sedih yang sangat dalam itu seakan ingin kembali menghantui Kaveya. Ia mulai merasa tidak nyaman dengan semua ini, pikirannya mulai berkelana memikirkan hal-hal buruk yang sangat membebaninya. Ternyata memang, menghadapi orang yang pernah memberikan luka untuknya itu tidak semudah yang ia bayangkan. Padahal sebelumnya, Kaveya yakin akan mudah melakukannya, ternyata ini semua membutuhkan energi yang tidak sedikit.

***

Seperti sebuah mimpi buruk, Kaveya sudah berdiri di depan sebuah rumah megah yang terletak di salah satu kompleks perumahan mewah di Surabaya Barat. Sudah bertahun-tahun lamanya Kaveya tidak pernah berkunjung ke rumah ini, terakhir kali sejak hubungannya dengan Kaizo kandas. Rumah ini memang tidak memiliki banyak kenangan untuk Kaveya, namun seorang penghuhinyalah yang membuat Kaveya sempat ingin membenturkan kepalanya sendiri, agar semua kenangan itu menghilang. Kaveya hanya pernah beberapakali berkunjung ke rumah ini, seingatnya dulu rumah ini memiliki banyak tanaman hias, namun saat ini kondisinya sedikit gersang.

Menghela napasnya, Kaveya memutuskan untuk melangkahkan kaki memasuki rumah megah miliki keluarga Kaizo itu. Kalau saja Lita tidak memaksanya mengantarkan proposal strategi pemasaran yang ingin diajukannya, Kaveya tidak akan mau datang ke rumah ini. Bukankah bawahan sepertinya tidak bisa banyak membantah saat bos sudah memberi titah?

"Mbak Kaveya?" suara seseorang membuat Kaveya sedikit terkejut, ia sedikit melamun tadi. Kaveya sudah berada di depan pintu utama rumah Lita.

"Sudah ditunggu sama Ibu, mari masuk Mbak."

"Eh, makasih Mbak," balas Kaveya, ia mengulas senyum sebagai tanda beramah tamah.

"Ibu duduk di sana, Mbak. Silakan," kata seorang perempuan setengah baya itu. Kaveya mengangguk tanda terima kasih, kakinya lalu melangkah untuk mendekat ke arah Lita yang tampak duduk di sebuah ruangan—mungkin ruang keluarga—dengan beberapa berkas di tangannya. Lita tidak bohong saat tadi mengatakan sedang sibuk memeriksa laporan perusahaan. Wanita itu memang jarang di kantor, pekerjaannya banyak dikerjakan di rumah, hanya sesekali mengontrol pekerjaan di kantor.

"Halo, Tante." Kaveya menyapa dengan canggung, entahlah tiap kali bertemu Lita, Kaveya selalu merasa serba salah.

"Eh Vey, duduk sini. Maaf loh ya, Tante minta kamu ke sini."

"Nggak papa kok, Tan. Oh ya, ini proposalku ya, Tan. Di situ udah aku tulis beberapa analisis terkait dengan strategi pemasaran yang sebelumnya sama plan aku ke depannya."

"Oh iya, kamu jangan buru-buru pulang ya? Makan siang di sini aja sekalian."

Kaveya menggeleng, "Nggak ah, Tan. Nanti merepotkan."

"Nggak papa, Tante kan udah minta kamu ke sini, mana pas jam makan siang. Jangan sungkan gitu."

Terkadang, Kaveya membenci dirinya sendiri, perihal sikap tidak enakan yang masih saja ia pelihara, meskipun sikap itu beberapa kali hampir membuatnya kehilangan harga diri. Rasa-rasanya Kaveya perlu belajar tega untuk menolak permintaan orang lain, tapi tidak dengan Lita, dari dulu, ia selalu saja menuruti permintaan Lita, meskipun itu menyakiti dirinya sendiri. Termasuk, saat Lita dengan tatapan mengiba dan mata yang sembab karena terlalu banyak menangis mendatanginya saat itu. Wanita itu memohon ampunan padanya dan meminta Kaveya harus merelakan seorang Kaizo Ramanta Kanigara untuk bersama orang lain. Wajah frustrasi seorang ibu membuat Kaveya merasa tidak tega untuk menolaknya, meski itu rasanya seperti membunuh dirinya sendiri.

"Tante mau ke dapur, kamu mau ikut?"

"Boleh."

Kaveya lalu mengekori Lita, menuju dapur yang dulu pernah ia kunjungi beberapa kali saat membantu Lita memasak, ketika ia masih bersama dengan Kaizo. Pahit sekali hati Kaveya saat mengingatnya. Ternyata ... terlalu banyak hal menyakitkan yang harus ia telan saat menginjakkan kakinya di rumah ini lagi. Meskipun tidak lagi menangis dan meraung, tapi jelas hatinya masih berdarah-darah.

"Aku bantu ya, Tan?" Kaveya menawarkan bantuan, tidak mungkin ia hanya duduk cantik saja di sini tanpa melakukan apa pun. Meskipun menjadi pemalas saat di rumah, tapi saat bertamu, Kaveya harus tahu diri.

"Kamu peres jeruk aja deh, buat bikin es, nanti kalau bantu masak, sayang baju kamu. Nggak papa kan?"

Kaveya nyengir, meskipun bisa, Kaveya itu tidak ahli memasak, jadi saat Lita menawarinya untuk memeras jeruk, ia langsung semangat. Itu sih mudah baginya. Sejak pindah ke Jakarta, Kaveya hampir setiap hari membuat beraneka macam resep minuman yang berasal dari buah. Jeruk peras itu salah satu menu wajib yang seminggu sekali harus ia buat.

"Boleh deh, Tan."

"Buah-buahnya di kulkas ya? Kamu ambil sendiri," kata Lita, ia lalu sibuk membantu asisten rumah tangganya untuk menyiapkan makan siang. Terkadang, kalau ada waktu luang, wanita itu memang lebih suka makan siang di rumah dan memasak sendiri makan siangnya.

"Oh ya, Vey. Gimana? Kamu betah kerja di kantor Tante?" Lita melempar pertanyaan pada Kaveya.

"So far, aku betah sih, Tan. Pada welcome sama aku kok, banyak yang bantuin juga. Cuma memang, aku ngerasa banyak yang harus aku ubah untuk strategi pemasaran kita.

"Oh, ya? Menurutmu gimana?"

"Sebenarnya udah aku tulis semua sih di proposal, tapi emang kayaknya enak jelasin langsung aja ya, Tan?"

"Tante juga belum baca sih Vey." Lita lalu tertawa tidak enak.

"Nggak papa, Tan. Jadi, aku rasa strategi pemasaran kita masih tradisional. Coba kita ikutin trend, Tan. Nanti aku minta timku buat nyusun konsep keseluruhannya. Cuma kalau garis besarnya, aku pengin kita lebih maksimalkan strategi pemasaran, sekarang era digital, Tan. Kita harus banyak gaet beauty influencer buat promosikan produk kita, merubah tagline produk, terus juga banyakin promo di e-commerce pakai harga asli dengan dalih diskon. E-commerce biasanya bisa gratis ongkos kirim dan dapat diskon, jadi banyak yang tertarik, Tan. Dan, jangka pendeknya, aku berencana buat bikin ads di social media, biar narik banyak pasar, terutama ads ke media sosial yang banyak anak mudanya. Dan, aku bakal nerjunin divisi riset buat survei minat warna yang lagi jadi trend sekarang. Warna-warna nude, mauve, peach gitu banyak diminati sih sekarang. Jangka panjangnya, aku pengin kita kerjasama sama artis, influencer atau model yang punya fans besar buat jadi ambassador produk kita. Gimana menurut Tante?"

"Tante sampai nggak konsen masak, nggak salah pilih deh pokoknya, Tante setuju sama kamu. Emang ya, jiwa muda itu beda, ada aja idenya."

"Itu masih basic sih, Tan hehe. Jadi, ya kita lihat aja nanti. Tapi pastinya, kita butuh investor sih, Tan."

Lita terdiam sejenak, wanita itu lalu melihat tidak enak pada Kaveya. "Biasanya, Tante minta tolong sama Kaizo kalau soal urusan investor. Tapi, Tante tahu kamu nggak nyaman. Nanti Tante akan pikirkan solusinya."

Kaveya berhenti memeras jeruk, ia menatap Lita dengan senyum tipis. "Ya, nggak papa, Tan. Aku nggak masalah," ucapnya dengan pasti. Kaveya sudah bertekad untuk menghadapi masa lalunya, meski sulit, tapi Kaveya harus tetap melakukanya.

"Assalamualaikum, Utiiiiiii ... aku pulang!" suara seorang anak kecil—Kendra terdengar dari arah depan. Suaranya yang melengking sangat dikenali oleh Kaveya. Ah, anak itu. Beberapa hari tidak bertemu, Kaveya jadi rindu.

"Waalaikumsalam, jangan teriak Ken, Uti di dapur," balas Lita dengan teriakan juga, membuat Kaveya geleng-geleng kepala. Bagaimana Kendra tidak teriak? Neneknya saja hobi teriak.

"Loh, Mama?" pekik Kendra dengan mata berbinar-binar. Anak laki-laki itu lalu memeluk Kaveya dengan wajah bahagianya.

"Ganti baju dulu, Ken. Bau kamu, nanti Tante Vey mual cium bau kamu," goda Lita membuat Kendra langsung cemberut.

"Mama Uti, bukan Tante. Akutu wangi ya, Uti. Tadi habis semprot-semprot parfum Papa yang kemarin beli di Singapore itu loh, nih bau. Iya kan, Ma?"

"Iya, Kendra wangi," balas Kaveya kikuk. Sial, ini bau Kaizo sekali. Parfum mahal kesukaan laki-laki bertubuh jangkung itu belum juga berubah.

"Tuh, denger kan?"

"Iya, iya. Kamu sekarang ganti baju deh, biar kumannya hilang. Mandi kalau perlu."

"Tapi sama Mama. Ya, Ma?" Kendra melirik ke arah Kaveya, membuat Kaveya tak sampai hati menolaknya. Lagipula, Kaizo tidak ada di rumah, jadi aman saja.

"Ya udah, ayo!" ajak Kaveya, Kendra bersorak gembira.

***

"Mama, aku mandi sendiri aja deh. Malu hehe, kata Uti, nggak boleh ngelihatin tubuh kita ke sembarangan orang, lagian aku udah besar. Tapi boleh minta tolong nggak, ambilin baju di sana?"

Kendra menunjuk sebuah ruangan tempat menyimpan baju-bajunya. Jadi, Kendra masih tidur bersama dengan Kaizo, dan otomatis, mereka satu kamar. Kaveya jadi agak menyesal masuk ke kamar ini, bau maskulin yang menguar membuat ingatannya tentang masa lalu bersama Kaizo kembali menguar. Hah, sialan sekali.

"Oke deh, yang bersih ya?"

Kendra mengangguk, anak itu sudah biasa mandi sendiri, dan biasanya akan berlama-lama di kamar mandi, sambil memutar video animasi kesukaannya lewat tablet miliknya. Ia juga akan berendam di bak mandi yang memang tersedia di kamar mandinya. Kaizo memfasilitasi bak mandi berukuran anak-anak untuk Kendra, agar anaknya itu mau belajar untuk mandi sendiri.

Kaveya dengan ragu lalu berjalan ke walk in closet yang ada di kamar ini. Ia menghela napasnya sebelum masuk, banyak sekali baju yang tersusun, sudah seperti took saja. Sejenak, Kaveya tertegun, tapi ia buru-buru menggelengkan kepalanya dan berajalan menuju rak baju Kendra yang berada di sisi kiri, sedangkan milik Kaizo berada di sisi kanan, dengan semua koleksi pakaian, sepatu, dasi dan aksesoris milik laki-laki itu.

"Hmmm, kayaknya yang ini bagus buat Kendra," gumam Kaveya sambil meraih kaus berwarna biru dongker, dan celana berbahan kain yang panjangnya hanya sampai lutut, Kaveya juga mengambil dalaman kaus untuk Kendra.

"Vey?" sebuah suara yang terdengar di telinganya, membuat Kaveya membeku. What the hell! Itu suara Kaizo.

"Aaaaaaaaa!" Kaveya refleks berteriak, untung kamar Kaizo kedap suara, dan Kendra sibuk sendiri di kamar mandi, jadi tidak mendengar keributannya.

"Hei, kenapa teriak?"

"Kamu ngapain di sini?" tanya Kaveya dengan ekspresi bodoh.

"Ganti baju, kamu sendiri ngapain? Mau ngintip?"

"Hah? Enak aja! Kamu pakai baju dulu, bisa nggak?"

Kaizo baru sadar, ia belum memakai kausnya. Melihat pipi Kaveya yang memerah dan matanya yang terpejam, timbul keinginan Kaizo untuk menggoda mantan pacarnya itu.

"Kenapa? Bukannya dulu sering lihat?"

"Heh, dasar gila. Nggak waras, laki-laki mesum kurang ajar!" maki Kaveya, ia lalu menghentak-hentakkan kakinya pergi dari ruangan itu. Sialan sekali Kaizo, sudah merusak otak sucinya.

TBC

Part ini agak panjang, semoga kalian suka ya. Semoga semakin penasaran hehew

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro