Bab 22 Rasa yang Tak Berubah?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ketika badai datang menerjang akan ada secercah harapan untuk bisa keluar darinya"

*****

"Liat, anak dari Perusahaan yang membuat Raja terpuruk." Rizal menatap Kenn yang baru saja memasuki kelasnya disusul Vyo yang berada di belakangnya. "Kamu pernah bilang Ibumu adalah pemilik Perusahaan Produk RENIN CELL'S yang berarti berita yang terjadi hari ini semuanya benar," lanjutnya lagi dengan tatapan tak suka.

"Saya menjadi merasa bersalah pada Kak Raja. Jelas sekali, ini adalah salah Kenn," tegas Meysa dan menatap tajam Kenn. Vyo hanya diam melihat kericuhan ini, ia menatap Kenn sebentar dan beranjak duduk.

Melly yang tiba-tiba datang ke kelasnya dan memeluk Vyo kencang.

"Lo gak apa-apakan Vy?" Vyosha hanya mengangguk. Di sisi lain, para siswa-siswi kelasnya mencemooh Kenn terus tanpa henti. Melly menatap iba padanya dan beranjak duduk di samping Vyo.

Kenn merasa dirinya hancur, ia tak bisa berbuat apa-apa. Karena, perlakuan yang kita lakukan akan ada sebuah konsekuensinya.

"Dasar anak tak tau malu, masih punya wajah untuk menunjukkan siapa diri kamu sebenarnya?" Rizal terus-menerus memprovokasi Kenn. Kenn diam sejenak dan mengatur napasnya, tangannya sudah mengepal keras.

"Bisakah kau keluar dari sekolah ini?"

Napasnya mulai memburu dan tangannya melayang tepat pada wajah Rizal yang membuat ia terjedot pada papan tulis. Semua orang sangat terkejut. Vyo dan Melly saling menatap khawatir dan segera berlari ke arah mereka.

"CUKUP! Apa kalian tak jera membicarakan orang? Apa itu sebuah kesenangan tersendiri? Bisakah kalian mengerti perasaan seseorang?" ucap Vyo dengan nada tinggi.

"Ada apa ini?" Tiba-tiba seorang Guru memakai kacamata dengan berpakaian rapi berada di ambang pintu kelas.

"DASAR BANGSAT LO," teriak Rizal dengan napas memburu tepat di hadapan Guru dan yang lainnya.

"RIZAL, KENN IKUT KALIAN KE RUANG BAPAK," tegasnya yang membuat mereka harus memasuki ruangnya.

"Rizal, pantas kamu bilang gitu? Kamu akan saya hukum nanti, keluar kamu saya ada urusan dengan Kenn," katanya ketika di ruangannya. Kenn hanya diam dan menunduk tak ingin menatap Rizal. Ia tau ini semua akan terungkap.

"Kenn, kamu akan mendapatkan pendisiplinan dari sekolah selama satu minggu. Kamu tau mengapa? Saya dapat telpon dari Kenzi, Ayahnya Vyosha bahwa kamu adalah orang yang memastikan wartawan itu menulis sesuatu yang tidak benar terhadap Raja. Tenang saja, dia bilang kita akan merahasiakan bahwa kamu melakukan itu. Hanya saja, kamu akan mendapat konsekuensi yang setimpal. Saya tidak akan bertanya mengapa kamu melakukan itu. Tapi, apa kamu baik-baik saja?" jelas Pak Beni selaku wali kelasnya.

"Tak masalah Pak, saya siap menanggungnya. Tak usah khawatir, saya baik-baik aja," ucapnya pelan. Ia tau bahwa Kenn sedang tidak baik-baik saja. Ia harus melihat orangtuanya terkena tuntutan dan sepertinya akan di penjara.

"Kalau gitu, kamu pulang saja hari ini. Pendisiplanan akan dimulai besok," ujarnya lembut. Kenn segera berbalik dan keluar dari ruangannya. Namun, di sana sudah ada Vyosha yang menunggunya dengan membawakan tasnya.

"Gue tau lo bakal gini, gue anter lo pulang," katanya dan memberikan tasnya.

"Gue bisa pulang sendiri," jawabnya ketus dengan mengambil tasnya kasar.

"Kenn." Kenn hanya segera beranjak pergi dan Vyo yang mengikutinya dari belakang. Mereka hanya berjalan seperti itu tanpa ada pembicaraan sedikit pun.

"Lo bisa berenti ngikutin gue?" ucap Kenn berbalik saat mereka tiba di gerbang sekolah.

"Kenn, gue tau gue salah. Kasih gue satu kesempatan buat bisa kita kayak dulu la--"

"Gak akan bisa Vyosha," potongnya dan segera pergi.

"GUE GAK MASALAH LO BERSIKAP GINI. KARENA INI EMANG SALAH GUE. TAPI, ASAL LO TAU GUE AKAN SELALU MENJADI TEMEN PERTAMA LO, RANDON KENN," teriak Vyosha tepat di perbatasan gerbang sekolahnya. Kenn yang sudah jauh, terdiam cukup lama.

"VYOSHA KENZA," teriak Kenn dengan tatapan penuh emosional. "apa lo masih mau jadi temen gue?" lanjutnya pelan. Vyosha segera berlari ke arah Kenn dan menatap tak percaya.

"Apa? Lo bilang apa?" tanya Vyosha antusias, ia sedikit mendengar perkataan Kenn barusan.

"Apa gue masih pantes jadi temen lo? Kali ini, mungkin gue akan menghilangkan semua rasa suka gue. Tapi, disaat seperti ini bukankah kita harus memiliki teman?" ujar Kenn dan matanya yang sudah berkaca-kaca. Ia segera memalingkan wajahnya supaya Vyo tidak melihatnya.

"Gue emang ngecewain lo. Tapi, gue gak bakal ngecewain lo sebagai teman. Kenn, gue minta maap karena gue gak buka hati sama lo." Vyo menunduk dan menghela napas.

"Vyosha, gue gak bakal maksa lo. Kali ini, gue hanya ingin lo jadi temen gue disaat seperti ini. Gue juga minta maap. Karena, sudah menjadi badai penghalang untukmu Vyosha." Vyosha hanya tersenyum kecil mendengar pengakuannya.

"Tak apa, karena setelah badai berlalu, ada pelangi yang siap memunculkan secercah harapan walaupun, sangat sulit mengahadapinya ketika badai belum berlalu. Itu tak masalah, karena sesuatu yang sulit selalu ada jalan keluarnya," jelas Vyosha dan Kenn tersenyum lebar.

Persahaban memang jembatan diantara cinta segitiga. Walaupun, salah satunya memilih untuk mengalah.

"Kenn, lo di rumah sendirian?" tanya Vyo hati-hati.

"Gue udah nelpon Kakek Nenek gue. Mereka bakal tinggal di rumah gue buat nemenin gue. Gue baik-baik aja Vyosha, gue udah tau Ibu Ayah gue ngelakuin itu. Tapi, gue malah gak bilang apa-apa. Gue pantes dapetin ini," ujarnya sambil memegang pundak Vyosha.

"Hey, kamu cepet kembali," teriak satpam di depan gerbang.

"Sana pergi Vyosha. Gue baik-baik aja. Gue baik-baik aja," tegasnya dan melambaikan tangan pada Vyo.

"Gue tau lo gak selemah ini. Tenang saja, gue bakal jadi temen lo supaya lo gak rapuh. Karena, jika dibiarkan seperti ini, gue yakin lo akan rapuh juga. Jadi, lo bisa ngandelin gue, Randon Kenn"

*****

"Raja, kamu baik-baik saja kan di sana? Bibi khawatir sama kamu, ouh iya ada temen perempuan kamu waktu itu dateng ke sini. Dia keliatan banget khawatir sama kamu, untungnya Frisa selalu menghiburnya. Dia sudah datang dua kali. Itu pacar kamu?" ujarnya ditelpon sembari tertawa.

"Aishh, Bibi ini. Raja baik-baik aja kok. Raja besok pulang diantar Pak Ruswandi," jelas Raja dan beranjak duduk di depan teras rumah Pak Ruswandi.

"Emm, hati-hati. Terus, kamu tidak usah memikirkan sekolah bagaimana lagi. Bibi sudah bicara ke Kepala Sekolah kenapa kamu jarang sekolah. Seharusnya, mereka juga mengerti keadaan kamu. Kalau gitu sudah dulu ya, Bibi mau ke Sekolah Frisa dulu."

Raja menutup telponnya dan tersenyum lebar. Entah mengapa, kali ini ia begitu sangat bahagia. Namun, ia tertuju kembali pada Vyosha. Sejujurnya, Raja tak pernah menelpon atau mengirim SMS padanya. Vyosha juga melakukan hal yang sama, mereka hanya ingin bicara secara langsung. Hubungan mereka memang tak jelas. Hanya saja, perasaan mereka sudah seperti air laut. Ada pasang ada surut, namun, rasanya tak pernah berubah.

"Apakah kamu masih mempunyai rasa yang tak pernah berubah Vyosha?" batin Raja disertai dengan helaan napas.


To Be Continued...


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro