Bab 9 Memandang

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang kita melakukan sesuatu yang tidak kita sukai hanya karena untuk bertahan hidup

*****

Vyo segera melepas pandangannya dan melepas genggaman tangannya. Segera ia menunduk gugup saat lelaki itu tak henti-hentinya memandang Vyo.

"Maap." Hanya kata itu yang diucapkan oleh Raja ketika Vyo tak enak hati. Ia juga segera melepas pandangannya dan terdiam gugup. Mungkin, baginya Vyo adalah salah satu obat kerinduan dan ketenangan. Tapi masalahnya, Raja memberitahu dirinya bahwa ia adalah Raja yang menyukai Vyo dulu.

Lelaki itu segera membuka tasnya dan mengambil sebuah buku berwarna merah polos.

"Nih," ucapnya sembari menyodorkan buku tersebut dengan tangan kanannya.

Vyo terkejut dengan buku yang sudah ia buang beberapa hari lalu. Ia hanya bingung dan menatap pada buku itu. Namun, tangannya seolah enggan mengambil buku tersebut. Karena terlalu lama terdiam, akhirnya Raja mengambil tangan Vyo dan memberikan buku tersebut.

"Sekarang kita mulai dari awal lagi ya, Vyosha," ujarnya dengan senyum yang manis sembari tangan salah satunya mengelus kepala Vyo lembut. Kini, lagi-lagi Vyo hanya bisa diam entah karena rasa canggung atau ia tak tahu apa maksudnya? Yang jelas detak jantungnya tak berhenti berdebar. Setelah melakukan semua itu Raja segera melangkah pergi.

"Sebelum Ayah pulang, ada laki-laki yang ngeliatin rumah kita terus. Seragamnya, Ayah yakin itu dari Seirin"

"Tunggu Kak Raja, Kakak kok bisa nemuin buku ini?" Tiba-tiba Vyo penasaran, bagaimana Raja bisa menemukan buku itu. Perkataan itu membuat Raja terdiam sejenak. Mungkin ia berpikir, ia harus mencari alasan apa.

"Ahh, aku nemu itu di depan rumah ka--" Raja tersontak kaget oleh perkataannya sendiri. Ia hampir saja keceplosan. Padahal ia baru saja memikirkan alasan. Hanya saja, mulutnya seakan tidak boleh berkata bohong. Suasana kembali canggung dan Raja juga ikut terdiam.

"Vyosha." Seseorang memanggil dari arah berlawanan tubuh Vyo. Vyo segera membalikkan tubuhnya dan tersenyum lega. Akhirnya, bisa keluar dari situasi canggung ini. Pikirnya.

"Lo kenapa? Itu siapa?" tanya Melly melihat sahabatnya yang sepertinya menyembunyikan sesuatu. Matanya pun menangkap sesosok lelaki yang langsung pergi begitu saja.

"Enggak kok. Itu.. siswa yang baru masuk mau minjem novel. Tadi kita papasan," ujarnya kikuk takut Melly tak percaya omongannya.

"Ouh, udahkan nyari novelnya? Gue udah nemu kayaknya seru banget ini novelnya," katanya sembari menunjukkan bukunya pada Vyo.

"Gue juga kayaknya seru"

"Yaudah yuk pulang dah sore banget," kata Melly yang sudah melihat jam dari tangannya.

"Pulang sorekan gara-gara lo. Ngapain juga si ikutan OSIS segala," protes Vyo kesal.

"Gue disuruh Ayah gue. Kalau gue ikut organisasi gue dibeliin handphone baru. Jadikan ke rumah gue sekarang?" Ekspresinya berbunga-bunga.

"Heem, gue dah nelpon tadi mau belajar di rumah lo. Gara-gara lo jadi pulang terlambat jadi, gue sampe jam tujuh malem aja"

****"

"Raja, lo kemana aja, kita nungguin lo datang ," ujar seorang wanita dengan rambut terurai panjang dan tangannya menghentikan pergerakan Raja tepat di depan gerbang sekolahnya.

"Rev, maap banget. Tapi, gue mau bilang sesuatu yang penting banget." Raja kini berpikir matang bahwa ia mungkin akan benar-benar melepaskan jabatannya.

"Kenapa?" Reva mengangguk dan mendekatkan dirinya pada Raja.

"Mulai besok lo yang jadi ketua OSIS," ucapnya tepat pada telinga Reva. Perkatannya itu sontak membuat Reva heran.

"Kok gitu? Kalau mau ngundurin bilang sama anak-anak sama Pak pembina, Pak Andre. Lagian kenapa? Haduh, gue jadi wakil aja udah beban Raja," tuturnya dengan sedikit kesal.

"Hmmm, yang pasti ada sesuatu yang tidak mengizinkan gue untuk bahagia," ucapnya dengan tersenyum tipis. "Bilangin aja sama lo ke anak-anak sama Pak Andre. Gue juga bakal keluar dari ekstrakulikuler yang gue ikutin," lanjutnya dengan rasa sedikit sedih dan langsung pergi begitu saja. Reva hanya terdiam dan memandangnya iba. Tapi, OSIS tak pernah tahu apa yang terjadi pada hidup Raja. Mereka hanya melihat Raja adalah sosok lelaki yang selalu tersenyum.

Diperjalanan pulang Raja hanya terdiam. Ia berpikir apakah keputusannya benar? Yang jelas, ia tidak bakal merasakan kehidupan yang bebas. Jarak rumah yang ia tempati bersama Bibinya tidak jauh dari sekolah. Hanya berjalan sekitar lima belas menit sudah sampai di Alfamart Bibinya dan rumah yang didominasi berwarna hijau muda yang berada disebelah toko itu adalah rumah Bibinya. Dari kejauhan ia melihat Rima--Bibinya yang sedang menerima antrian dari para pelanggannya.

"Kak Raja," teriak seseorang dan membuat Raja melihat sekitar siapa yang memanggilnya.

"Frisa." Raja tersenyum melihat gadis berusia sepuluh tahun dengan rambut dikuncir kuda. Menambah kecantikan pada wajah gadis imut itu.
Anak terakhir dari Rima yang senang karena kehadiran Raja. Anak lugu yang selalu mengerti keadaan Raja. Satu-satunya sahabat ia di rumah.

"Ayo Kak, kita kerja lagi. Seru," ujarnya dengan senyum yang manis.

"Sebelum itu, ganti dulu bajunya ya. Jangan pake seragam." Raja membungkukkan setengah badannya dan wajahnya tepat berada di depan gadis itu dengan mengelus kepalanya lembut. Gadis itu mengangguk dan pergi meninggalkan Raja yang tetap tersenyum.

Setelah para pelanggan tidak ada. Raja memutuskan untuk segera memasuki bangunan yang di dominasi berwarna putih itu. Ia mengehela napas pelan dan memasukinya. Ketika masuk, Rima menatap tajam dan menghela napas lelah.

"Kau tahu kenapa aku tidak mempekerjakan orang lain? Karena aku punya kamu. Bisakah sedikit berguna bagi keluarga kami?" Baru saja datang Raja langsung diomeli seperti itu. Raja hanya menunduk dan menaruh tasnya di lantai.

"Aku minta maaf"

"Maaf? Oke, hari ini saja aku maafkan," ujarnya dan segera melepaskan rompi Alfamartnya. "Kau harus tahu posisimu," lanjutnya dan segera pergi.

Raja segera memakai kembali rompi tersebut dan memulai aktivitasnya kembali. Mungkin, dalam hatinya ada rasa terpaksa tapi disisi lain mungkin, hatinya merasa tidak ingin dijatuhi masalah terus menerus.

*****

"Vy." Melly terbelalak terkejut ketika mendapat pesan dari group WhatsApp OSIS.

"Kenapa?" Vyo penasaran ketika melihat ekspresi Melly.

"Raja ngundurin dari jabatannya," ucap Melly dengan nada serius.

"Tapi kenapa?"

"Ini juga belum pasti si. Kak Reva mau kita kumpul besok setelah pulang sekolah," jelasnya.

"Hmm, Mell gue pulang ya," ujar Vyo sedikit lesu. Mungkin, karena berita hari ini yang membuatnya seperti itu.
Entah kenapa ia merasa bahwa ada yang tidak beres dari hidup Raja. Entah ada masalah atau ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Yang jelas, Vyo seperti khawatir padanya.

Setelah sampai di gang yang nantinya ia masuki untuk sampai kerumahnya Vyo segera mengambil uang dalam tasnya dan memberikannya pada pengemudi motor yang memakai jaket hitam. Vyo segera memasuki gang yang berukuran sedang. Bisa saja Vyo menyuruhnya untuk sampai ke depan rumahnya. Hanya saja, ia butuh menjernihkan pikirannya yang lelah sambil berjalan.

Ketika ia berjalan dan hampir sampai ke rumahnya yang berwarna kuning dan biru dengan halamannya yang sedikit luas dan gerbang setinggi sekitar empat meter yang didominasi berwarna coklat, mata Vyo menangkap seseorang memakai jaket berwarna biru gelap sedang memandang rumah yang berwarna kuning biru itu. Vyo mendekati dan tanpa seseorang itu sadari Vyo sudah berada disisinya.

"Kak Raja?" Vyo menatap wajah lelaki itu dengan heran.

"Hai, Vyosha," jawab lelaki itu dengan senyumnya. Raja memang sudah mempersiapkan ini ia sengaja diam disini untuk menemui Vyo.

"Tapi, apa yang kakak lakuin disini?" ujar Vyo gugup sembari tersenyum canggung.

"Aku... Aku... Hanya ingin lihat kamu." Lagi-lagi perkatannya membuat Vyo benar-benar gugup.

"Kamu tahu, terkadang manusia selalu melakukan hal tidak disukai karena untuk bertahan hidup. Tapi, jika melakukan hal disukai walaupun itu berbahaya, menurutmu bagaimana?" tutur dan tanya Raja pada Vyo.

"Kenapa tiba-tiba nanya begitu? Hmm, tapikan seseorang itu bakal bahagia. Walaupun nyawa taruhannya. Bisa dibilang bahagia sesaat tapi kebahagiannya bisa diingat selalu," jawab Vyo yang sedikit heran.

"Berarti, aku tetap akan melakukan hal yang disukai walau bahaya mengancam," ujarnya dengan senyum yang manis membuat Vyo salah tingkah. "Kau tahu alasannya?"

"Emangnya apa?"

"Karena, hal yang disukai aku adalah memandangmu"

deg!

Tatapannya beradu dalam gelapnya bumi yang hanya di sinari cahaya bulan.




To Be Continued

Semoga suka manteman:)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro