Bab 8 Ini Aku!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Diam bukan berarti kalah. Diam adalah sifat berkualitas yang ditujukan pada orang yang tidak mampu menerima. Lantas, jika berurusan dengan masa lalu, apakah tetap diam?

*****

Raja menatap jam dinding dengan rasa gelisah. Tak henti-hentinya ia melihat setiap detik pada jam. Ia juga, tak fokus pada apa yang sedang ia kerjakan. Menata barang-barang dan makanan Alfamart milik Bibinya. Tangannya mulai bergerak cepat menaruh barang dan makanan ke raknya. Setelah beberapa menit selesai ia lalu, melepas rompi Alfamart dengan seragam miliknya.

"Mau kemana?" Seseorang memanggil ketika tepat ia membuka pintu kaca itu. Nada yang begitu kesal membuat Raja mengurungkan niatnya

"Gimana? Kau sudah mundur dari jabatanmu sebagai ketua OSIS?" Wanita itu menatap Raja benci. Raja memilih diam dan sesekali menatap pada jam dinding.

"Kita gak butuh kecerdasan dan keaktifanmu disekolah. Kita hanya butuh uang darimu. Kau harus kerja jangan mementingkan yang lain!" Nadanya yang penuh penekanan membuatnya diam membeku.

"Keluargamu banyak hutang pada saya. Kau harus membayarnya, jadi jangan jadi anak yang tidak berguna! Ingat, setelah pulang sekolah kau tidak diizinkan kemana-mana!" jelasnya lalu pergi keluar Alfamart meninggalkan Raja yang gelisah.

Raja kembali memakai rompi kerjanya dan bersiap untuk kembali bekerja. Disetiap menitnya ia hanya memikirkan bagaimana cara ia keluar dari situasi ini. Raja juga sadar diri, ia harus berterima kasih pada Bibinya yang ingin merawatnya. Hanya saja, terkadang ia berpikir  harus bagaimana lagi? Segera ia enyahkan pikiran itu dan lanjut menata obat-obatan.

Ketika ia menata seorang remaja menghampirinya dan memukul meja kasir dengan keras dihadapannya.

"Ambilin gue air, gue haus!" ucapnya dengan napas terengah-engah.

"Lo bisa ambil sendiri kan?" Raja membalasnya lalu, melanjutkan aktivitasnya yaitu, menata obat-obatan yang raknya tidak jauh berada dimeja kasir.

"Hh, lo pikir lo siapa?" Lelaki itu menghampiri Raja dan menarik kerahnya.

"Gue Raja. Enyahlah brengsek!" Raja tertawa kecil sembari tenang. Ia sudah biasa mendapatkan perlakuan seperti ini dari anak Bibinya.

"Gue tahu lo Raja. Tapi, sadar dirilah bodoh! Dasar belagu!" Lelaki itu melepas kerah dengan kasar.

"Bodoh? Bukankah kau yang bodoh?" Raja mulai tak tahan dengan sikapnya dan langsung memasang wajah tengil padanya.

"Tapi setidaknya, orangtua gue gak ngelakuin hal kejam pada anaknya," ujarnya menatap kesal pada Raja sembari tersenyum sinis.

Perkataannya membuat Raja tersontak kaget. Dadanya sedikit terasa sesak dan emosi mulai menyelimuti dirinya. Tangannya mengepal keras bersiap menonjok wajah lelaki dihadapannya. Tapi, ia tetap masih bisa menahannya. Entahlah, sekarang Raja selalu bersikap diam jika dirinya diperlakukan tidak baik. Mungkin, ia berpikir jika melakukan hal yang kelewatan ia tidak bisa tinggal di rumah Bibinya.

"Juga, hidup gue sederhana tapi gue bahagia. Dibandingkan lo, lo mewah tapi sayang, lo belum pernah ngerasain bahagia." Lagi-lagi lelaki itu mengeluarkan kalimat yang membuat Raja benar-benar emosi.


"Diam!" Hatinya kini berkecamuk dan diliputi amarah dan pandangannya menatap pada ubin berwarna putih.

"Kenapa? Wah, wajahmu terlihat marah," kata lelaki itu tetap memprovokasi Raja.

"Kubilang diam!"

"Diam? Hmm, satu lagi. Bayar hutang orangtuamu dulu." Lelaki itu tetap melanjutkan omongannya tanpa mengerti situasi.

"Kubilang diam!" Tangan Raja kini mengepal dengan sangat keras. Raganya yang seperti diliputi kobaran api.

"Kau tahu? KETIKA ORANGTUAMU SUKSES MEREKA MELUPAKAN KEBAIKAN IBUKU!" Kini lelaki itu juga tak bisa menahan emosinya ia membentak Raja yang terdiam dan menunduk. Ketika semua itu dilontarkan lelaki itu Raja pun tak bisa menahan amarahnya lagi. Ia tak boleh tetap diam jika menyangkut orangtuanya.

"KUBILANG DIAM!" Raja mengangkat wajahnya dan menatap marah padanya. Bukankah merasa lelah, jika terus merasa seperti ini?

"Ada apa ini?" Seorang wanita yang beberapa jam menemui Raja, kini datang lagi bersama suaminya.

"Raja, kau memang benar-benar tak tahu malu. Teriakanmu itu terdengar keluar." Perkatannya menusuk hati pada Raja. Ia terdiam dengan napas terengah-engah.

"Sudahlah, kembali kerja Raja," ujar pamannya dengan tatapan yang sama seperti bibinya. Entahlah dunia ini licik.

"Kerja?" Raja tertawa kecil dihadapan mereka yang membuat mereka heran.

"Gue bukan pembantu!" Raja segera melepas rompi dan tangannya mengambil seragam yang berada tidak jauh darinya.

"Bukankah seharusnya, anakmu yang melakukan ini?" Raja menyodorkan rompi itu tepat pada wajah Bibinya. Tatapan benci dengan wajah tengil ia tunjukkan dihadapannya. Lalu, segera ia meninggalkan Alfamart tempat yang menjadi kisah buruknya hari ini. Ia hanya pergi tanpa arah, yang pasti ia hanya ingin dirinya tidak ditindas siapapun.

"Anak sialan!"

*****

"Lama banget deh," gerutu Vyo pada Melly yang baru saja selesai mengikuti meeting OSIS.

"Maap, soalnya tadi ketua OSIS nya gak ada, jadi lama," ucapnya merasa bersalah.

"Kak Raja? Kemana emang dia?" tanya Vyo penasaran.

"Entah, ayo cepet ke perpus nanti tutup." Melly menarik lengan Vyo dengan cepat.

"Sabar Mel, lagian perpusnya jauh amat deh. Ini sekolah atau apa si? Perpusnya deket gerbang lagi," protes Vyo yang tidak ingin berlari.

Sesampainya disana, mereka cepat mencari novel untuk mata pelajarannya besok. Mungkin, akan ada bab novel. Pikirnya. Tidak banyak orang yang berada disana. Hanya ada dua orang yang masih sedang membaca dan satu orang yang sedang memilih buku. Mungkin bingung mau pilih buku yang mana. Perpustakaan yang sangat luas membuat Vyo sedikit lelah dengan rak-rak yang berjejeran rapih didominasi berwarna coklat. Vyo memisahkan diri dengan Melly. Karena, ia selalu menanyakan pendapat buku mana yang harus ia pilih. Itu membuatnya pusing.

Tepat di tengah jajaran pertama rak buku, Vyo menemukan novel yang menurutnya menarik. Ia mengambil buku tersebut dan tersenyum senang. Namun, pada saat ia melangkah, dihadapannya sudah ada pria jangkung memakai kaos berwarna abu dengan celana SMAnya dan tangan yang menggenggam sebuah tas.

"Kak Raja?" Entah perasaan apa ini. Yang jelas jantungnya berdetak kencang. Pasalnya, lelaki itu menatap Vyo dalam yang membuatnya gugup.

"Ini aku!"

Perkataannya membuat Vyo terbelalak terkejut. Pikirannya berputar dan bertanya-tanya. Maksudnya, aku itu siapa? Bukankah dia Raja? Apa bukan itu maksudnya. Pikirannya berbelit dan membalas tatapan Raja.

"Bunga tulip biru," ucapnya pelan dan memandangi iris mata cokelat yang menurutnya sangat cantik.

Iris mata cokelat milik gadis itu sangat jentara menunjukkan rasa yang tidak karuan. Wajah lelaki itu hanya berjarak beberapa cm diwajah Vyo. Kini, lelaki itu mengambil lengan Vyo dan wajahnya terus mendekat. Mungkin kali ini, hanya sekitar sepuluh cm jarak antara wajah mereka.

"Setiap malam, aku selalu mimpi buruk," katanya terus menatap Vyo tanpa memandang ke arah lain sedikitpun.

Vyo hanya diam dan tak bersuara ia hanya mendengarkan ocehan lelaki dihadapannya yang sepertinya sangat serius. Karena tak enak jika ada yang melihatnya, Vyo melepas tangan yang dipegang Raja. Namun, Raja mengambil tangannya kembali dengan terus menatapnya. Ini membuat Vyo heran, mengapa ia bersikap seperti ini? Walau begitu, perasaan Vyo kacau. Entah apa maksud dari perasaan ini. Yang terpenting, jantungnya terus berdebar kencang tanpa henti.

"Tetap seperti ini, aku hanya ingin memandangmu dari dekat"

deg!

Buku yang ia pegang di salah satu tangannya jatuh begitu saja ketika mendengar kalimat itu.

"Sebentar saja, aku ingin terus seperti ini"

Tangannya yang dipegang begitu erat dan hatinya yang tidak karuan. Situasi ini benar-benar membuatnya bingung. Apa maksud dari semua ini. Walau begitu, Vyo tak tahu harus bagaimana, ia hanya membalas tatapannya dan genggamannya. Mungkin Vyo membalas, mengikuti apa kata hatinya.

"Lagi-lagi, perasaan apa ini?"

To Be Continued

Hehe, gimana guys untuk bab ini? Ouh Iyah mau tanya nih, jantung Vyosha aman gak yah? Wk

Semoga suka :)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro