20. Berusahalah Dengan Wanita Lain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 20 Berusahalah Dengan Wanita Lain

Sore itu, pemandangan Egan dan Ivie yang turun dari mobil dengan wajah semringah sang istri menyambut Lily yang baru saja pulang dari kantor. Lebih awal seperti yang diinginkan Cave meski ia berencana akan kembali dari kantor jam sembilan malam. Ada setumpuk berkas yang harus ia cek, dan sekarang teronggok di jok belakang mobilnya.

Lengan Ivie bergelayut manja pada Egan, ketika mereka berpapasan di teras rumah. Telapak tangan Ivie mengelus perut dengan lembut. “Jadi bagaimana kabar program kehamilanmu dan Cave?”

Ah, pandangan Lily bergerak turun pada perut Ivie, kemudian beralih ke pintu ganda yang terjemblak di depan mereka. Tampak para pelayan sibuk menata dekorasi ruang tamu. “Semua ini untukmu?”

“Ya, tentu saja.” Ivie merogoh tasnya dan mengeluarkan selembar kertas. Hasil USG 4 dimensi. “Umurnya 5 minggu.”

“Selamat kalau begitu.” Pandangan Lily bertemu dengan Egan sejenak lalu berjalan masuk lebih dulu.

Kepuasan di wajah Ivie membeku, melepaskan pegangannya dari Egan dan menahan lengan Lily. “Aku tak membutuhkannya.”

“Anggap saja kau tak mendengarnya.”

Wajah Ivie mulai kesal. “Kau tahu artinya ini, kan?”

Lily mengangguk. “Kau hamil, kan? Apakah ada arti lainnya yang harus kupahami?”

Ivie mendesah kasar. “Artinya kau harus bersiap ditendang dari rumah ini.”

“Kenapa?”

Mulut Ivie membuka nutup, siap melemparkan semburan amarahnya ketika Egan segera mendekat. “Kita ke atas Ivie.”

“Aku belum selesai bicara dengannya …”

“Kau ingat apa yang dikatakan dokter? Kandunganmu lemah dan emosimu harus tetap stabil.”

“Ehm, maaf kalau aku berhasil mengusik emosimu,” sela Lily dengan senyum yang tak mencapai kedua matanya. “Sebaiknya aku pergi sebelum emosimu semakin memburuk.”

“Kau lihat, sikapnya semakin hari semakin menyebalkan.” Ivie menunjuk ke punggung Lily yang mulai menaiki anak tangga.

“Kau yang kekanakan.”

“Kau membelanya?”

“Tidak, tapi untuk apa Cave mengusirnya hanya karena kau hamil?”

“Waktunya hanya tersisa satu bulan. Jika dia tidak hamil, Monica yang akan hamil untuk Cave.”

“Masih ada satu bulan. Dan belum tentu Cave akan mengusinya. Kau tahu kakakmu seperti apa.”

“Tidak akan semudah itu.” Ivie menyilangkan kedua lengannya. “Mama memastikannya tidak akan hamil.”

Kedua alis Egan bertaut. “Apa maksudmu?”

“Mama selalu memberiku minuman khusus, kan?”

Kerutan di kening Egan semakin bertumpuk. “Apa maksudmu?”

“Setiap hari, pelayan memasukkan …”

“Memasukkan apa?” Desisan tajam Cave memenggal kalimat Ivie. Wanita itu seketika memucat, kedua matanya segera digenangi air mata oleh ketakutan yang membuat tubuh sang adik bergetar hebat.

*** 

“Aku tak percaya mama akan melakukan hal selicik ini. Mengkhianati kesepakatan dengan cara pengecut.” Cave melepaskan cekalan di lengan Ivie yang wajahnya sudah dipenuhi air mata. Berdiri tepat di hadapan Elva yang tengah memerintah pelayan-pelayan.

Satu kedipan dan para pelayan tersebut menyingkir, menatap kemarahan di wajah Cave dan ketakutan yang membuat tubuh sang putri bergetar hebat. Tak berani menatapnya. “Ada apa ini, Cave? Apa yang kau lakukan pada adikmu?”

“Apa yang mama lakukan pada istriku?” koreksi Cave dengan desisan yang tajam.

Elva terdiam, menatap permohonan yang tersirat di kedua mata sang putri. Isakannya semakin tersedu.

“Perlukah aku membawa pelayan itu juga ke hadapan mama? Aku hanya perlu mengusirnya dari rumah ini dan berharap saja dia tak pernah berpapasan denganku lagi.”

“Kau salah paham.”

Cave mendengus keras. 

“Kau punya bukti?”

Mata Cave menyipit tajam akan kepercayaan diri sang mama. Yang terkadang memang lebih cerdik dan licik dari ia perkirakan. Tak ada pelayan yang mengaku, tak ada CCTV yang membuktikan kalimat Ivie, dan tak ada bukti obat atau apa pun itu yang disebutkan oleh sang adik. Terutama ketika Ivie memperbaiki kalimatnya. Pelayan memasukkan vitamin yang akan membantu program kehamilan Ivie dan minuman itu memang khusus untuk Ivie.

“Kau ingin mama juga memberi istrimu obat itu? Seperti yang kau lihat, Ivie berhasil hamil.” Elva tersenyum penuh arti. Melihat sang putra yang membeku di seberang meja. Tampak berpikir dalam. Meski tak ada kepercayaan yang tersirat, ia tahu Cave tak bisa membenarkan tuduhan itu. Mulai mempertimbangkan semua ini hanyalah kesalah pahaman.

Tangan Elva terangkat dan pelayan yang berjajar di samping meja meninggalkan ruangan. Begitu pun dengan Egan yang langsung membawa sang istri kembali ke kamar.

“Apa kau sefrustrasi itu?” Elva mendecakkan lidahnya. “Kau membuat adikmu ketakutan. Dia sedang hamil muda dan baru saja pulih dari traumanya. Kau tak ingin membuatnya kembali keguguran, kan?”

Cave tetap tak berkomentar. Ya, ia memang begitu frustrasi dengan situasinya. Keinginannya membuat Lily hamil tak hanya untuk memenuhi perjanjiannya pada sang kakek. Hubungannya dan Lily …

“Hubungan kalian tampak merenggang akhir-akhir ini. Ada masalah? Kupikir kau sudah memberi semua yang diinginkan dari tempat ini.”

Cave bangkit berdiri. Untuk masalah yang satu ini, sungguh ia tak membutuhkan masukan lain dari sang mama. Terutama dari sang mama.

Lily baru saja keluar dari kamar mandi ketika Cave masuk ke dalam kamar. Menatap gaun malam dan setelannya di tepi ranjang yang sudah disiapkan oleh pelayan atas perintah sang mama.

“Bukankah terlalu awal untuk merayakan kehamilan yang baru berumur … 7 minggu?” Lily berjalan menuju meja rias. Memperhatikan langkah Cave dari cermin. Pria itu duduk di sofa, mulai melepaskan jas, dasi, sabuk, dan sepatu. Tak berkomentar apa pun dengan pertanyaannya. Tentu saja ia bisa merasakan keresahan yang tampak jelas di wajah pria itu.

“Setidaknya dia berusaha dan sudah hamil.” Cave membalas tatapan Lily. Yang membeku.

“Kau bisa berusaha dengan wanita lain.”

Cave melompat berdiri, menyambar lengan atas Lily dan memutarnya hingga keduanya saling bertatapan.  “Kau sungguh ingin aku melakukan itu?”

“Ya, lakukanlah.”

“Kau akan menyesalinya, Lily.”

“Kau sudah menyesal menikahiku, kan? Aku tak ingin membuatmu lebih menyesal lagi jika kau terikat lebih erat dalam pernikahan ini.”

Bibir Cave menipis keras, menyentakkan lengan Lily sebelum masuk ke dalam kamar mandi. Membanting pintu dengan keras. Menyusul suara pecahan dari dalam.

*** 

“Kenapa dengan tanganmu?” Monica mengambil tangan Cave, melihat luka robek dengan darah yang sudah mengering di sekitar punggung tangan pria itu dengan cemas.

“Hanya sedikit kecelakaan.” Cave melirik ke samping. Pada Lily yang duduk di sisinya, berusaha membaur dengan obrolan kerabat-kerabat meski tak sepenuhnya nyaman. Membalas pujian-pujian dari tante-tantenya dan para sepupu dengan senyum yang lebar.

Selain mama dan adiknya yang terang-terangan menunjukkan ketidak sukaan pada sang istri, hampir semua orang menyukai Lily. Reputasi wanita itu cukup bagus dan tahu bagaimana cara dan harus bersikap untuk mengambil hati siapa pun. Termasuk dirinya.

“Jika hanya melahirkan, bukankah semua wanita bisa melakukannya?” Lily menampilkan senyum sedih yang dibuat-buat. “Tapi untuk menjadi seorang ibu, tidak semua bisa melakukannya. Saya butuh mempersiapkan diri untuk menjadi ibu yang baik sebelum benar-benar siap untuk hamil.”

Kalimat tersebut tentu saja disambut gumam ketakjuban. Kecuali Ivie dan Elva.

“Kemarilah, Cave.” Monica menarik lengan Cave, membawa pria itu keluar dari ruang keluarga yang dipenuhi para tamu.

“Bukan karena kau tak mampu hamil?” Ivie menyahut dengan sinis. Yang langsung mendapatkan tatapan peringatan dari sang mama . 

“Hmm, mungkin. Jadi sekarang aku sedang berpikir untuk mengoreksi diri sendiri. Dan mempersiapkan untuk menjadi orang tua yang lebih baik jika sewaktu-waktu aku hamil.” Lily tentu menjawab semua itu dengan nada yang lembut.

“Jangan diambil hati, Lily.” Elva menyahut, dengan suara yang diatur tak kalah lembutnya. “Ivie sedikit sensitif karena kehamilannya. Ia tak bermaksud mengatakan kalimat itu.”

“Ya, Ma.” Lily mengangguk. “Hamil bukanlah perlombaan. Jika Ivie sudah hamil, bukankah itu artinya dia sudah diberi kepercayaan untuk menjadi ibu yang baik untuk anaknya? Mama tak mungkin meminta kami segera hamil hanya untuk dijadikan penerus keluarga?”

Wajah Elva membeku, menatap semua orang yang seketika bergeming. Hingga dipecahkan oleh tawa kecil Lily.

“Meski memang itu dibutuhkan, tapi itu tak akan menjadi satu-satunya alasan. Kehamilan akan menjadi kabar bahagia untuk semua orang.”

Elva nyaris tak bisa menelan ludahnya. “Ya, kau benar. Aku hanya menginginkan kebahagiaan untuk pernikahan Cave dan Ivie. Kapan pun anak itu akan datang untuk melengkapi kebahagiaan rumah tangga kalian.”

Dan tentu saja percakapan tersebut mendapatkan pujian untuk Elva dan Lily sebagai pasangan mertua dan menantu terbaik dalam keluarga Zachery.

Lily berpamit ke kamar mandi, masih sempat mendengarkan tante Corry yang tak berhenti mengatakan Elva sebagai mertua yang pemurah. Membuat Lily nyaris tak bisa menahan gelak tawanya.

“Aku tahu kau sudah berusaha, Cave.” Suara Monica menghentikan langkah Lily yang baru saja naik ke lantai dua. “Aku akan melakukannya jika itu bisa membantumu.”

Lily tahu tak seharusnya mendengarkan pembicaraan tersebut. Dan tak seharusnya kepala berputar. Hanya untuk melihat wajah Cave dan Monica yang saling mendekat, dan kemudian bibir keduanya bertemu.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro