19. Tak Ada Yang Berubah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 19 Tak Ada Yang Berubah

“Kau hamil?”

Lily menarik napas dan mengambil benda itu dari tangan Barron kemudian menyimpannya di tas. Ia harus segera melenyapkan bukti itu dari siapa pun. Secepatnya.

“Cave tahu?”

“Tak perlu tahu.”

“Dan dia akan tahu.”

“Aku akan menemukan cara agar dia menceraikanku.”

“Secepat ini?”

Lily tak membalas. Kembali memeriksa kelengkapan berkas di dalam tas tersebut sejenak. Menyusul keheningan yang cukup lama.

“Semua rencanamu mendadak berantakan, Lily. Ada apa? Karena Cave?”

Lily bergeming. Ia sendiri tak tahu. 

“Ya, sebelumnya memang sudah berantakan ketika Egan mengkhianati kita. Tetapi kemudian kita memiliki rencana yang lebih bagus, bukan. Menggunakan Cave. Seperti membunuh dua burung dengan satu batu. Aku ingat kau mengatakannya di apartemenmu ketika kau pingsan karena kelelahan bekerja.”

Lily tak membalas. Ia sendiri tak tahu apa yang akan dilakukannya. Ketika haidnya mendadak terlambat datang. Satu-satunya kemungkinan adalah karena dirinya hamil. 

Setidaknya kesibukan Cave dan dirinya tak membuat keduanya terlalu sering berinteraksi kecuali saat pagi dan malam. Juga di ranjang. Ia hanya perlu menolak ketika tanggal datang bulannya datang, dan Cave akan langsung berhenti mencumbu lalu meninggalkannya. Entah bermalam di mana, ia tak pernah ingin mencari tahu. Menjaga ketenangan hatinya.

Entah apa yang akan dilakukannya, ia sudah memikirkannya sepanjang bulan ini. Namun tak ada satu jalan yang bisa ia pikirkan.

“Cave tak memperlakukanmu dengan baik?”

Lily menggeleng pelan. Walaupun terkadang bersikap dingin dan terkadang mereka berdebat. Pria itu tak perlu memperlakukannya dengan baik. Hubungan mereka terasa hambar.

“Kau berpikir untuk menggugurkannya?”

Dada Lily mencelos mendengar pertanyaan tersebut. Karena tak bisa melakukan hal sekeji itulah yang membuatnya kebingungan. Rasa bersalah pada kehamilan sebelumnya yang harus berakhir naas membuat sisa hati nuraninya sebagai seorang ibu tak berani memikirkan jalan semacam itu.

Ditambah, jika ia memberitahu semua orang, terutama Elva. Ia tak berani mengambil resiko untuk menantang kenekatan sang mertua. Rekam jejak Elva membuatnya selalu tetap was-was. Bahkan untuk sekedar minuman yang disajikan di rumah tersebut. Tak ada yang bisa dipercayanya.

“Kau memikirkannya?” ulang Barron.

Lily menggeleng. “Kita akan memikirkan jalan keluarnya.”

“Apa kau mulai emosional?”

“Aku akan segera memperbaikinya.”

“Jadi ada?”

Lily tak langsung menjawab. “Aku tak tahu.”

“Pada Cave? Atau anak kalian?”

Lily merasa lebih sesak dengan pertanyaan tersebut. 

“Sepertinya keduanya. Tapi aku hanya akan membahas anak kalian.”

“Kita di mobil, Barron.”

“Jalanan cukup lengang, dan masih ada 15 menit perjalanan.” Satu tangan Barron meraih tangan Lily, menggenggamnya dengan kuat. “Kecelakaan itu bukan kesalahanmu.”

“Aku tak benar-benar menginginkannya.  Dan aku juga menggunakannya untuk kepentinganku sendiri. Dia tahu aku bukan ibu yang baik untuknya. Juga …” Lily menelan rasa pahit di lidahnya. “Sekarang. Dia pasti tahu aku bukan ibu yang tepat untuknya, tapi … kenapa aku harus hamil lagi?”

“Kau tidak melakukan pencegahan apa pun?”

“Kalau aku mendatangi dokter Maya, dia akan memastikan dokter itu dipecat dan tidak diterima bekerja di mana pun. Aku tak ingin membuat masalah kami merambat ke masalah orang lain.”

“Oh.” Barron merapatkan rahangnya. Mendesag satu kali dan kembali bersuara. “Apa semua dokter kandungan di kota ini tahu kalau kau istrinya Cave?”

Lily menghela napas dan tertawa kecil. “Tidak mungkin. Tapi aku juga tak terkejut kalau mereka tahu. Semua gosip tentang keluarga Zachery selalu menjadi topik paling menarik. Mereka lebih suka menjauhi masalah.”

“Aku akan mengaturnya.”

“Mengatur apa?” Lily menoleh dan hanya dibalas seulas senyum oleh Barron.

*** 

“Ada perkembangan?” Cave mengangkat pandangannya meski kepalanya masih mengarah pada berkas yang terbuka di depannya. “Atau perubahan rencana mungkin?”

Ronan menggeleng. Tetapi kemudian mengangguk. “Mamamu dan Egan akan segera menyerahkan saham pribadi mereka pada Barron. Seperti yang sudah disepakati. Dan para pemegang saham juga akan segera melakukan rapat untuk posisi CEO yang kosong. Akan tetapi … belum ada daftar rekomendasi yang dibahas. Ya, meski dia bisa merangkap posisi itu.”

Cave hanya mendengarkan. Tak mengejutkannya.

“Apakah menurutmu istrimu yang akan diajukan? Reputasinya sempurna untuk posisi itu. Ditambah sebagai istrimu. Aku yakin mereka tak akan menolak rekomendasi itu. Hanya saja, apakah menurutmu Lily mampu melakukannya?”

“Kenapa kau mempertanyakan pertanyaan yang hanya memperjelas ketololanmu, Ronan.”

“Oke. Aku tahu ke mana semua ini akan mengarah.” Ronan manggut-manggut sambil mengelus dagunya pelan. “Balas dendam seorang wanita yang patah hati memang begitu menakjubkan,” gumamnya berkomentar. “Tapi … kau yakin hubungan istrimu dan Barron hanya sebatas itu?”

Cave tak menjawab. Pertanyaan itu juga selalu meresahkan perasaannya.

“Seorang pria mengeluarkan uang sebesar itu untuk membalaskan dendam wanita, tak mungkin hanya karena menyayangi teman masa kecilnya, kan?”

Cave pun tahu itu. Bahkan sebelum tahu Barron Izzan akan melakukan apa pun demi Lily. “Sebelum Egan mengkhianati Lily, target Barron memang perusahaan itu. Aku hanya ingin tahu alasan apa yang membuat mereka begitu menginginkan perusahaan mamaku itu.”

Ronan terdiam. Tampak mempertimbangkan. “Hmm, kau benar. Lily menjalin hubungan dengan Egan, tapi itu sebelum mamamu memberikan sebagian sahamnya pada Egan.”

“Cari tahu lebih banyak.”

“Keluarga Carim hanya pemilik di atas kertas, aku tahu perusahaan itu dikendalikan oleh mamamu. Dan sekarang mamamu akan merelakannya, tapi aku merasa mamamu memiliki alasan yang lain. Mungkinkah kita perlu mencari tahu bagaimana dan kapan perusahaan ini mulai berkembang? Dan kenapa mamamu memilih Egan dan keluarganya untuk dipercaya?”

“Itu yang kukatakan.”

Ronan mneghela napas dengan kasar.

“Apa kau membawa sesuatu yang kukatakan kemarin?”

“Panti asuhan istrimu?”

Cave mengangguk. Sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. “Apa aku bisa bertemu dengan penanggung jawabnya? Aku ingin mengunjunginya dalam waktu dekat.”

*** 

Mobil Barron baru saja memasuki area gedung ketika Lily melihat Cave yang berdiri bersandar di depan mobil. Kedua lengan bersilang dada dan dengan kedua tangan bersilang di depan dada, terlalu mencolok untuk tidak menarik perhatian para wanita yang berlalu lalang di sekitar gedung.

“Haruskah aku menuntutnya karena membuat resah publik?”

Lily menghela napas pelan. “Kupikir aku perlu merombak semua jadwalku. Dia mewajibkanku makan siang dengannya.”

Barron menoleh ke samping dengan mata melebar tak percaya. “Karena CC?”

Lily mengangguk, mengambil berkas di jok belakang dan tasnya. “Aku hanya tak tahu dia akan benar-benar menjemputku.”

Barron terkekeh. “Kau yakin akan bercerai dengan mudah?”

Lily tak yakin. Peringatan Cave sudah sangat jelas. Menatap pria itu yang berjalan mendekati mobil Barron. Berhenti tepat di depan pintu mobil.

“Tatapannya tak pernah berubah ketika melihatku,” gumam Barron rendah. Nyaris tak menggerakkan bibirnya. “Menunjukkan bahwa kau miliknya. Mutlak.”

Lily tak akan berkomentar untuk yang satu ini. Cave tak berhenti berpikir bahwa mereka memiliki hubungan yang spesial. Tapi hubungan spesial yang dipikirkan Cave memang berbeda dari yang memang mereka miliki. Dan ia tak akan menjelaskan apa pun. Barron sudah seperti saudara baginya.

Begitu turun dari mobil, Cave langsung menyambut Lily dengan kecupan singkat di bibir, membawa wanita itu menuju mobilnya dengan lengan melingkar di pinggang.

“Ada cafe di dekat sini, jika kau tak keberatan.” Lily memulai pembicaraan. “Jam setengah dua aku punya janji temu.”

“Aku hanya ingin makan siang bersama istriku, kenapa ada banyak begitu syarat?” Cave sengaja menambah kecepatan, menjauh dari gedung Izzan Company. Tatapannya seketika membuat Lily merapatkan mulutnya. Wanita kuat memang tak pernah menggerutu. Sekaligus membuatnya merasa tak dibutuhkan oleh sang istri. Dan sialanya, ialah yang membutuhkan wanita itu. Lebih besar dan semakin lebih besar. Hingga ia sendiri kewalahan untuk melepaskan diri. Atau memang tak perlu.

Keduanya tak bicara lagi sampai Cave memarkirkan mobilnya di halaman yang luas, di depan bangunan bertingkat dua yang tampak asri karena banyaknya pepohonan yang rindang yang hampir menyelimuti seluruh penampakan bangunan tersebut. Jalan setapak yang mereka lewati di atas kolam ikan. Cave memastikan langkah Lily tetap stabil, perhatian yang disambut dingin oleh sang istri.

“Sebelum menikah, kau tak pernah tidak punya waktu untukku.” Pelayan yang mengarahkan mereka ke meja pesanan Cave meletakkan menu di hadapan keduanya. Sejenak mengalihkan Lily dari tatapan menelisik Cave yang begitu lekat.

“Sekarang aku tak tahu pernikahan kita akan memiliki harapan meski kau tak berhenti mengatakan tak ada yang berubah. Jangan berpura buta, Cave. Kita berdua tahu semuanya telah berubah.”

“Lantas?”

Lily terdiam, menatap seringai di ujung bibir Cave. 

“Aku masih menginginkanmu. Akhir dari perbincangan kita kali ini.” Seringai Cave lebih tinggi. Memilihkan menu untuk mereka berdua dan pelayan menyingkir di tengah ketegangan yang sempat menyelimuti keduanya.

Tangan Cave terulur, membawa punggung tangan Lily ke bibirnya dan tersenyum. Seolah memang tak ada yang berubah dengan hubungan mereka.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro