18. Yang Tersembunyi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 18 Yang Tersembunyi

Dan Lily baru saja menutup pintu di belakangnya ketika tubuhnya kembali terdorong ke depan. Cave masuk ke dalam dan membanting pintu tertutup. Pegangan di tangannya terlepas dan gelas tersebut jatuh ke lantai. Hanya butuh satu detik bagi Cave untuk membawanya ke atas tempat tidur.

“T-tunggu, Cave. Aku tidak bisa.” Lily menggeliatkan tubuhnya, berusaha menyingkirkan tubuh besar Cave yang menindihnya.

“Ya, ini hari jumat. Sudah tengah malam.”

“Tidak.” Tangan Lily menahan di dada Cave. Memalingkan wajah akan bau alkohol yang begitu pekat dari mulut pria itu. “Sekarang hari Rabu, bukan kamis. Dan belum tengah malam. Sebenarnya apa yang ada di pikiranmu?”

Cave tertawa. Menangkap kedua tangan Lily dan memaku di atas kepala. Meredam rontaan tubuh Lily yang mulai mengganggu. “Kau pasti salah hitung.”

“Ya, anggap saja begitu. Pergilah ke kamar Monica.”

“Monica? Ya, kami bersenang-senang.”

“Memang terlihat seperti itu. Sekarang bisakah kau melepaskan tanganku dan segera keluar. Semakin cepat kau pergi semakin cepat kau bersenang-senang dengannya? Jika kau begitu tak sabaran seperti ini.”

“Aku memang tak sabaran.” Tangan Cave mulai melepaskan kancing pakaian Lily.

“Bukan di sini. Aku tak bisa.” Suara Lily masih tenang meski hatinya mulai panik karena Cave yang tak berhasil melepaskan satu kancingnya, kini menyentakkan bagian depan bajunya sehingga semua kancingnya terlepas dengan pilu ke segala arah. “Di sebelah. Sadarlah, Cave.”

“Aku menginginkanmu,” racau pria itu lagi.

“Mon …” Panggilan Lily terpotong oleh bibir Cave yang segera membungkamnya. Dan hati, Lily menyumpahi Monica yang membawa pria itu pulang dalam kondisi mabuk seperti ini.

Dengan seluruh tenaga yang dimilikinya, Lily berusaha menyingkirkan tubuh Cave dari atasnya. Tetapi melawan kekuatan pria Cave jelas bukan ide yang bagus. Hasrat pria itu sudah tak terbendung lagi. Bahkan ia tak bisa melonggarkan cekalan Cave di kedua tangannya.

Pria itu melucuti pakaian keduanya dan melemparnya ke sembarang arah. Dan saat Cave melepaskan bibirnya, berteriak meminta tolong juga ide yang lebih tolol lagi. Cave suaminya.

Pada akhirnya, Lily tetap tak berdaya di hadapan keinginan Cave. Napas pria itu semakin menggebu, tak pernah puas menginginkan tubuhnya.

*** 

Esok pagi, Lily bangun terlambat meski turun dari tempat lebih dulu. Ia hanya punya waktu 35 menit untuk sampai di kantor. Harus menemui klien bersama Barron.

Ia lekas membersihkan badannya, tepat ketika keluar dari bilik, Cave melangkah masuk. Hanya mengenakan celana karet dan rambut yang berantakan.

“Semalam aku mabuk.” Cave bersandar di meja wastafel. Memperhatikan Lily yang membungkus rambut basah wanita itu dengan handuk kecil.

“Ya.”

“Dan kita …” Kedua alisnya bertaut. “Tak biasanya kau bersih di hari … kelima?”

“Aku selesai lebih awal.” Lily berpaling tepat ketika menyelesaikan kalimatnya. Ya, Cave begitu giat menidurinya hanya karena ingin membuatnya hamil.

‘Tak ada yang berubah dalam pernikahan kita. Kau akan memberiku anak.’

Cave memperhatikan sisi wajah Lily. Seolah sengaja sibuk mencuci tangan, sementara wanita itu baru saja selesai mandi.

“Mungkin pengaruh stres, akhir-akhir ini pekerjaanku lebih banyak.”

“Dan akan lebih banyak lagi mulai hari ini.”

Gerakan tangan Lily terhenti. Ya, hari ini ia dan Barron akan lebih sibuk lagi untuk mengulas dan memperbaiki Carim Corporation. Ada banyak list dan pertemuan yang begitu padat. Setidaknya dalam beberapa bukan ke depan. Ia tahu apa maksud yang tersirat dalam kalimat pria itu.

“Siang nanti aku akan menjemputmu.”

“Aku tidak bisa.”

“Aku bahkan belum mengatakan ke mana kita akan pergi,” dengus Cave.

“Ke mana pun. Aku sudah punya janji temu dengan klien.”

Salah satu alis terangkat.”Setidaknya untuk ucapan terima kasih.”

Lily memutar tubuhnya. “Kenapa kau melepaskannya, aku yakin jawabannya tidak ada hubungannya denganku, Cave. Aku tahu kau memiliki niat terselubung.”

“Seperti?”

Lily menatap kedua mata Cave. Lima detik penuh. “Aku sudah terlambat.”

Cave menahan pergelangan tangan Lily yang sudah melewatinya. “Kita akan ke rumah sakit.”

“Sejak awal, kau tahu kalau kecelakaan itu membuatku kehilangan 50 persen kemungkinan untuk hamil lagi. Dan jika kau memang begitu tak sabaran, aku sudah mengatakan padamu untuk …”

“Kau memang sengaja tak ingin hamil. 3 bulan ini kau menolak untuk menemui dokter. Dan dokter tak mengatakan kau kehilangan kemungkinan itu. Sangat memungkinkan jika aku boleh mengingatkanmu.”

“Aku melepaskan CC bukan untuk membiarkanmu melenggang pergi. Sudah kukatakan, tak ada yang berubah dalam pernikahan kita.”

“Begitupun dengan kesepakatanmu dan mamamu, kan? Jadi kau bisa membuat Monica hamil tanpa menekanku untuk memberimu keturunan.”

“Monica? Jangan menyangkutkan masalah kita dengannya. Dia tidak ada hubungannya dengan kesepakatanku dan mama. Dan itu bukan kesepakatan.”

“Ya, apa pun itu. Kau tahu mamamu berusaha mendekatkanmu dengan Monica untuk menyelamatkan garis keturunan keluarga kalian, kan? Kecacatanku yang membuatmu menghalangi tujuanmu.”

“Kau berpikir aku melakukan semua ini untuk diriku sendiri?”

“Ya. Apakah tidak?”

“Aku mencintaimu. Kau tahu aku mencintaimu, itulah alasanku menikahimu!” Suara Cave memenuhi seluruh ruangan. “Jangan berpura tak mengetahuinya, Lily! Kau tahu itu. Sangat tahu dibandingkan siapa pun.”

Lily tak langsung membalas. Cave hanya salah paham. Pria itu terobsesi memilikinya. “Mungkin persepsi tentang mencintai bagi kita berdua adalah hal yang berbeda. Aku tidak akan tidur dengan siapa pun saat mengatakan mencintai orang lain.”

Cave tersentak kaget.

Lily tertawa kecil. Melepaskan pegangan Cave. “Lucu sekali bukan. Saat Egan mengatakan semua itu, di belakangku dia menghamili adikmu. Mungkin sekarang kau sudah membuat seseorang hamil.”

“Kau pikir aku berselingkuh?” Wajah Cave mulai menggelap.

Lily mengedikkan bahu. Lebih ke tak peduli. 

“Jangan menyamakanku dengan pria itu, Lily,” geram Cave. Kembali menangkap pergelangan tangan Lily lalu mendorong wanita itu ke pintu yang hampir dibuka. Menghimpit tubuh Lily dengan tubuhnya. 

“Semua pria sama saja.”

Cave mendengus keras. Kecemburuan berkobar di kedua matanya. Dan bibirnya menipis keras ketika mendesis tajam, “Kecuali Barronmu, kan?”

Lily tak sempat menebak apa yang akan dilakukan Cave dengan kata-kata sengit tersebut. Saat pria itu kemudian menyentakkan jubah handuk yang membungkus tubuh telanjangnya dan membuatnya benar-benar terlambat lebih dari satu jam.

*** 

“Maaf, aku bangun kesiangan.” Lily langsung mengambil tempat di jok penumpang dan menutup pintu mobil. Sambil memperbaiki kuncir rambutnya yang masih setengah lembab, Barron mulai melajukan mobil meninggalkan istana megah keluarga Zachery. “Kau membawakan tasku?”

“Hmm. Warna putih di dalam laci pertama mejamu.” Barron menunjuk ke jok belakang.

Lily memutar tubuhnya ke belakang, tetapi hanya ada tas berwarna merah muda.

“Ada yang harus kujelaskan.”

Lily mengambil tas tersebut. “Bukan yang ini. Dan tas siapa ini?”

“Resleting tasmu rusak. Aku menjatuhkan semua berkas itu di lobi, jadi aku singgah di toko dalam perjalanan kemari dan sepertinya hanya itu yang cocok denganmu.”

Lily pun membuka tas tersebut sembari menghela napas lega. “Aku sudah menyiapkan semuanya, kupikir kau salah ambil. Tapi terima kasih. Memang sudah waktunya. Beberapa kali resletingnya macet. Aku hanya tak sempat membeli yang baru.”

“Hmm, bukan masalah.” Barron merogoh saku dalam jasnya lalu mengulurkan tangannya ke arah Lily. “Dan aku menemukan ini di kantong depan ketika membuang tas putih itu.”

Lily membeku, menatap testpack dengan dua garis biru yang memang lupa ia simpan di mana setelah mengetahui hasilnya. 




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro