25. Bukan Lagi Sebuah Permainan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 25 Bukan Lagi Sebuah Permainan

Lily melirik layar ponsel di tangan Cave yang masih menyala. Panggilan dengan dokter Lana masih tersambung, tetapi kemudian terputus. Pria itu langsung menyambar pen di tangan Lily, merobek lembaran gugatan tersebut dan melemparnya ke lantai.

“Apa ada hal lain?” Cave beralih pada sang mama yang mematung dengan wajah sepucat mayat. Dan tentu saja terkejut. “Mama bisa menghubungi dokter Lana untuk memastikannya.”

“Untuk apa dia menyembunyikannya? Bukankah itu keinginannya untuk masuk ke dalam keluarga ini dengan kehamilan itu?”

Cave menatap Lily. “Untuk terlihat tulus mencintaiku?”

Lily membeku, memalingkan wajahnya.

“Atau anaknya bukan anakmu?”

“Kita akan membicarakannya. Tidak sekarang,” balasnya pada sang mama. Sekaligus isyarat halus untuk mengusir mamanya keluar.

Elva pun beranjak menuju pintu. Satu-satunya hal yang akan dilakukannya adalah menghubungi dokter Lana.

“Sekitar 3 atau 4 bulan. Tak bisa dipastikan karena kau menolak melakukan USG dengan dokter Lana,” dengus Cave dengan emosi yang menggelegak di dalam dadanya. “Semua jadwal bulananmu hanyalah omong kosong?”

“Kenapa dia tidak bisa menunggu beberapa jam saja. Setidaknya sampai kita berdua menandatangani …” Gumaman Lily lebih kepada diri sendiri sambil melirik pada lembaran yang berserakan di lantai sekitar mereka.

“Tidak. Aku tak akan melakukannya. Akulah yang berhak menceraikanmu, tidak sebaliknya.”

Lily tertawa kecil akan keangkuhan Cave. “Aku akan menceraikanmu.”

“Kau tak akan berani.” Cave berdiri tepat di hadapan Lily. Ketika wanita itu berdiri, tekad yang kuat tampak jelas di kedua mata sejernih madu tersebut. Akan tetapi ia akan melakukan segala cara untuk meruntuhkan tekad tersebut. Ia tak akan melepaskan wanita ini.

“Kau tahu aku berani.”

“Ya, tapi bukan berarti kau akan bisa melakukannya,” tandas Cave dengan emosi yang lebih kuat. “Kau akan kehilangan semuanya. Kau akan membuat menggila dan tak peduli untuk tidak menghancurkan semua yang ada di sekitarmu.”

Napas Lily tertahan dengan ancaman yang tak main-main tersebut.

“Aku tak peduli apa yang kau inginkan dariku hanya untuk memilikimu. Kau pikir apa yang akan kulakukan untuk tetap menjadikanmu milikku?”

Seluruh tubuh Lily masih terpaku di tempatnya berdiri. Sepuluh detik penuh keduanya saling pandang dalam ketegangan yang begitu menyesakkan. Cave mengakhiri kontak mata tersebut sebelum berjalan keluar dan membanting pintu dengan keras.

Tubuh Lily jatuh tersungkur di sofa. Ini bukan lagi sebuah permainan.

*** 

Elva menurunkan ponselnya dengan kekecewaan yang kewalahan ia hadapi. Kemenangan itu sudah ada di telapak tangannya dan di detik-detik terakhir harus meluncur lepas dari genggamannya.

“Apa itu benar?” Ivie tak kalah antusiasnya untuk memastikan berita paling tak diinginkan di rumah ini. Dan tubuh Elva yang meluruh jatuh di sofa adalah jawabannya. “Jika memang seperti itu, aku pasti yakin itu anak pria lain. Selingkuhannya. Pria itu, Barron Izzan, kan?”

“Lalu kenapa dia harus menyembunyikannya?” Kali ini Monica yang berbicara. Satu-satunya yang lebih cepat menyembunyikan kekecewaan di antara kedua wanita tersebut. “Aku sangat yakin hubungan mereka sangat buruk dan berantakan.”

“Cave saja yang terlalu bodoh. Hanya itu masalah kita.”

“Aku tak salah ingat. Cave sedang mabuk dan mengatakan tentang jadwal haid Lily yang masih datang tepat pada waktunya. Setiap bulan, itu yang membuat Cave butuh hiburan.”

“Mabuk?”

“Tidak selalu. Beberapa kali kami bicara dengan serius.”

“Lalu bagaimana denganmu? Apakah jadwal haidmu belum terlambat?” timpal Ivie. “Kami tak butuh masalah rumah tangga mereka secara detail. Yang kami butuhkan anak darimu.”

Monica tak langsung menjawab. Menatap keantusiasan Elva dan Ivie yang menunggu jawabannya. “Sekarang belum jadwalku.”

Sejenak Elva dan Ivie terdiam dengan jawaban tak pasti tersebut.

“Aku akan berusaha sebaik mungkin, Tante. Maaf, beri saya waktu lebih banyak.”

Elva mengangguk.

“Ya, dokter Lana juga sudah memastikan rahimnya baik-baik saja. Lebih sehat dariku dan Lily. Jadi dia akan lebih mudah hamil dibandingkan kita. Hubungannya dan Cave juga benar-benar dekat baru beberapa bulan ini, mereka butuh waktu, Ma.” Ivie meyakinkan sang mama. Ketika tatapannya bertemu dengan Monica. Ada sesuatu yang tak dikatakan oleh sang sahabat.

“Ada apa?” tanyanya ketika keduanya menaiki anak tangga untuk kembali ke kamar masing-masing.

Langkah Monica terhenti. Menatap Ivie sejenak untuk menepis keraguannya. “Aku tak mungkin hamil.”

Mata Ivie melotot sempurna. “K-kau apa?”

“Cave tak pernah meniduriku.”

“Bukankah hubungan kalian …”

“Tidak seperti yang terlihat. Kami memang dekat, karena aku yang terus-menerus mencari alasan untuk mendekatinya. Dan Cave … dia memanfaatkanku hanya untuk membuat Lily cemburu. Tapi dia semakin frustrasi karena tak mendapatkan keinginan itu darinya.”

Mulut Ivie membulat sempurna. Untuk beberapa detik yang cukup lama hanya menganga. Mencoba tak mempercayai apa yang baru saja dijelaskan oleh Monica. “K-kalian pernah …”

“Satu kali.”

“Aku sudah mengerahkan semua yang kubisa untuk membuat hubungan pernikahan Cave dan Lily renggang. Sudah terjadi, sampai sekarang dan aku bisa melakukannya untuk menghancurkan hubungan pernikahan itu. Tapi menaklukkan hati Cave adalah hal yang berbeda. Lebih sulit dari yang kupikirkan. Dia hanya menganggapku teman. Dia tak pernah menatapku seperti seorang wanita.”

“Tak mungkin, Monica.”

“Kau pikir semua ini hanya omong kosongku? Aku juga mulai frustrasi. Dan sekarang aku butuh bantuanmu.”

Ivie menelan ludahnya. “Jadi semua ini jerit kefrustrasianmu?”

Monica mengangguk. “Dan permintaan tolongku sebagai teman terbaikmu. Jangan katakan apa pun pada mamamu.”

“Sekarang kau sungguh ingin kakakku?”

“Ya, tentu saja. Aku juga akan mendapatkannya.”

*** 

“Kau terlihat … senang.” Gumaman lirih Egan mengalihkan perhatian wanita itu dari jus di tangan Lily. Yang pagi-pagi sekali sudah duduk di meja pantry. Menolak bantuan pelayan dan menyiapkan minuman dan sarapan untuk diri sendiri. Lebih dulu dari semua orang.

“Kau terlihat murung.” Lily menandaskan isi gelasnya.

“Kudengar hari ini.”

Lily mengedikkan bahunya. “Kau mendengarnya untuk mengucapkan selamat?”

“Salah satunya. Jika kau bersedia menerima ucapannya.” Egan terdiam sejenak. Tak ada senyum, dan bahkan ucapan selamat tersebut tak sampai di kedua matanya. “Ivie bilang kau hamil.”

“Apa dia bermimpi buruk karena aku masih akan ada di rumah ini untuk waktu yang lama? Aku tak menyesal dan tak akan minta maaf untuk yang satu ini.” Lily turun dari kursinya, memasukkan ponsel ke dalam tas dan meraih kunci mobilnya. 

“Bagaimana bisa?”

“Bagaimana kau menghamili Ivie?” balas Lily dengan senyum gelinya. “Pertanyaan macam apa itu, Egan.”

“Mama memastikanmu tak bisa hamil. Meski Cave tak bisa membuktikannya, tetap saja aku yakin mama melakukannya. Hanya rencananya saja yang lebih matang dan rapi. Tak ada celah …”

“Dan aku pun tak tertarik untuk membahas masalah ini denganmu. Tak ada bukti, tuduhan itu hanya omong kosong.” Lily maju satu langkah di depan Egan. Merapikan dasi pria itu yang sedikit miring dengan satu tangannya. “Dan sekarang aku hamil. Jadi tuduhan itu hanya sampah.”

Napas Egan tertahan. Jarak wajah di antara mereka cukup dekat. Lebih dari cukup bagi pria itu untuk menghirup wewangian yang menguar dari tubuh Lily. Mengundang kerinduan yang mengendap di dadanya. Dan …

Lily menarik tangannya. Memberikan seulas senyum tipis di tengah raut wajahnya yang dingin sebelum berjalan ke samping.

Egan menahan pergelangan tangan Lily. “Setelah ini, apa yang akan kau lakukan?”

“Setelah ini, apa yang akan kulakukan bukan urusanmu.”  Lily memelintir tangannya. Tetapi cekalan Egan semakin kuat. “Lepaskan.”

“Dan apa yang akan kau dapatkan dari semua ini? Kepuasan? Kemenangan?”

“Apa pun itu juga bukan urusanmu. Lepaskan.”

“Apa kau mencintai, Cave?”

“Terutama itu.”

“Kau ragu, kan? Kau sempat ragu. Kau ingin melepaskannya agar …”

“Ada apa ini?” Cave muncul dari ruang tengah. Berjalan mendekati Egan yang langsung melepaskan pegangan di tangan Lily.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro