32. Mertua Dan Menantu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Part 32 Mertua Dan Menantu

“Nyonya Zachery. Beliau mengaku sebagai mertua Anda, jadi kami …” Sisi menghentikan kalimatnya ketika Lily mengangguk paham. Membukakan pintu untuk sang boss dan melangkah masuk. Elva sudah duduk di kursi depan mejanya, menyambutnya dengan senyum lebar dan kedua lengan yang terbuka.

“Ruangan yang bagus,” komentar Elva dengan kesinisan yang tak repor-repot ditutupi. Terutama ketika menatap lukisan bunga tulip di dinding dengan inisial R yang begitu familiar. Bibirnya menipis akan keaslian hasil karya yang satu itu.

Lily mengikuti arah pandangan sang mertua, membalasnya dengan seulas senyum lalu menyeberangi ruangan dan duduk di balik meja kebesarannya. “Mama datang ke sini bukan untuk memberiku pujian, apalagi ucapan selamat, kan?”

Elva mendengus. Dagunya yang sedikit terangkat menyempurnakan keangkuhannya. 

“Cave pergi dengan Monica, bukan?”

“Mama bertanya bukan karena tak tahu, kan?” Lily tersenyum tipis. Jarak CC dan gedung kantor Cave hanya beberapa menit saja. Keberadaan sang mertua di tempat ini juga bukan suatu kebetulan. Kesengajaan untuk memperlancar hubungan Cave dan Monica.

“Kau tak menyadari posisimu?”

“Kenapa mama tidak mendapatkan jawabannya ketika berusaha menangkap basahku dengan Barron di hotel itu? Seharusnya mama lebih sigap menyembunyikan buktinya. Agar Cave benar-benar berpikir kalau kami sedang berselingkuh. Aku sendiri sudah tak memikirkan akan dibawa ke mana pernikahan ini. Terutama setelah Cave tahu tentang kehamilan ini.” Lily sengaja menyentuh perutnya. Kepalanya tertunduk dan memasang kesedihan yang dibuat-buat. “Cave merobek surat gugatan itu di depan mama, kan?”

Wajah Elva mengeras, kedua tangannya terkepal kuat di atas pengkuannya. Akan tetapi, ketegangan di wajah Elva mulai mengendor. Menampilkan ekspresi yang lebih lunak. “Katakan apa yang kau inginkan? Apa yang harus kulakukan agar kau berhenti merecoki hidupku.”

“Langsung pada intinya?”

“Katakan.”

“Kehancuran seorang Elva?”

Kepalan tangan Elva mendarat di meja. Dalam sekejap, raut wanita itu menggelap. “Jangan main-main kau. Kau tahu berhadapan dengan siapa?”

“Kematian orang tuaku, bukan sebuah kecelakaan, kan?”

“Apa?” Mata Elva membeliak, nyaris melompat keluar dari rangkanya. “Apa maksudmu?”

“Aku melihat tante di tempat itu.”

Kepucatan merebak di seluruh permukaan wajah Elva. Napasnya tercekat dengan keras, akan tetapi ia bisa mengendalikan keterkejutannya dengan sangat baik. 

“Di jurang itu.” Raut dingin Lily tak mengurangi kegelapan yang menyelimuti kedua matanya. Menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam. Permohonan dan kekecewaan yang begitu polos. “Tante, tante Elva,” rintihnya pelan. “Jangan pergi.”

“Kau bermimpi?” Elva berdiri. Wajahnya yang pucat mulai dihiasi buliran keringat dan kepalan tangannya semakin menguat. Menyembunyikan gemetar yang mulai menyerang tubuhnya. “Kau sudah mati. Omong kosong apa yang kau katakan, hah?!”

Lily tersenyum. “Ya, aku berharap sudah mati. Saat itu juga agar semua penderitaan ini berhenti di sana. Tapi … melihat tante hidup baik-baik saja, tanpa ada penyesalan. Tak berhenti merasa puas dan serakah. Dan bahkan tak segan-segan menghabisi nyawa yang tak bersalah. Setidaknya itu membuatku merasa lebih baik kembali ke hidup kalian dan tak akan merasa bersalah jika Cave maupun Ivie akan terluka memiliki ibu semacam tante.”

Braakkk …

Kedua tangan Elva menggebrak meja. Matanya mendelik dan diselimuti amarah yang membara. “Kau pikir apa yang kau katakan, hah? Kau pikir hanya aku yang akan dirugikan oleh semua ini? Tak ada bukti bahwa kecelakaan itu adalah sebuah kesengajaan. Kaelan dalam pengaruh alkohol. Dan kecelakaan itu tak ada sangkut pautnya denganku.”

“Satu-satunya hal yang akan kau dapatkan adalah membongkar aib keluargamu sendiri. Apakah itu yang kau inginkan?”

Lily tersentak.

“Perselingkuhan? Jangan konyol kau, Lily. Kau tak tahu apa pun tentang masa lalu kami.”

“Aku tak pernah mengatakan tentang perselingkuhan.”

Wajah Elva membeku. Mengerjap menatap sang menantu.

“Aku hanya mengatakan kemungkinan kecelakaan itu hanya rekayasa. Seperti kesengajaan tante di panti asuhan itu, juga kecelakaanku beberapa bulan yang lalu. Sekarang kemungkinan itu nyaris sempurna.”

Elva mendengus, lalu menggeleng. “Kau bahkan tak punya bukti untuk kedua hal itu, Jadi jangan membual tuduhan kosong itu.”

Lily terdiam sejenak. “Aku hanya tak bernar-benar mencarinya.”

“Ya, anggap saja seperti itu.” Elva berbalik dan meninggalkan ruangan dalam sekejap mata.

Lily tercenung cukup lama di tempat duduknya. Perselingkuhan? Ia hanya ingat malam itu mama dan papanya yang bertengkar beberapa kali menyebutkan nama sang tante.

‘Kau masih mencintainya? Pernikahan ini hanya kepalsuanmu? Untuk menutupi perasaanmu padanya? Untuk meyakinkan dirimu sendiri bahwa Elva tak lagi bisa kau miliki.’

Lily mengerjap, menepis semua kata-kata yang sudah terukir di ingatannya tersebut. Tak ada pembelaan apa pun dari sang papa. Tak ada penyangkalan. Perselingkuhan itu memang ada. 

Pada akhirnya, Lily tak benar-benar ingin mendapatkan lebih banyak dari yang bisa digalinya. Ia hanya mencoba bertahan hidup. Sehari demi sehari. Hingga menemukan harapan untuk mendapatkan haknya sebagai Lilyana Hart ketika bertemu dengan Barron dan keluarga angkat pria itu.

Kalung itu. Kenapa mama memberikannya padaku? Kenapa mama bersikeras ingin aku menyimpannya?

*** 

Lily berniat meneruskan pekerjaannya hingga jam delapan, tetapi kedatangan Cave yang tanpa diduganya membatalkan niatnya. Setelah mengambil jadwal makan siangnya, sekarang pria itu berniat menentukan jam kerjanya.

“Tidak. Aku tidak akan pergi. Ini tentang pekerjaanku dan aku tak akan merubahnya hanya karena kau ingin. Kau bukan bagian dari pekerjaanku.”

Cave menyilangkan kedua lengan di depan dada, bersandar di pinggiran meja. Tatapannya mendominasi Lily yang duduk di balik meja. Sedikit mengangkat dagu, berusaha tak terpengaruh dengannya. “Aku bagian dari hidupmu.”

“Aku tak ingin melibatkan urusan pribadi dengan pekerjaan.”

“Kau duduk di sini karena sedikit keemosionalanku.”

Mulut Lily yang terbuka kembali merapat. “Kau masih akan menggunakan senjata itu?”

Cave mengedikkan bahunya.

“Berapa banyak yang kau inginkan?”

“Sebanyak yang bisa kudapatkan.”

Lily menghela napas rendah. Wajahnya tertunduk sejenak dan kembali menatap wajah Cave yang menjulang di atasnya. “Aku tak tahu ke mana pernikahan ini akan mengarah, Cave.”

“Sejak awal, kau mengetahuinya. Semua kebohonganmu terbongkar dan aku akan mencampakkanmu. Kau pikir lebih mudah setelah keguguranmu, itulah sebabnya kau tak ingin hamil lagi. Tetapi semua kembali tak berjalan seperti yang kau harapkan. Kau ketahuan hamil lagi. Menyerahkan anak itu saja tak akan cukup bagiku.” Senyum Cave melengkung lebar, salah satu alisnya terangkat ketika melanjutkan kalimatnya. “Apakah aku benar? Atau sangat benar?”

Lily menarik napasnya tanpa suara. Merasakan tangan Cave yang meraih telapak tangannya, kemudian menarik tubuhnya hingga duduk di meja. Membawa bibirnya ke bibir pria itu, ke dalam lumatan yang panjang dan kuat.

“Jadi sekarang, ini akan menjadi permainanku,” bisik Cave mengakhiri lumatan panjangnya.

Lily segera menjauhkan tubuhnya dari Cave. Sebelum pria itu memiliki niat menidurinya di meja ini, sebaiknya ia segera berkemas. “Kita pulang sekarang.”

Cave terkekeh, menegakkan punggungnya ketika merasakan sesuatu mengganjal di sepatunya. Ia membungkuk dan mengambil sebuah gelang yang terjatuh di sana. “Punyamu?”

Lily menoleh, menyangkutkan tas di pundak dan memutari meja untuk mendekati benda di tangan Cave lalu menggeleng. “Sepertinya punya mamamu.”

“Mamaku?” Cave menurunkan gelang tersebut sambil menyusul langkah Lily yang mendahuluinya menuju pintu. “Kenapa mamaku ke sini?”

“Hanya sedikit urusan mertua dan menantu. Bawa sini, aku akan mengembalikannya.”

Cave segera menyimpan benda itu ke dalam jasnya dan menangkap pinggang sang istri dengan posesif sebelum melanjutkan langkah mereka. Pembicaraan Lily dan Elva rasanya tak pernah menjadi sekedar hubungan mertua dan menantu. Firasat itu tak pernah menghilang, interaksi Lily dan mamanya lebih dalam dari yang terlihat. Ia bisa merasakan itu. Entah bagaimana ia bisa merasakan kepekatan tersebut.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro