7. Keinginan Mendiang Sang Nenek

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part 7 Keinginan Mendiang Sang Nenek

Elva Zachery kesulitan menyngkirkan kepucatan di wajahnya begitu melihat Cave turun dari mobil, memutari bagian depan mobil membukakan pintu untuk Lily. Pandangan wanita murahan itu sudah pasti langsung tertuju padanya. Dengan seringai licik yang disamarkan oleh wajah sok polos yang dibuat-buat itu.

“Betapa liciknya,” desisnya tanpa suara. Kedua tangannya mengepal, menahan amarah yang bergemuruh di dadanya. Bahkan hanya mengingat nama wanita buangan itu saja sudah berhasil menyulut amarahnya. Ia membutuhkan banyak obat penenang agar tidak sampai kehilangan kontrol. Menahan semua kebencian ini sampai berhasil mendepak wanita licik itu dari istananya.

“Apakah ini artinya kita harus tinggal satu atap dengan wanita kotor itu?” Ivie memberengut tak suka. “Bukankah mama bilang kalau pernikahan mereka akan dibatalkan? Aku tak tahan jika harus melihatnya setiap hari, kenapa mama hanya diam saja?”

“Diamlah, Ivie. Kau tahu semua ini juga karenamu,” desi Elva pada sang putri. “Keguguranmu memberikan peluang bagi kakakmu untuk membawanya ke tempat ini.”

“Mama menyalahkan aku?”

Elva menghela napas tanpa suara. Menepis kekesalan lebih dulu sebelum menoleh ke samping. Menampilkan ekspresi yang lebih lunak. “Tidak. Tapi setelah mendengar kakakmu yang diam-diam menikahinya, akan lebih baik jika wanita itu hidup di sini. Setidaknya kita bisa mengawasinya dari dekat. Apa kau mengerti?”

Bibir Ivie mengerucut tak suka. Memikirkan maksud kalimat sang mama dan mengangguk setuju. Berbagai pemikiran licik itu  yang tersirat di kedua mata sang mama memberinya bayangan yang sangat jelas. “Akan lebih mudah untuk membuat hubungan Cave dan dia merenggang. Mama benar.”

Seringai Elva naik lebih tinggi dan kembali turun ketika Cave dan Lily berhenti tepat di depannya. Memaksa diri menampilkan sambutan yang hangat di depan sang putra.

“Meski terlambat, mama tetap harus mengucapkan selamat untuk kalian berdua.”

Cave hanya membalas dengan anggukan singkat sementara Lily, yang memainkan peran sebagai menantu yang mencoba memperbaiki hubungan dengan sang mertua, tentu saja menampilkan senyum lembut penuh kepalsuan. “Terima kasih, Ma. Saya akan melakukan yang terbaik sebagai istri Cave dan menantu di keluarga ini.”

Elva tak menjawab. Seberapa pun kerasnya wanita itu mencoba, ia akan memastikan tak akan mendapatkan pengakuan. “Cave, kakekmu sudah menunggu di ruangannya.”

Cave mengangguk, merangkul Lily dan membawa masuk ke dalam rumah. “Naiklah ke atas. Pintu ganda pertama. Tepat di depan tangga.” Cave mendorong lembut sang istri ke arah tangga. Mendaratkan kecupan singkat di ujung kepala sebelum menyusul sang mama yang sudah mendahului ke ruang kerja sang kakek.

“Kau senang?” Pertanyaan Ivie menghentikan langkah Lily yang baru sampai di lantai dua. Dengan kedua tangan bersilang di depan dada, berhenti di depan Lily dengan menyisakan jarak hampir dua meter sebelum melanjutkan untuk meluapkan kekesalannya. “Kau merasa bangga akhirnya berhasil membodohi Cave untuk membawamu ke tempat ini?”

Raut wajah Lily yang awalnya datar, perlahan menampilkan senyum kemenangannya dan mengangguk. “Keduanya. Cukup untuk menghiburku yang baru saja kehilangan anak dalam kandunganku. Di rumah ini, kaulah yang paling memahami kesedihanku.”

Mata Ivie melotot sempurna.

“Bulan depan kau bisa mencobanya. Mungkin kehamilanmu akan bertahan sedikit lebih lama.”

Kali ini bola mata Ivie nyaris melompat sempurna. “K-kau …”

“Tiga kali, sepertinya biaya rumah sakitmu akan digratiskan.”

Ivie melompat maju. Tangannya terangkat dan melayang ke depan. Tetapi sebelum sempat menyentuh wajah Lily, pergelangan tangannya ditangkap oleh wanita itu, denga cekalan yang kuat dan sengaja menyakitinya. “B-beraninya kau …”

Lily menyentakkan tangan Ivie hingga wanita itu terhuyung ke belakang. Nyaris terjungkal jika tidak ada Egan yang tiba-tiba datang dan menangkap pinggang sang istri.

“Sayang,” rengek Ivie kemudian. Menunjukkan telunjukkan ke wajah Lily. “Dia ingin mencelakaiku.”

Egan dan Lily saling tatap. Lily berpaling lebih dulu, menunjuk kamera CCTV yang ada di sudut ruangan. “Mungkin kau bisa melihat CCTV sebelum membela istrimu, adik ipar.”

Mulut Ivie membuka nutup tak percaya.

“Kita ke kamar.” Egan merangkul dan membawa sang istri menuju pintu ganda yang ada sebelah barat. “Kau harus tenang, Ivie. Ingat apa yang dikatakan dokter Lana.”

“Kau membelanya?”

“Aku tak ingin membuat masalah dengan kakakmu.”

“Pikiran Cave sedang kacau. Sejak mengenal wanita itu, Cave tak pernah berpikir dengan jernih. Entah di mana akal sehatnya.”

Lily masih mendengar racauan-racauan Ivie sebelum keduanya masuk ke dalam kamar. Egan menyempatkan menatapnya sebelum benar-benar menutup pintu. Hufft, meski tak ingin berurusan dengan Egan lagi, mereka memang harus saling terlibat. Pijakannya ada di rumah ini.

*** 

 “Bagaimana jika ia tidak bisa memberimu keturunan?” Elva menatap lurus sang putra dengan kegusaran yang teramat besar. “Keluarga ini hanya memilikimu dan Ivie sebagai garis keturunan. Jika …”

“Apa yang membuat mama berpikir kami tak akan memiliki keturunan?”

“Dia sudah cacat, Cave.”

“Lalu bagaimana jika kecacatan itu ada padaku? Atau Ivie?”

“Mama akan melakukan segala cara yang bisa.”

“Seperti yang sekarang mama lakukan pada Ivie?”

Wajah Elva mengeras. “Kewajiban mama untuk memastikan garis keturunan kakekmu tidak berhenti sampai padamu, Cave.”

“Kakek sudah memberi kesempatan untuk pernikahan kami.” Cave menatap sang kakek yang duduk di ujung meja.

Zion menatap menantu dan cucunya bergantian. Menunjuk amplop besar besar berwarna putih yang sejak tadi ada di meja. “Mamamu mengatakan istrimu memiliki masalah dengan kandungannya.”

“Masalah yang bisa diselesaikan.” Cave mencondongkan tubuhnya ke arah sang mama yang duduk di seberang. “Apa mama belum bicara dengan dokter Lana? Kemungkinan kami memiliki anak masih 100 persen.”

Bibir Elva menipis.

“Apakah aku perlu bertanya lebih jauh untuk membandingkan kemungkinan Ivie dan Lily?”

“Tega sekali kau mengatakan hal semacam itu tentang adikmu, Cave.”

“Mama bicara seolah mereka adalah tak lebih dari kantong yang memiliki kewajiban untuk menyelamatkan garis keturunan keluarga kita. Mama seorang wanita.”

Balasan menohok tersebut membuat Elva kehilangan kata-kata untuk membalas.

Zion berdehem. Meredakan ketegangan di antara ibu dan anak tersebut. “Kakek membutuhkannya, Cave. Ini satu-satunya keinginan mendiang nenekmu. Memastikan kakek bisa menggendong seorang cicit sebelum kakek …” Kalimat tersebut terhenti.

Cinta sejati seorang Zion Zachery. Tentu saja sang kakek sudah tak sabar menyusul sang nenek yang meninggalkan mereka sejak ia masih remaja. Satu-satunya keinginan emosional sang kakek, yang masih bertahan sejak lima belas tahun yang lalu.

“Perusahaan ini milik nenekmu. Semua kemewahan dan kenyamanan yang kau miliki adalah berkat dari nenekmu. Tidak bisakah kau membalas semua kebaikan itu dengan mengabulkan satu-satunya keinginannya?”

Cave mengangguk paham. Begitu pun dengan Elva.

“Kau begitu menginginkannya, kan? Mama akan mengalah. Berikan kami kabar bahagia dalam enam bulan.”

Ujung bibir Cave berkedut dan tatapannya menyiratkan penolakannya.

“Dia mencintaimu dengan tulus, kan? Bukan karena semua yang menopangmu. Dia tak akan keberatan.”

*** 

“Kau benar-benar nekat, Lily.” Egan menarik lengan Lily dan membawa keduanya ke balik lemari besar yang digunakan sebagai sekat di ruang santai. Sudut yang tersembunyi dari kamera CCTV. “Apa semua yang dilakukan mama Cave masih belum cukup? Apakah kepalamu benar-benar terbentur dalam kecelakaan itu, hah?”

Lily mendorong dada Egan menjauh. “Kau memungut kecemasanmu kembali dari tempat sampah.”

Egan menghela napas dengan kasar. “Kau benar-benar tak pernah peduli pada ketulusan orang lain, ya?”

“Darimu? Tentu saja tidak, Egan. Aku tidak bodoh dan tidak setolol itu untuk mempercayai seorang pengkhianat sepertimu.”

“Setidaknya kali ini, Lily. Percaya padaku. Apakah hanya Barron yang kau percayai?”

“Kau masih perlu mempertanyakannya?”

“Karena dia tidak mengkhianatimu?”

Lily mendengus tipis. “Kembalilah ke kamarmu. Ketenangan emosi istrimu tidak boleh diganggu.”

“Kau pikir aku tak tahu kalau Barron adalah kekasihmu?”

Kedua mata Lily melebar, tubuhnya yang sudah setengah memunggungi Egan kembali berbalik.

“Sebelum bertemu denganku. Sejak SMA dan kuliah.”

Lily menguasai keterkejutannya dengan sangat baik. “Kau mengorek masa laluku?”

“Pertanyaan itu lebih penting bagimu? Kau yang sejak awal membohongi dan berselingkuh dariku, Lily.”

Satu tamparan mendarat di pipi Egan. Kedua mata Egan yang diselimuti amarah tak berkedip.

“Meski pada akhirnya kau meninggalkanku dengan cara tak bertanggung jawab, tetap saja aku berpikir pernah ada ketulusanmu untukku, Egan. Sepertinya aku memang salah,” ucap Lily sebelum berjalan pergi. Dan ketika berbelok di lorong pendek yang mengarah pada tangga, ia nyaris menabrak seseorang yang tiba-tiba muncul di depannya. “Cave?”

“Kau bicara dengan siapa?” Cave mengernyit. Memandang melewati pundak Lily. “Egan?”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro