13 - Doubtful Word

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Wajahku terangkat memandangi langit palsu yang membentang luas di atas sana. Menerima kenyataan pahit ketika suasana hatiku sedang di sayat perlahan-lahan.

Mendengarnya ... melihatnya ... dan membayang-bayanginya tidak membantuku sama sekali. Bukannya rasa damai yang kuterima melainkan ketakutan yang luar biasa yang kudapat. Di lorong itu, aku sendiri, terduduk sambil menekuk lututku.

Berpikir bahwa Adikku bukanlah seorang manusia adalah suatu informasi yang benar-benar menendang batinku. Tak kala aku menyanggahnya, terngiang aku akan perkataannya.

Berharap bahwa semua perkataannya adalah sebuah omong kosong, namun aku tidak mengenyahkannya di dalam ingatakanku. Semakin aku mengingatnya, semakin dadaku sakit menerimanya.

Napasku terengah-engah dan keringat dapat kurasakan meluncur dari atas dahi menuju pipi kananku.

"Hah ... apa yang kulakukan?"

Lalu aku pun bangkit, mencoba untuk meringankan tubuhku dari pikiran negatif. Aku pun mencoba berpikir positif dan mungkin saja itu hanya sebuah ancaman yang secara tidak langsing menyerang batinku.

[Archiee ... rupanya kau ada!]

Tiba-tiba saja pesan itu muncul dan sempat mengagetkanku hingga kepalaku terbentur ke salah satu dinding. Pesan yang muncul dari Lash itu bagai hantu yang selalu mengikutiku ketika aku lengah dan meninggalkanku ketika aku dalam keadaan terjaga.

"Maafkan aku ... sepertinya aku akan keluar, titip kan salamku pada Elen—"

[Elen? Huh ... baiklah, lagi pula Elen tidak sedang bersamaku sekarang. Kalau begitu sampai berjumpa kembali, Archie]

Aku pun mengangguk pelan walau sebenarnya Lash tidak bisa melihatku. Tubuhku mematung, kini di depanku seorang perempuan berambut pirang menatapku dari kejauhan. Ketika aku ingin menekan tombol aktivasi Log Out, dia pun berlari ke arahku dengan tergesa-gesa.

"T-t-tunggu sebentar!"

"Elen?"

Aku tak menyangka perempuan itu adalah Elen. Ia tampaknya sedang terburu-buru, lalu mengapa ia mendatangiku?

"Apa yang kau lakukan di sini, Elen?"

"Seharusnya itu pertanyaanku!"

"Eh?"

"Area ini adalah area terlarang, lalu mengapa kau bisa berada di sini?"

"Terla ... rang?"

Elen menganggukan kepalanya dengan mantap. Sorot matanya tidak melemah, itu artinya ia berkata jujur.

"Hanya melakukan misi untuk meningkatkan class .... tidak lebih?"

"Class?!"

Sepertinya Elen kebingungan. Aku bisa melihat wajahnya yang kesulitan untuk memahami perkataanku. Terdiam sebentar, kepalanya menunduk, kemudian terangkat kembali. Mengambil napas dan akhirnya ia pun mendekatiku.

"M-m-m-mau kah kau ... "

"Ya?"

Pipinya memerah, namun aku tidak tahu apa penyebabnya. Hanya saja sikapnya yang tiba-tiba berubah menjadi gugup membuatku keheranan.

" ... me-m-m-menjalankan misi denganku?"

"Eh?!"

Serangan yang tiba-tiba. Padahal aku ingin keluar dari Azure Online ini. Jika seandainya aku berlama-lama di sini, aku tidak akan mengetahui bagaimana kondisi Adikku. Rasanya pahit dan wajahku menjadi sedikit mengeras.

"Maaf ... tetapi aku tidak bisa ... "

"Huhh ... seperti itu ya, kalau begitu aku tidak bisa memaksamu."

Elen pun menjadi murung dan entah mengapa aku bisa melihat aura kesuramannya muncul tepat di atas kepalanya. Apakah itu semacam efek tertentu?

"Lalu apa rencanamu setelah ini?"

"Aku akan melihat kondisi Adikku terlebih dahulu ...."

Ketika aku mengatakannya entah mengapa mulutku menyungging tersenyum. Rasanya dadaku menjadi sedikit lega dan tekanan batinku juga menjadi rendah.

"A ... dik?"

"Ya, Adik ... apa ada masalah?"

"T-tidak ... kalau begitu maaf mengganggumu"

"Tidak masalah, kalau begitu aku pergi dulu."

Elen yang biasanya dingin dan tidak bersahabat itu kini sudah mulai terbuka untukku. Melihatnya seperti itu, aku sempat berpikir apakah Lash akan baik-baik saja dengannya?

Aku pun menekan opsi log out pada layar interface kemudian menggesernya ke samping.

"Kalau begitu aku duluan."

Tangannya melambai ke arahku kemudian aku pun tak melihatnya lagi. Begitu aku kembali membuka mataku, hanya atap yang poloslah yang dapat kulihat. Rupanya aku telah kembali ke dunia asalku.

Melepaskan RG yang berada di mataku dan segera pergi menuju lantai satu.

"Adi ... Adi ... apa kau sudah pulang?"

Tidak ada balasan sama sekali, sepertinya ia belum pulang ke rumah. Aku akan melihat isi kulkas dulu, mungkin ada beberapa cemilan yang bisa kumakan sambil menunggunya pulang. Lagi pula cuaca telah mendung.

Ketika aku sampai di sana, untungnya masih ada satu botol minuman ringan. Kuputuskan untuk mengambilnya, mungkin di ruang meja makan atau ruang tengah ada cemilan.

Begitu aku berjalan menuju ruang makan, suara guntur menyeru, dan cahaya kilat muncul dengan sekejap. Setelah itu hujan pun turun cukup deras. Kali ini jantungnku tidak terlalu kaget jika mendengar suara seperti itu.

Menyalakan Tv, aku pun duduk di sofa sambil meminum minuman ringan. Berita yang di tayangkan sekarang adalah sepenggal sejarah tentang kota Bandung. Kualihkan saluran program Tv-nya, kemudian yang kudapati adalah acara tentang informasi satwa liar yang berada di kawasan Kalimantan.

Karena aku bosan jadi aku pun meletakan remot kontrolnya di sofa dan tiba-tiba saja acara Tv kembali berubah. Kali ini adalah tentang peluncuran RG di seluruh Asia di mana banyaknya orang sedang mengantre untuk mendapatkan RG ini.

Tetapi mengapa aku bisa mendapatkannya terlebih dahulu dan itu baru saja kemarin?

Hujan terdengar mengetuk jendelaku dan menyisir dedaunan di luar dengan derasnya rintik-rintik yang terus berjatuhan.

Aku bisa mendengarnya, walau suara di luar terdengar keras. Tetapi aku juga masih bisa mendengar suara siaran yang berasal dari Tv. Oleh karena itu begitu aku mendengar acara yang sekarang di siarkan.

Reaksiku cukup kaget. Mengapa aku bisa mendapatkan RG ini terlebih dahulu ketimbang dengan mereka?

Kembali dengan satu pertanyaan yang menjadikan otakku berlimpah akan tanda tanya. Tidak ada waktu untuk memikirkannya, sebaiknya aku kembali menonton berita ini. Mungkin aku akan mendapatkan informasi.

Mungkinkah Indonesia di utamakan? Hmmm ... bisa saja, lagi pula perusahaan yang mengeluarkan game Azure Online kan berasal dari Indonesia sendiri. Berarti game ini telah merambah ke kawasan Asia rupanya.

Selain penyebaran RG juga, staf-staf dan para peneliti yang berjasa atas pembuatannya membiarkan tim pembawa acara memasuki ruangan uji cobanya. Di sana mereka di perlihatkan sebuah benda yang di sebut testing projek.

Di mana benda itu adalah awal mula dari penyempurnaan RG. Benda itu seperti bando yang menyatu dengan kaca mata. Namun menurut penjelasan para peniliti, mereka dapat berhasil menyempurnakan RG ini berkat dua orang peneliti berjasa.

Namun sayangnya mereka telah tiada, sehingga mereka sebagai peniliti yang meneruskan penelitian mereka merasa terhormat. Kedua peneliti itu mati dalam kecelakaan perusahaan. Kebakaran besar muncul dan menyebabkan mereka berdua mati di dalam ruangan tertutup ketika sedang melakukan uji coba.

Aku tidak mengerti mengapa mereka—maksudku peneliti-peneliti itu membeberkan informasi pribadi perusahaan mereka dengan mudahnya. Apalagi informasi itu bukan lah informasi yang seharusnya di beritahukan kepada publik.

Tunggu ... kebakaran?

Tidak, itu tidak mungkin dan mungkin hanya imajinasiku saja. Setelah menonton berita itu selanjutnya adalah wawancara terhadap salah satu orang yang memainkan game Azure Online. Dalam apa yang ia sampaikan dengan begitu semangatnya.

Ia memamerkan sebundel kotak persegi plastik dengan gambar ikon Azure Online, yaitu sebuah kepala mahluk dengan delapan buah sayap serta sebuah pedang dan senjata tembak yang saling berhadapan.

Sedangkan di tengah-tengahnya terdapat gambar dari benua-benua Azure Online. Aku sudah mengetahuinya karena membaca keterangan-keterangan sepele seperti itu di kertas informasi yang kudapatkan.

Mereka terlihat begitu gembira karena berhasil mendapatkan game Azure Online itu. Sementara aku sendiri tidak merasakan perasaan yang seperti mereka tunjukan. Tetapi fakta bahkan tragedi yang tidak mungkin dapat kupercayai semudah itu.

Jika aku sebagai orang yang selalu penasaran akan sistem serta pemrograman suatu game pasti akan tercengang. Darah ... itu lah salah satunya. Jika menyangkut bagaimana kondisi di dalam game tersebut.

Maka aku akan berkata bahwa game itu terlalu nyata untuk kumainkan. Walau dunia yang di buat oleh ide dari beberapa orang mungkin bahkan hanya satu orang. Dan terlebih lagi apa yang kudapatkan bukan lah DVD seperti yang mereka pegang di sana.

Melainkan game tersebut telah ter-instal langsung pada RG milikku. Bukan kah ini berarti kami, orang-orang yang mendapatkannya terlebih dahulu adalah para Beta Tester?

Mungkin bisa jadi dan mungkin juga tidak. Aku masih ragu apakah kami memang Beta Tester. Jika seandainya iya maka kami telah mengetahui seluk-beluk game tersebut. di tambah sekarang aku mengerti mengapa Lageroz dan juga Maria bos dalam game tersebut tidak memiliki level sama sekali.

Tetapi apakah artinya dalam game tersebut terdapat bug? Virus mungkin?

Lagi pula bos dengan level tak terlihat bahkan di rahasiakan merupakan bos yang aneh. Contoh mudahnya adalah dalam kasusku, di mana ketika aku ingin meningkatkan class-ku ke tingkat selanjutnya.

Di sana aku di tantang oleh berbagai kejutan dan juga misteri yang tidak pernah kubayangkan. Bertemu dengan Type A1 Type 00 ... bahkan Type 00 yang mengatakan bahwa aku ini adalah produk gagal dan hanya sebatas replika.

Jika seandainya seperti itu maka aku mungkin tidak bisa makan dan minum. Begitu pula dengan Type A1 yang mengatakan bahwa Adikku bukanlah manusia. Maka ia juga akan sema sepertiku, tidak bisa makan dan minum.

Pada dasarnya sebuah robot hanya memerlukan daya untuk dapat bergerak dan hidup. Sementara kami bisa makan dan minum, itu adalah dasar logika yang tidak bisa terbantahkan.

Setelah itu sang konseptor mulai di wawancarai oleh pembawa berita. Menurutnya tidak lama setelah peluncuran Azure Online itu, akan di adakan semacam Event yang mungkin dapat mengubah nasib para pemain Azure Online itu sendiri.

Kembali dengan Adi ... Adik bodohku yang belum pulang-pulang. Karena aku tidak menyadarinya, mataku terasa berat dan akhirnya aku terlelap di atas sofa.

***

"Kak!"

Sepertinya aku bisa mendengar suara Adikku.

"Kak! Bangun! Kalau mau tidur sana pergi ke kamar! Jangan di sini!"

Ketika mataku terbuka, aku bisa melihat sosok Adi di sampingku. Mulutku terbuka lebar dan akhirnya aku menguap cukup lama. Rasa kantukku seperti menjadi lebih parah. Mungkin aku memang kelelahan karena terlalu banyak berpikir.

" ... Ha ... hahh—rupanya kau sudah pulang?"

"Jangan mengingau, jika Kakak mau pergi ke kamar sekarang juga. Hari telah malam dan sekarang pukul delapan malam"

"Eh ... delapan ya? HUH?! Delapan?!"

Adi mengangguk kemudian menghela napas. Sekarang ia memakai kaos polos hitam dengan celana pendek hitam juga. Sebuah handuk menggantung di lehernya sedangkan rambutnya sendiri terlihat masih sedikit basah.

"Kau habis mandi?"

"Kakak bisa melihatnya sendiri, 'kan?"

"Hanya bertanya jangan balik bertanya kenapa!"

"Hahh ... baiklah, tetapi, jika Kakak lapar ... aku sudah menyiapkan nasi goreng di atas meja makan. Ambil saja, lagi pula aku sudah makan sebelum Kakak."

Mataku melebar dan sepertinya aku tahu apa itu.

"Dasar Adik yang tidak bisa di harapkan!"

Aku pun mengelus kepalanya, lalu bangkit dan mulai berjalan menuju meja makan.

"Kakkk!!! Aku bukan anak kecil lagi—"

"Tetapi di mataku kau masih terlihat kecil, mau protes? Sana cuci pakaianmu sendiri!"

"Ughh—"

Ketika wajahnya sudah bisa kutebak. Aku hanya bisa tertawa kecil dalam diam, mulutku menyungging karena melihat ekspresi kekalahannya. Ia memang belum bisa mencuci sendiri pakaiannya.

Sehari-hari akulah yang mengerjakan tugas rumah, mungkin jika aku seorang perempuan aku bisa di kategorikan sebagai perempuan rajin. Sayangnya aku laki-laki, jadi aku lebih terlihat seperti Kakaknya walau pun di saat yang bersamaan aku juga mengambil peran sebagai Ayah.

Tidak terlalu sering namun cukup untuk mengawasinya agar tidak bertindak yang macam-macam atau pun terjerumus ke dalam lingkungan yang salah. Untuk saat ini ia masih duduk di bangku kelas 8 SMP.

Jika aku mungkin duduk di bangku kuliah. Namun aku tidak bersekolah, memutuskan untuk diam di rumah dan mengurusnya semenjak aku berumur 10 tahun. Ketika itu, dia tiba-tiba datang ke rumah ini dengan pakaian lusuh.

Membawa sepucuk surat dan juga sebuah penanda. Pada surat itu mencantumkan nama, tempat tanggal lahir serta identitas diri. Ia adalah Adikku yang tinggal terpisah denganku. Tetapi mengapa hingga saat itu aku tidak pernah mengetahuinya?

Apakah kedua orang tuaku menyembunyikan sesuatu dariku?

"Adi?"

"Huh?"

"Apa kau yang menghabiskan makanan yang ada di kulkas?"

" ... "

"Aku akan menghitungnya sampai tiga ... satu ... dua—"

"B-baik lah aku mengaku jadi ampuni aku ... "

"Benar-benar tidak bisa di harapkan, berapa banyak yang kau habiskan?"

"11 ... mungkin, hehehe."

Angkat sebesar itu tidak seharusnya dihabiskan oleh satu orang. Tetapi ia ... ia ... Adik bodohku ini ....

"Saatnya penghukuman ...."

Nadaku yang terkesan dingin berhasil membuat Adi terdiam. Sebelum aku memakan nasi gorengku, aku akan menghukum Adi terlebih dahulu.

"Kemari kau bocah rakus!"

"WAhhh!! Ampun ...."

Ia mulai berlari ketika aku menghampirinya. Sepertinya selayaknya bermain tangkap kejar. Adi pun mulai berlari untuk menghindari kejaran serta tangkapanku. Huh ... aku tidak tahu sudah melakukan hal seperti ini berapa kali ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro