32 - Search

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Setelah aku membawa Elen untuk sarapan, ia terlihat gembira, mungkin karena saat ini ia sudah kenyang. Menceritakan berbagai macam hal kepadaku tentang dirinya sendiri. Kini kami tiba di sebuah reruntuhan kapal kuno.

Terletak tidak jauh dari tempatku menginap. Mungkin bisa di bilang dekat dengan pesisir laut. Tetapi aku cukup heran mengenai kenampakan alam di sekitar sini. Pasalnya ini adalah benua Arefier, benua ras Fordian yang rata-rata di penuhi oleh hutan-hutan dan juga pemandangan floranya yang indah.

Tetapi mengetahui ada tempat seperti ini, aku sampai di buat pusing. Rute yang kami lalui tidaklah semudah yang aku perkirakan. Di kejar oleh sekumpulan Kesatria mati di kota sebelumnya.

Hampir terjatuh ke dalam perangkap monster raksasa dan aku hampir mati karena salah melangkah. Untungnya Elen tidak apa-apa.

"Lalu ... mengapa kita berada di sini? Kau mencari daun itu, 'kan?"

"Umm ... tentu saja, karena kita baru sampai di pintu utamanya!"

Ia pun berputar pelan di depanku. Rambut pirangnya tersibak begitu ia mengatakan hal itu. Hanya bisa bernapas lega karena tidak ada hal-hal mengerikan yang akan aku hadapi lagi. Elen pun mulai terhenti tepat di bawah kapal.

"Apakah kapal ini memang benar pintu masuk? Lagi pula apa hubungannya daun dengan kapal? Aku sama sekali tidak melihat satupun pohon di sini?"

"Itu karena di sini memang tidak ada pohon. Aku sempat ke sini, tetapi gagal karena di hadang oleh sesuatu!"

"Sesuatu? ... "

"Umm ... "

"Seperti apa?"

"Seperti itu?"

Ehh ... kenapa dia bingung sendiri. Sepertinya aku mengalami deja vu kali ini. Entah mengapa aku seperti pernah merasakan hal ini. Tetapi di mana?

"Kenapa kau bingung sendiri?—Eh?"

Belum sempat aku ingin bertanya lagi. Sebuah bayangan muncul, menutupi tubuhku dan juga Elen. Aku menoleh ke samping dan tebak apa yang kulihat?

Seekor paus raksasa yang bisa melompat tinggi dari laut.

『Death Whale Lv.57』

"Apa monster?"

Satu hal lagi yang membuatku hampir saja menjatuhkan rahanku sendiri. Paus itu hanya sekumpulan tulang belulang yang saling menempel satu sama lain. Terlebih ada sebuah benda bulat tepat di tengah-tengahnya.

Berdenyut, berwarna ungu pucat dan sedikit mengeluarkan sinar pasi dari dalamnya.

Aku kedatangan tamu ....

"Elen ... cepat berlindunglah di belakangku!"

Mengangguk pelan, ia segera berlari kecil ke arahku. Tetapi semburan air hitam melesat cepat ke arahnya.

"Sial!"

Aku pun segera berlari untuk menjemput Elen. Setelah itu aku menggendongnya, melompat ke samping untuk menghindari serangan paus tulang itu. Aku pun melompat kemudian ke atas kapal.

Di sana aku menurunkan Elen dengan cukup hati-hati. Ia sepertinya tidak merasa ketakutan, melainkan raut wajahnya seperti menunjukkan kekhawatiran terhadap sesuatu dan aku tidak mengetahui apa yang ia khawatirkan.

"Ada apa?"

"Apakah Archie akan meninggalkanku lagi?"

Dengan nadanya yang lirih, kedua matanya menatapku penuh dengan harap. Tetapi kenapa ia mengatakan hal sepert itu?

Dan terlebih "Lagi" apakah aku sebelumnya pernah melakukan hal itu?

Tidak tidak, ini bukan saatnya untuk mengkhawatirkan hal yang bukan-bukan. Untuk saat ini aku harus mengalahkan paus tulang itu sebelum berhasil menenggelamkan reruntuhan kapal ini. Tetapi daripada reruntuhan, mungkin lebih tepatnya bangkai kapal.

Aku tercekat ketika aku berbalik ke belakang. Secara tidak sadar aku telah melompat ke atas kapal ini dan parahnya lagi tinggi kapal ini hampir seperti menara Eifel. Tetapi ....

"Aku akan mengalahkannya ... Elen, tunggu aku di sini. Aku pasti akan kembali, mengerti?"

"Umm ... baiklah jika itu adalah perkataan Archie!"

Ia mulai tersenyum ke arahku. Melihat senyumnya, aku dapat bernapas lega. Dengan cepat aku pun langsung berlari ke ujung kapal, melompat tinggi dan segera menghuyungkan pedangku. Secepat kilat sebuah gelombang sabit keabuan muncul.

Melesat dan langsung menghantam permukaan laut. Membuncahkannya serta memaksa paus itu muncul ke permukaan. Tetapi apa yang kudapatkan adalah pekikan pilu yang cukup bergema dan mengguncangkan permukaan laut.

Gelombang-gelombang air terlihat keluar dari dalamnya. Sebuah luapan air yang tinggi sekali mulai menyusuri laut sana. Berderu dan aku dapat mendengarnya. Untungnya aku bsia mendarat dengan selamat.

Memerhatikan sekitarku, paus itu belum muncul juga. Tetapi aku harus segera melenyapkan luapan air itu, jika tidak ... kapal dimana aku menyembunyikan Elen akan terhantam dan bisa saja terhempas.

"Kalau begitu! ...."

Suara gaung mulai dapat kudengar. Beberapa kerangka muncul dari tengah-tengah luapan air yang menjulang bagai ombak penyapu laut. Tinggi sekali. Semakin dan semakin aku menyipitkan mataku, ternyata paus itu berada di tenga-tengahnya sedang membuka mulutnya.

Sedikit percikan cahaya terlihat dan membuat hatiku berdetak kencang.

"Sepertinya ini bukan kabar yang baik ...."

Benar saja apa yang kupikirkan ... ia sedang mengumpulan masa air untuk di tembakan ke sini ....

Segera berpikir bagaimana aku bisa menghancurkan ombak tinggi serta masa air yang sedang ia kumpulkan. Aku pun menenangkan diri dan segera memikirkan jalan keluar dari serangan mematikan itu.

Walau levelnya cukup tinggi dan mungkin saja aku bisa menghindari serangannya. Mungkin HP-ku akan terkuras banyak dan membuatku kewalahan. Tetapi aku tahu kapan ia akan datang ke permukaan air atau bahkan kembali menyelam ke dalamnya.

Beberapa saat kemudian sebuah gelombang yang kuperkirakan akan datang meratakan tempat ini kembali membesar. Dalah hati kecilku ini aku menggerutu, serangan area sebesar itu benar-benar menyusahkan.

Tetapi aku ingat sesuatu yang entah mengapa akan berhasil. Ketika aku sedang berada di Makam Besar Fartera, aku mendapatkan sebuah Skill. Skill itu adalah [Uncounted]. Aku tidak tahu untuk apa ada Skill seperti ini.

Setelah aku melihatnya, aku hanya bisa tersenyum kecil dengan ujung kiri mulutku berkedut-kedut.

When This Skill Activated, Gain Immunity From All Effect. With Up To 30 Second, Gain 27% Movement Speed and Attack Speed Based on Agility. This Skill Only Show When Azure Blade Is Still Imperfect.

"K-kau bercanda, 'kan?"

Bernapas secara pelan-pelan, kemudian aku pun mengeratkan pedangku. Setelah kuhentakan kakiku, Skill ini pun aktif. Namun perasaan ini ... hanya aku atau memang semuanya menjadi lambat?

Langkah kakiku pun menjadi ringan, penglihatanku sedikit menajam. Apakah ini yang di namakan kecepatan seperti suara?

Sepertinya bukan ... hanya saja kecepatanku meningkat sehingga semuanya tampak melambat. Terlebih dengan kondisi saat ini, aku tidak perlu memikirkan hal yang aneh-aneh. Fokus menuju satu tujuan, yaitu mengalahkan monster itu.

Ketika kakiku terhenti sesaat, teriakannya kembali terdengar, dan sosok besarnya yang selama ini bersembunyi akhirnya menampakan diri. Aku pun meneyeringai.

"Kau tak akan kubiarkan lolos. Kita lihat siapa yang akan pertama kali terbunuh!"

Kembali menghentakan kakiku, berlari secepat mungkin. Sesekali aku melancarkan gelombang sabit yang cukup besar. Setelah gelombang itu kini tepat berada di hadapanku, monster itu pun melayang tinggi berkat tekanan air laut.

Dengan teriakannya yang pilu, gelombang air semakin besar. Membuatku ragu sesaat, tetapi setelah menekan gigiku sendiri. Genggaman tanganku menjadi sangat erat, tanpa kusadari langkah kakiku menjadi berat.

Tubuhku seperti di tarik ke belakang oleh kekuatan pedang ini. Begitu luruskan tatapanku, akhirnya sebuah huyungan yang sangat lebar tercipta. Melebar dan menciptakan sebuah gelombang kejut yang sangat besar.

Bahkan gelombang air milik monster itu pun membuncah hebat dan akhirnya meledak. Melayangkan paus itu lebih tinggi. Kumanfaatkan momentum ini dengan melompat tinggi. Sambil memindahkan berat tubuhku pada pedang.

Tanganku kembali seperti semula—menjadi berat dan normal. Lalu dalam satu tarikan garis lurus itu, aku pun kembali menghuyungkan pedangku secara vertikal dengan cepat. Menyayatnya dalam sekejap, menjadikannya dua buah kerangka yang terpisah.

Suara dentangan terdengar kencang, sebelum itu kini adalah saatnya untuk memikirkan bagaimana aku bisa meloloskan diri dari hujan kerangka itu. Karena saat aku berhasil mendarat, kerangka itu akan langsung menimpaku langsung.

Sehingga dengan sedikit trik ini aku mencobat untuk meminimalisirkannya. Memutarkan tubuhku beberapa kali sambil memainkan pedangku dengan cepat. Membelah kerangka-kerangka itu menjadi bagian kecil.

Hingga aku mendarat, semua itu hanya menghujaniku namun tidak melukaiku.

"Sepertinya tidak ada yang aneh lagi, sebaiknya aku segera kembali menuju Elen."

Menatap langit sesaat, aku pun memikirkan sesuatu yang seharusnya bisa kuingat. Namun hingga saat ini aku sama sekali tidak bisa mengingatnya. Untuk waktu yang lama, aku penasaran dengan masa laluku.

Dan dunia ini ....

Kini aku telah sampai di samping Elen yang tengah meringkuk menutupi kepalanya sendiri dengan tangannya.

"Apakah kau ketakutan?"

Tawa kecil terdengar, aku pun mengulurkan tanganku ke arahnya. Setelah ia menurunkan tangannya, wajahnya pun menoleh ke arahku. Kedua mata bundarnya tengah berkaca-kaca, kemudian bukannya menerima tanganku, ia lebih memilih untuk menhantam tubuhku dengan tubuh kecilnya.

Menerjangku dengan sebuah pelukan brutal yang kurasa hampir saja membuatku terpental.

"Type 00! Kau baik-baik saja rupanya!"

"Aku tahu dan mana mungkin aku mati di sini!"

"T-tetapi aku takut dengan suara itu ... "

"Suara?"

"Ledakan ...."

Ah, aku mengerti sekarang. Mungkin saja ia memiliki trauma terhadap bunyi ledakan. Entah ledakan yang seperti apa, Elen ketakutan dengan suara yang besar. Mungkin kah ini memiliki sangkut paut dengan fenomena Black Morph itu?

Sepertinya masih ada mister dan juga teka-teki yang belum kupecahkan.

"Lalu sekarang kita akan pergi ke mana?"

"Hmm ... tentang itu, kita akan pergi ke perbatasan antara Benua Arefier dan Feraghar"

"Bukan kah ada penjaga yang akan menghadang kita di sana?"

"Itu tidak masalah~"

Dengan riangnya Elen pun mengjingkrak-jingkrak. Sambil memutarkan badannya di depanku, aku sama sekali tak mengerti jalan pemikirannya. Untungnya aku bisa menerima dan ... tahu ciri-ciri orang seperti ini.

Walau sesaat ia mirip seperti Eril. Karena itulah, aku bisa menghadapinya.

"Ah, Type 00 ... "

"Huh?"

Entah mengapa ini bisa terjadi dan begitu aku sadar. Elen telah berada di atas bahuku, duduk manis sambil bersenandung ria.

"Apa kau puas sekarang?"

"Umm."

Ia mengangguk dengan semangat, selagi pandangannya lurus ke depan. Aku pun hanya bisa menghela napas.

"Lalu untuk apa kita ke perbatasan benua? Apakah daun itu mekar di sana?"

"Kurang lebih, ya. Ingatanku memang kabur, tetapi jika tidak salah daun itu akan mekar di hari tertentu"

"Dan hari itu adalah sekarang?"

Kulihat Elen menggelengkan kepalanya, lalu ia pun terdiam sesaat.

"Hari itu adalah besok, aku tidak tahu kapan kita akan sampai di sana. Tentang masalah penjaga itu seharusnya tidak masalah."

Aku pun keheranan, penjaga antar benua itu memiliki tidak mempan oleh efek apapun. Terlebih regenerasi HP-nya yang tinggi membuatku risau jika kami menghadapinya berdua. Apalagi Elen yang tak bisa bertarung sama sekali.

"Jadi kau tahu kemana jalan pintasnya?"

"Kurang lebih, lagi pula kita akan melewati reruntuhan jurang—"

"T-tunggu sebentar, jurang?! Aku tak pernah mendengarnya!"

"Hehehe, maaf"

"Hahhh. Sudah kuduga akan jadi seperti ini. Lalu tempat yang akan kita tuju itu reruntuhan, 'kan? Apakah ada sesuatu di sana?"

"Kutukan!"

"Oi oi, mengapa kau senang sekali mengatakannya?!"

"Itu karena Type 00 kebal terhadap kutukan!"

"Hmmm, kebal—t-tunggu, apa?!"

Semakin lama aku bertanya, semakin juga bulu kuduku merinding. Setelah kutukan, ternyata aku kebal dengan namanya kutukan. Tetapi kenapa aku kebal?

"Ceritanya panjang ... bagaimana jika aku menceritakannya sambil kita terus berjalan?"

"Koreksi, yang berjalan adalah aku dan kau hanya duduk enak di atas bahuku!"

"Ehhehehe"

"Kenapa kau malah tertawa? Huhhh."

Akhirnya kami pun meneruskan perjalanan. Elen pun menceritakan segalanya kepadaku, tetapi anehnya dari sekian banyak cerita yang ia ceritakan. Sama sekali tidak ada sangkut pautnya denganku.

Seperti saat ia sedang menangkap ikan terbang, bermain di sungai dekat hutan, atau bahkan menjahili beberapa anak. Sungguh terlalu ini anak, membuatku muak lengkap dengan penegasan kata jengkel.

Tetapi hal seperti ini tidak terlalu buruk juga. Pasalnya, aku yang selalu menyendiri bisa mendapatkan teman seperjalanan untuk kuajak bicara. Seperti meringankan rasa kesepian yang selalu kubendung.

"Sepertinya kita sudah sampai"

"Sampai? Dimana? Yang kulihat hanyalah dataran tandus yang gersang"

"Di bawah ...."

Ketika Elen menunjuknya, tanah mulai bergetar. Menguncangakan tubuhku, untungnya aku bisa menyeimbangkanya kembali sebelum aku benar-benar terjatuh.

Sebuah retakan tercipta, melintang dari kiri sana hingga kanan jauh di sana. Tetapi mengapa baru muncul, bisanya jurang yang curam selalu ada. Bukannya muncul tiba-tiba seperti ini.

"Lalu kenapa bisa retak?"

"Karena ini adalah tempat rahasia dan hanya beberapa orang yang mengetahuinya, termasuk aku, Type A1, dan juga Paman Belgram"

Type A1 .... Paman Belgram? Batinku.

"Sebaiknya kita segera turun ke bawah"

"Maksudmu? Tidak ada tangga di sana!"

Apa yang kulihat mutlak hitam. Seperti tak ada tanda kehidupan yang muncul, luapan angin dingin berhembus cukup kencang menerpa rambutku. Tetapi, tiba-tiba saja tanah di bawahku seperti tertekan sesuatu.

Membentuk sebuah persegi panjang layaknya anak tangga. Terus-menerus hingga ke bawah.

"Nah, kau lihat? Inilah tangganya"

"Aku benar-benar tidak habis pikir bisa seperti ini ...."

Mulutku yang menganga kecil membuatku tampak seperti di bodohi. Sedangkan untuk Elen sendiri tertawa kecil sambil mencubit pipiku.

"Sadarlah, Type 00. Jika tidak cepat, anak tangannya akan hilang kembali!"

"Ehhh?!"

Akhirnya aku pun segera menuruni tangga, menuju dalamnya jurang di bawahku. Menyusurinya hingga sampai di sebuah reruntuhan tepat di ujung sana. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro