7 - The One Who Called Him Self Type 00

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebenarnya aku tahu hal ini adalah hal tergila yang pernah kulakukan semenjak masuk ke dalam game ini.

Mungkin aku harus berpikir dua kali ketika ingin melakukannya. Tetapi untuk saat ini, aku sama sekali tidak kesempatan untuk memikirkannya dua kali. Seandainya waktuku masih banyak ....

Mungkin aku akan mundur namun tetap menyerang monster ini. Walaupun apa yang kuserang adalah otakku sendiri, uap mengepul dapat kubayangkan sedang keluar dari kepalaku.

"Arrhhhhh!!!!!"

Setelah aku sampai di sana, aku pun melompat dan satu batu kasar jatuh tepat sesudah aku melakukannya. Kembali melompat ke atas batu itu. Di saat aku berhasil mendarat di atasnya, aku pun melakukan hal yang sama seperti yang baru saja kulakukan.

Alhasil setiap kali ada batu yang melewati atau setidaknya melesat di depanku. Aku akan melompat ke arahnya dan melesat maju—menaiki langit dengan berpijak di atasnya.

Semua ini berkat Skill terbaruku [Out Jump]. Skill ini memberikanku kecepatan akselerasi pada kedua kakiku untuk melompat. Serta menurunkan sedikit daya tarik gravitasi di sekitar tubuhku.

Sehingga begitu aku ingin melompat, tinggi yang dapat kucapai bisa hingga 3-5 meter. Dan saat ini aku sedang menggunakannya tanpa perlu khawatir karena Skill ini pasif.

Entah mengapa Skill yang kudapatkan selalu saja pasif. Hanya ada satu Skill aktif yang kumiliki, yaitu adalah [Reinforce Slash].

Setelah berlari dan melompat terus menerus. Rasanya aku melawan arah gaya gravitasi. Dan tidak lama setelah itu aku pun sampai tepat di lantai 50, di mana sebelumnya kami terlempar keluar.

Aku pun masuk ke dalam lantai 50 itu. Kini sekali lagi aku berpijak di taman ini. Tidak ada yang bisa kulakukan selain berharap bahwa apa yang dikatakan oleh Elen adalah benar.

"Lalu aku harus ke mana?—"

Namun pandanganku tercekat begitu aku melihat sebuah pedang yang kira-kira panjangnya sekitar 2 meter. Tertancab pada sebuah logam yang telah berkarat. Bilahnya berwarna hitam dengan tali-tali emas keperakan yang saling menyilang.

Sebuah pengikat rantai melingkarinya. Sedangkan untuk mata pisaunya sendiri berwarna perak yang pekat.

"Bukan kah ini tangkapan besar?"

Saat kulihat indikator pedang itu, sebuah layar interface muncul dan membuatku kaget.

[The Forgotten History, Blade of Azure]

Ketika kulihat indikasi warna senjata itu dengan seksama. Sebuah glitch tiba-tiba saja merusak pandanganku. Semua berubah total menjadi gelap. Lalu beberapa saat kemudian entah dari mana sesosok laki-laki itu muncul, tetapi dia adalah ....

"Kau?!"

Ia tersenyum ke arahku. Langkah kakinya yang ringan seakan-akan berucap "Sepertinya kita di takdirkan untuk bertemu di sini".

Begitu ia menjentikan jarinya, semuanya kembali seperti semula. Namun warna dunia yang selama ini kulihat telah berubah seutuhnya menjadi sepia.

"Warna yang telah terdistorsi tidak akan pernah sembuh kembali"

"Kau?! Mengapa kau bisa berada di sana! Bukan kah kau adalah—"

"YA ... aku adalah—"

""Diriku sendiri!""

Di saat yang bersamaan, suara kami saling berkesinambungan. Indikator status miliknya memunculkan nama [00] sama seperti apa yang Lash katakan kepadaku saat itu.

"Mengapa kau muncul?!"

"Bukan kah tentu saja, aku adalah dirimu ... aku adalah sang pembawa pesan. Lagi pula sebentar lagi manusia akan punah ... kau mengerti?"

"Hah?! Apa yang kau maksud?"

Ia, [00] menghela napas kemudian tersenyum kecut ke arahku.

"Kau hanya sebatas replika dan aku adalah yang nyata!"

"Jangan membalikan fakta, kau hanya peniru!"

"Kita buktikan sekarang juga!"

" ... "

"Ada apa? Apa kau mengakui bahwa kau hanya replika?"

Aku pun melihatnya dengan mata sayuku. Bentuk rambut, ukuran tubuh bahkan tinggi semuanya sama. Hanya saja matanya di tutupi oleh sehelai kain hitam yang mengikat dan mengekang matanya.

"Aku tidak takut dengan ancamanmu sama sekali."

Dengan nada yang dingin itu aku menyiapkan pedangku. Pedang ini memiliki bentuk seperti katana, memiliki warna hitam kebiruan. Dengan bilahnya yang pucat, seutas tali dengan ujungnya yang serabut menggantung di ujungnya.

"HAH! Kau akan kuajari arti dari ketakutan itu sendiri ... sepertinya aku juga akan mengajari apa arti sesungguhnya dari kematian!"

Ia pun mencabut pedang yang tertancab. Pedang itu ... pedang yang sama sekali belum pernah kulihat, walaupun aku baru pertama kali memainkan game ini. Tetapi ini tidak berarti aku tidak mengetahui bagaimana sebuah senjata dapat muncul secara tiba-tiba.

Mengingat kembali apa yang terjadi padaku. Menara ini memiliki 50 lantai dengan bos adalah menaranya sendiri, level yang menunjukan indikasi kekuatannya adalah tanda tanya.

Sebanyak apapun kuserang dengan bantuan teman kelompok-ku. HP-nya sama sekali tidak berkurang. Lalu tiba-tiba saja di ruangan ini, di mana taman yang luas berubah menjadi tempat hampa yang sepia.

Memunculkan sosok diriku yang kontras bahkan terlihat berbeda. Ia sedang menggenggam pedang itu kemudian mencabutnya dengan lembut.

"Apa kau siap, replika?"

"Bukan kah kau, peniru?"

Kami pun saling berlari ke arah satu sama lain. Sebuah tebasan diagonal berhasil kulesatkan dan ia menahannya dengan sempurna. Kini kedua senjata kami saling bersentuhan, saling menggesek, dan menimbulkan suara ulung yang sedikit melengking.

Bukan kah ini adalah game?

Sensasi yang kurasakan saat ini sangat berbeda dengan yang sebelumnya. Ia begitu nyata ... sikapnya ... caranya bertingkah laku ... bahkan bagaimana ia menuturkan kata-kata yang menghujam batinku.

"Huh ... apa kau lihat bagaimana ini semua bisa terjadi?"

"Aku seharusnya sudah mengetahui ini! Akulah yang menjadi korban di sini. Maka diamlah dan berikan aku penjelasan!"

Ketika suara berdentang dan senjata kami saling terangkat. Kini benturan antar metal saling mengejar dan tidak bisa di hentikan. Tebasan demi tebasan, serangan atas dan kombinasi serangan lurus yang di lanjutkan oleh tebasan uppercut.

Semua itu ia tahan dengan sempurna. Berkat itu aku sedikit kesal dan tanpa kusadari mulutku tersenyum keasikan.

"Matilah!!"

Kali ini adalah gilirannya yang menyerang diriku. Sebuah tendangan berhasil melayangkan tubuhku beberapa meter ke belakang.

"Ughh!!"

Perutku rasanya seperti dihantam benda yang sangat keras sekali.

"Haaaaaa!!!"

Teriakannya berhasil membuatku sadar, walaupun ini adalah sebuah game tetapi jika aku kalah di sini maka bagaimana dengan Lash dan Elen?

"Aku takan akan kalah!!"

Ketika ia menghuyungkan pedangnya itu kearahku. Aku menunduk dan memukul keras dagunya hingga melemparnya balik ke belakang.

"Aghksss—"

"Ini belum selesai!"

Aku berlari cepat sambil memainkan pergelangan tanganku, mencoba memutar bilah pedang di sekelilingnya. Begitu aku berada di dekat [00] pedangku telah berada tepat di atas pergelangan tanganku.

Melompat rendah dan kemudian bersalto sambil menguatkan peganganku pada bilah pedangnya. Begitu aku mendarat, sebuah tebasan vertikal yang kuat berhasil menghantam sekaligus menebas tubuhnya dari atas hingga ke bawah.

Ia berteriak, tetapi—

"I-ini tidak mungkin terjadi?!"

Apa yang kulihat adalah cairan merah pekat nan memuakan. Tetapi bukan kah ini hanya game semata?

Lalu mengapa ia mengeluarkan darah, tunggu sebentar ....

"Kau sama sekali tidak menyadarinya, replika!"

Ia terbatuk-batuk dan darah keluar menyiprat dari mulutnya.

"Apa yang kukatakan sebelumnya adalah nyata. Dimana aku ingin membunuhmu dan menggantikan kehadiran dirimu di dunia yang akan hancur ini!"

"A-apa maksudmu?"

[00] bangkit dan membuat pedang itu menopang tubuhnya beberapa detik. Setelah itu ia kembali pada posisi siap menyerangnya.

"Itu artinya kau hanya perlu mati dan digantikan olehku!"

"Tchhh."

Aku mendecakkan lidahku cukup kuat. Ini pahit ... ini pahit ... apa yang harus kulakukan. Mana mungkin dalam dunia seperti ini cairan seperti itu nyata?

Apalagi warnanya? Mengapa itu begitu nyata bagiku? Apakah baru saja aku menebas mahluk hidup yang bisa kusebut "nyata"?

Sial, sial, sial ... sebenarnya game apa ini?

"Akan kuucapkan sekali lagi, kau itu hanya sebuah REPLIKAAA!!"

Tanpa bisa membalasnya atau pun menahan serangannya. Aku pun terhempas lalu terguling-guling hingga membentur sesuatu. Rasanya sakit dan mengapa sensasi hangat ini membekas di lengan kiriku?

Mataku yang terpejam beberapa saat kini mulai terbuka, lalu mataku kini terpaku pada lengan kiriku. Tetapi apa yang kulihat adalah sebuah pemandangan yang tak sedap untuk kujelaskan.

"ARgghhh!!! K-k-kenapa tanganku terbelah?!"

Cipratan darah keluar dari lengan kiriku. Kini lengan itu hanya sebuah timbulan yang keluar dari bahu ke bawah. Warna merah dan rasa hangat ini tidak mungkin nyata, 'kan?

Ini tidak mungkin ... apa yang kulihat ini adalah mimpi. Tidak mungkin semua ini adalah kenyataan.

"Sadarlah replika! Apa yang kau lihat itu adalah sebuah kenyataan yang semu!—Aghksss."

[00] ia terbatuk dan mengeluarkan darah. Sekali lagi ia terbatuk dan mengeluarkan darah. Tidak ada implikasi bahwa itu adalah ilusi atau pun khayalan.

Perih, perih, perih ... sakit, sakit, sakit ... mengapa? Mengapa? Mengapa ini begitu nyata bagiku?

Seharusnya ini tidak lebih dari game, tidak lebih dari permainan yang bertujuan untuk menghilangkan stres dan bukan menimbunnya menjadi mimpi buruk. Lalu mengapa harus di saat seperti ini?

Aku pun bangkit walau lututku gemetar, bar HP-ku pu berkurang drastis dan perlahan mulai berkurang sedikit demi sedikit. Dari semula hijau muda, kini menguning dan di saat aku berdiri berubah kembali menjadi merah cerah.

Darah terus keluar dari bagian lengan yang ia tebas. Dengan napas yang berat dan dada yang terus naik turun. Aku memegang bilah pedangku dengan gemetar dan rasa ragu mulai menggerogoti hatiku.

Sebenarnya apa ini? Apa ini? [00] siapa dia? Mengapa ia mirip seperti diriku?

"Bersiaplah untuk mati, replika!"

"T-tidak ... kau lah yang akan mati di sini!"

Tanpa kusadari kata-kata itu keluar dari mulutku bagai angin yang berlalu. Tak bisa kurasakan atau tak bisa kupahami. Bagamaimana pun aku berpikir, bagaimana pun aku membayangkannya atau bagaimanapun aku berusaha, mencoba, mencari bahkan membuat keputusan di dalam kepalaku ini.

Tetap saja ... hatiku berdetak, meragukan segala pemandangan yang baru kuterima ini.

"Kau tidak akan bisa lolos dari jurang waktu ini!"

"J-jurang waktu?!"

Ketika ia mulai menyerangku kembali. Penutup mata yang selama ini menyembunyikan hasrat aslinya terbuka. Matanya yang bagai darah itu benar-benar murni penuh kebencian.

Entah mengapa aku dapat menyimpulkannya seperti itu. Hanya saja, melihat wajahnya yang pucat, dan mulutnya yang berdarah itu tidak bisa mengubah pendapatku tentangnya.

Ia ... sosok yang tiba-tiba saja datang. Mengklaimku sebagai replika dan mencoba menggantikan kehadiranku dalam dunia ini dengan cara melenyapkanku saat ini, kini begitu bahagia.

Raut wajahnya yang seperti anak kecil itu membuatku tak percaya. Selama ini ketika aku senang, raut wajah itu lah yang akan kutunjukan pada khalayak umum.

Mulut menyungging begitu lebar dan memperlihatkan jajaran gigi putih pasi yang tak terbendung. Mata membesar dan pupilku juga ikut membesar sedangkan irisku akan mengecil seakan-akan memfokuskan diri pada satu titik.

Kini raut wajah itu menatapku lekat-lekat. Pemiliknya sedang berlari ke arahku dengan menyiapkan pedangnya dengan tergesa-gesa. Aku ... yang masih gemetar hanya dapat beridiri mematung, tak tahu apakah resolusiku itu memang benar adanya?

Atau hanya aku yang mengada-ngada dan mengartikannya sebagai bentuk gertakan?

Membunuh atau dibunuh. Dua frasa yang memiliki segudang makna dalam pengartiannya. Apapun yang ia gunakan dalam pengucapannya, pasti ia telah menguatkan tekadnya. Aku pun perlahan, walau tak pasti akan memilih apa, yang pasti hatiku harus memilih salah satunya.

Membunuh atau dibunuh.

Tidak lebih dan tidak kurang. Apa yang akan kuputuskan selanjutnya adalah keputusan mutlak yang harus kulakukan apapun yang terjadi.

Dadaku sesak, menerima keputusan yang kuambill saat ini. Dan keputusan itu adalah ....

"Lenyaplah demi diriku!"

"Tidak ...."

Ketika [00] menghunusukan pedangnya ke arahku, aku pun menunduk dan dengan gesitnya menanamkan ujung mata pedangku di perut [00].

Semburat darah membuncah hebat dan [00] kini berada di pelukanku dengan pedang yang menembus tubuhnya. Segelimang darah menetes dan membuat genangan di bawahku. Dimana aku bisa melihat pantulan raut wajahku pada saat itu.

Benar ... keputusanku adalah membunuh. Mau tidak mau aku harus melakukannya, ketika berhadapan dengan kondisi krisis seperti itu. Batinku berteriak meneriakan kehidupan berulang kali.

"Aghkss!!—rupanya kau berhasil mengalahkanku."

Suaranya lirih dan tak bertenaga sama sekali. Tubuhnya kini terbaring sedangkan kepalanya tertidur pada pahaku.

Dengan lemahnya ia menatapku penuh dengan tekad.

"A-ambilah pedang ini. Suatu hari kau akan membutuhkannya ... "

"S-sebenarnya kau ini apa?"

"Re-model type 00 ... aku adalah kloningmu"

"Kloning ... ku?!"

"Benar ... t-tidak ada yang bisa kuberitahukan lagi padamu. Aku titipkan masa depan manusia di tanganmu, [00]"

"H-hei apa maksudmu dengan [00]?"

"I-ini adalah kepingan terakhir ... kunci pertama. Tugasku selesai ... sepertinya kau tidak takut untuk membunuh seseorang, baguslah kalau begitu. Aku bisa tidur sekarang ... "

"Membunuh? Apa maksudmu? Bukan kah kau hanya seekor monster ... hei hei ... HEIIII!!!—"

Ia yang menyebutkan dirinya sendiri sebagai Re-model type 00 kini tak bergerak kembali. Kemudian indikator yang menunjukan namanya mulai berubah dan sebuah glitch kembali muncul.

[01] ... itu lah yang tertera pada indikator statusnya.

Tubuhku terjatuh ke dalam tanda tanya besar. Bermula dari sebuah game pemberian seseorang, bertarung dan bertemu dengan Lash serta Elen, mengambil sebuah misi bersama, mengalahkan penjaga lantai 49, kemudian bos itu adalah menaranya sendiri, lalu aku masuk ... bertarung dengan diriku sendiri, dan terakhir adalah ... dia memberikanku sebuah kata yang sama sekali tidak bisa kupahami ....

Replika ... itu lah tanda tanya besar bagiku. Ruangan tempatku berada kembali seperti semula dan warna pun menjadi begaram kembali. Tak kala aku mencoba untuk bangkit, tetapi tubuhku gemetar mendengar kalimat terakhirnya.

" "Sepertinya kau tidak takut untuk membunuh seseorang" ... apa aku tidak salah dengar? membunuh?!"

Akhirnya semua menjadi gelap dan aku sama sekali tidak bisa melihat apapun. Kecuali sesosok laki-laki yang tertidur dengan wajah lega di dalam pangkuanku. Tubuh penuh dengan darah dan pedang yang masih tertanam di perutnya.

"J-jadi seperti ini rasanya?"

Kemudian apa yang kuingat hanyalah sebuah suara ledakan hebat serta bebatuan yang berjatuhan menghujani diriku saat itu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro