Page 1 : Merasa Malu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tiba-tiba saja cuaca jadi mendung. Angin bertiup dan udara dingin. Di perempatan jalan kecil, ada ayam dikejar kucing, membuatku sangat kaget. Sungguh melelahkan! Hari ini aku merasa aneh. Aduh, malunya kalau dilihat orang karena aku takut dengan ayam dan kucing.

Tadi di sekolah juga. Kulihat David membaca dengan suara nyaring. Alisnya yang tebal, matanya yang bersinar, senyumnya juga manis dan menawan. Oh, rambutnya basah! Lehernya juga berkeringat. Pasti gara-gara olahraga tadi pagi.

"Ya, sudah cukup. Selanjutnya Himawari."

Apa tidak gerah ya? Badannya pasti lengket. Seharusnya kan ganti kaos dalam.

"Hei, Himawari! Kau dengar tidak?" seru Pak guru marah.

"I-i-i-iya, Pak! Kaos dalam..."

Suasana kelas hening sejenak, lalu berubah penuh tawa. Mereka semua tertawa geli. Ternyata aku salah berucap. Disuruh membaca malah melamun sendiri. Mereka kira aku mau minta kaos dalam. Apalagi David, dia selalu tertawa melihatku. Clara juga selalu memperhatikanku. Aku jadi terbata-bata membacanya. Uh, malunya aku!

Lalu saat pelajaran renang, rasanya segar sekali airnya. Aku kepikiran David terus waktu di tempat ganti. Aku keluar. Semua kaget melihatku dan tertawa. Lebih-lebih anak laki-laki. Ternyata aku belum mengganti baju renangnya. Cepat-cepat aku kembali. Rasa malu, sedih, ingin menangis bercampur jadi satu. Seperti biasa, aku mengunjungi Paman Suryo. Beliaulah yang selalu menghiburku di kala sedih. Beliau hanya tinggal sendiri di rumah kecil, tepatnya masih area sekolah ini. Yah, ini memang sudah menjadi tugasnya sebagai penjaga sekolah. Aku senang bertemu Paman, tidak malu, tetap bahagia.

*****

Belum sampai rumah, hujan sudah datang. Aku segera berlari. Dingin sekali udaranya. Ibu membuatkan coklat panas untukku. Hmm, lezatnya! Bagaimana dengan Paman Suryo? Beliau di sana sendirian. Atapnya bocor tidak ya? Apalagi cuaca hujan lebat begini. Wah, kasihan juga!

Keesokan harinya, aku berangkat pagi-pagi sekali, karena hari ini aku dapat giliran piket. Setelah semuanya bersih, aku ke rumah kecil itu. Paman Suryo menyambut dengan gembira.

"Reni pagi-pagi sudah datang. Kamu semangat sekali." katanya tersenyum.

"Hari ini aku kan piket, Paman. Baru selesai nih."

Kulihat paman belum membuat teh. Halaman sekolah juga masih kotor. Sebaiknya aku membantu.

"Paman, aku panaskan ya airnya. Di teko itu kan. Sekalian aku mau menyapu halaman."

"Ah, jadi merepotkanmu!"

"Tidak apa-apa. Aku tidak merasa direpotkan. Lagipula aku senang kalau paman juga senang."

Paman tersenyum. Beliau meminta aku menyapu saja, sementara beliau yang menyeduh tehnya. Aku mengambil sapu lidi dan tempat sampah. Sedikit demi sedikit, dan akhirnya selesai. Semua sudah bersih.

"Satu-dua-tiga.... Satu-dua-tiga...."

Terdengar gemuruh suara hentakan kaki. Semakin mendekat kemari. Oh, itu ada David juga! Ternyata pagi ini latihan tim sepakbola.

"Yah, cukup untuk hari ini." kata David kelelahan.

Tiba-tiba Clara datang memberikan handuk dan minuman untuknya. Semua jadi cemberut. Baik laki-laki maupun perempuan, sama saja!

"Uh, Clara lagi tuh!"

"Iya. Maunya sama David melulu."

"Dia cantik, sih. Pintar lagi. Kita semua pasti kalah."

Mereka semua benar. Clara memang cantik, pintar dan berbakat. Aku merasa gugup sekali bila berpapasan dengan David. Dia tersenyum padaku. Aku hanya bisa mengucapkan salam.

"S-s-selamat pagi!"

"Selamat pagi, Reni! Kamu rajin sekali. Setiap pagi sibuk, ya." Dia menatapku.

Clara langsung berbisik padanya.

"David, jangan dekat-dekat dengan anak itu! Dasar anak tidak tahu malu. Cuma cari perhatian penjaga sekolah."

"Iya, kamu ini seperti pembantu." kata anak lain.

Kenapa Clara seperti itu? Dia mungkin tidak suka denganku. Apakah David juga berpikir demikian? Aku 'kan hanya ingin membantu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro