Page 2 : Teh dan Kue

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Wah, sudah bersih rupanya!" Paman Suryo menghampiriku.

"Sekarang kamu kembali ke kelas. Belajar yang rajin ya!"

Teman-temanku tidak ada yang membantu. Kadang hanya sebagian orang. Mereka sering mengandalkanku karena aku suka bersih-bersih. Dan lagi-lagi, di kelas aku membuat malu. Bu guru sampai geleng kepala. Ada anak yang menjagalku sampai jatuh. Entah siapa pelakunya. Aku juga lupa membawa salah satu buku pelajaran. Dasar Reni ling lung! Dihukum jadinya.

Pada pelajaran tata boga, khususnya perempuan, kami membuat kue. Aku ingat resep dari ibu. Sangat lezat cupcake berlapis selai coklat dan stroberi. Di atasnya ada white cream dan ceri merah sebagai garnisnya. Jadi terbayang kelezatannya.

Semua sedang asyik membuat. Namun banyak yang gagal. Ada yang lembek, kematangan, ada juga yang setengah matang. Akhirnya punyaku selesai juga. Aku membuat tiga buah kue. Satu untukku, satu untuk Paman Suryo, dan satunya lagi... untuk siapa ya?

"Hmm... Kueku pasti lezat. David pasti suka." Clara mulai menyombongkan dirinya.

"E..e..e.... belum tentu! Pasti punyaku lebih enak." kata anak lain.

"Mana mungkin? Punyaku yang enak."

Mereka jadi ribut. Sepertinya akan dimulai perang lempar-lemparan tepung dan telur. Clara meredam amarah mereka.

"Teman-teman, tenanglah! Jangan bertengkar! Aku tahu kok, pasti punya kalian juga enak. Tapi asal kalian tahu saja, siapa yang paling berbakat di sini? Aku kan?"

"Iya, kami tahu." jawab mereka mengalah.

Sejenak kemudian, bel istirahat berbunyi. Segera aku menemui paman. Kulihat paman sedang minum teh.

"Reni rupanya. Ini ada teh untukmu. Silahkan!"

"Wah, kebetulan sekali! Aku juga bawa kue. Buatan sendiri, lho."

Belum mengambil kue, David sudah datang duluan. Matanya mulai berbinar-binar melihat teh itu.

"Paman, aku minta tehnya dong!"

"Apa? Teh katamu? Di sini tidak ada teh untukmu. Ini hanya untuk aku dan Reni. Sebaiknya kau pergi saja."

"Ah, paman pelit!" David pergi.

Paman melirik keluar lagi. Kebanyakan mereka memberikan kue itu untuk lelaki yang disukai. Banyak juga yang menawarkan kue pada David.

"David, ini kue untukmu. Sungguh lezat."

"Punyaku lebih enak. Cobain deh!"

"Idih, kue seperti itu dibilang enak. Punyaku super lezat."

David menolak dengan senyuman. "Maaf teman-teman, aku sudah kenyang."

Dia jadi kurang berselera. Kue-kue itu tidak terlalu enak. Apalagi punya Clara. Atasnya terlalu manis dan bawahnya terlalu pahit.

Setelah minum teh dan makan kue, aku memijat paman sambil mengobrol.

"Bagaimana kueku, Paman?"

"Enak, seperti buatan ibumu."

"Paman kemarin ke mana?"

"Aku tidak ke mana-mana. Aku cuma bersih-bersih dengan keponakanku. Makanya badanku ini pegal. Kenapa kamu tanya begitu?"

"Tidak, tidak. Aku cuma khawatir. Kemarin kan hujan deras. Sudah cukup ya, Paman." aku menghentikan pijatannya, kembali duduk sambil menyeruput teh yang tersisa.

Paman melihat ke meja, melihat ke luar, ke meja, ke luar, senyum-senyum sendiri. Seperti ada maksud yang tersembunyi. Tiba-tiba paman memanggil David. Oh, tidak! Aku selalu gugup kalau ada dia. Jantungku makin berdegup kencang. Jadi selalu membayangkan wajahnya.

"Hei, David! Ini ada kue untukmu, masih ada satu. Buatan Reni si 'Jago Masak' lho!"

"Lho, kenapa Paman jadi baik padaku?"

"Karena kulihat kau tidak mau memakan kue milik mereka. Makanya aku menawarkan padamu. Aku sudah makan satu, Reni juga. Ayo, cobalah!"

"Hmm... Sepertinya enak. Apa boleh aku coba?"

"S-s-silahkan!" jawabku gugup.

Belum sampai di mulut, Clara sudah memanggilnya. Mungkin ada rapat.

"Rapat hampir dimulai. Kok ketuanya masih di sini?"

"Oh, iya! Aku lupa. Paman, Reni, nanti aku ke sini lagi."

Setiap David dekat denganku, pasti ada Clara di situ. Dia selalu merebut perhatian David. Mereka memang pasangan serasi. David tampan, Clara cantik. Seperti tak ada yang menandingi. Sebentar lagi akan ada pertandingan sepak bola. Clara sebagai manager pasti mempersiapkan segala sesuatu untuknya.

~~~

Sepulang sekolah, David kembali lagi. Dia meminta kue yang tadi.

"Ren, kuenya masih ada kan?"

"I-i-iya."

"Wah, aku ingin sekali memakannya! Tidak ada paman lagi."

Dengan lahapnya ia makan. Sepertinya dia suka. Sudah habis masih saja menjilati jarinya. Iiih...

"Hmm... Ini adalah kue terlezat yang pernah kumakan. Manisnya pas, tentu saja semanis wajahmu." katanya tersenyum.

Dikatakan begitu, wajahku langsung merah merona. David tidak seperti yang aku bayangkan. Dia punya perhatian.

"Pada pertandingan sepakbola nanti, aku ingin kau membuatkan kue untuk kami. Maksudku, aku ingin beli kuemu. Jangan lupa ya!"

Dia pulang melambaikan tangannya. Kulihat senyuman manis yang terukir dari wajahnya. Tak lupa aku juga berpamitan dengan paman. Sebentar lagi pintu gerbang akan ditutup.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro