Page 11 : Pengakuan David

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kenapa sih setiap bertemu David aku selalu gugup? Padahal aku tidak begitu kalau marah-marah. Seandainya saja aku tidak begitu. Oh, iya! Aku kan masih memiliki cermin ajaib. Barangkali aku bisa meminta sesuatu.

"Wahai cermin ajaib! Siapakah... gadis yang paling disukai David? Tolong perlihatkanlah di cermin ini!"

Setelah memencet tombol, aku mulai memejamkan mata. Huh, tak sabar aku ingin melihatnya. Gadis itu pasti sangat beruntung. Saat kubuka mata, betapa terkejutnya aku. Di situ masih ada gambar wajahku.

"Hah, apakah aku? Tidak mungkin. Coba sekali lagi." Aku berbicara pada diriku sendiri. Ku coba lagi. Tapi tetap saja cermin ajaib itu menampakkan wajahku.

"Oh, betapa bodohnya! Mana mungkin David menyukai orang seperti diriku. Tentu saja tidak."

Maafkan aku, cermin ajaib. Ini hanya untuk menghibur. Aku jadi malu.

Keesokan harinya, kulihat Paman Suryo tidak ada di rumah. Mungkin sedang keluar sebentar. Aku bisa membantunya bersih-bersih. Memang hanya ini yang bisa kulakukan. Setidaknya aku bisa melupakan kesedihan itu.

Sejenak kemudian, Paman Suryo datang.

"Selamat pagi, Reni! Sudah datang rupanya. Maaf ya, aku terlambat."

"Ku kira Paman sedang keluar."

"Tidak kok. Eh, lihat! Itu David."

Aku melihat melalui jendela. Mereka membawa buku masing-masing. Berlalu begitu saja.

David dan Clara, selalu ada keperluan. Mau inilah, itulah. Mereka makin mesra saja.

"Bukankah ini rapat yang terakhir?" Tanya David.

"Iya. Untuk rencana bulan depan, aku sebagai wakil ketua mengusulkan... "

David... Clara... Sama-sama punya kelebihan... Sama-sama berbakat... Mereka... Mereka memang pasangan yang serasi. Rasanya aku ingin menangis.

Clara cantik dan pandai. Sekali saja! Aku ingin seperti Clara dan berbincang dengan David tanpa perasaan gugup. Kutatap cermin ajaib yang kuambil dari bawah kasur. Andai saja cermin ajaib ini sungguhan. Aku masih tidak percaya.

"Wahai cermin ajaib! Kumohon percantikkanlah diriku! Jadikan aku secantik Clara dan akrabkan aku dengan David!"

Semuanya terjadi sama seperti ketika aku menuju ke negeri dongeng. Aku ketakutan, menjerit-jerit. Setelah semuanya berhenti, aku bercermin.

"Wah, cantiknya! Apakah benar ini aku? Ini cermin ajaib sungguhan."

"Reni, kamu kenapa kok teriak-teriak?" Ibu memanggil.

"Eh, ti-tidak ada apa-apa, Bu!"

Aku berbisik di cermin. "Cermin ajaib, tolong kembalikanlah aku seperti semula!"

Huh, hampir saja! Aku mulai merenung. Ternyata ini sungguhan. Besok aku akan mencobanya di sekolah.

Setelah keluar dari toilet, semua orang memperhatikanku.

"Eh, ku kira yang barusan keluar itu Reni."

"Siapa?"

"Entahlah. Cantik sekali ya. Clara saja kalah dengannya."

Sekarang aku berubah menjadi gadis tercantik di sekolah ini. Tidak ada seorang pun yang lebih cantik daripada aku. Semua orang melihatku sebagai gadis hebat.

Ah, apa yang aku pikirkan? Apakah Clara juga berpikiran seperti ini? Mungkin karena aku berubah menjadi Clara, jalan pikiranku juga seperti Clara. Ini bukanlah Reni Himawari.

Aku masuk ke ruang kelas. Kulihat ada Clara juga di situ bersama David dan teman-temannya. Semua mata tertuju padaku. Ya, karena aku cantik.

"Selamat siang, David!"

"Selamat siang! Siapa kamu? Rasanya aku belum pernah melihatmu."

"Selama ini aku tidak terlalu begitu mencolok. Banyak orang yang tidak mengenalku. Tapi aku kenal dirimu. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, di taman."

"Ya, tapi aku harus... "

"Ini penting. Jangan lupa kutunggu!"

Wah-wah-wah...! Perkataanku itu agaknya sangat memaksa. David hanya menurut saja. Mungkin setiap hari juga begini dengan Clara. Sekarang David bersamaku. Giliran Clara yang cemburu.

Taman ini begitu indah. Dulu aku dan Paman Suryo sering mengurusnya. Sekarang ada tukang kebun. Masih utuh. Bunga-bunga tetap terlihat cantik.

"Sebenarnya aku ingin berteman akrab denganmu. Itulah yang ingin aku bicarakan."

"Kalau sebagai teman aku mau saja, tapi..."

"Ya, begitu juga tidak apa-apa untuk sementara. Tapi kelak aku akan membuatmu menyukaiku."

Kalimat yang satu ini kedengarannya tajam sekali. Baru kali ini aku bicara seperti itu. Pikiranku jadi yang tidak-tidak.

"Lihatlah diriku! Bukankah aku lebih cantik daripada Clara?"

Hentakan sepatu mulai terdengar mendekati taman ini. Beberapa siswi melihat kami. Clara langsung naik darah.

"Hei, seenaknya saja kau bicara! Apa maksud perkataanmu itu?"

"Oh, kalian menguping rupanya."

"Gadis yang tak tahu diri. Jangan coba-coba dekati David-kami." Teriak anak-anak lain.

"Sungguh memalukan. Untuk apa kalian semua datang ke sini?"

"Hei, kau..."

"David-lah yang berhak memilih siapa gadis yang paling disukainya. Benar kan, David?"

"Sombong! Siapa kau sebenarnya?"

"SUDAH! CUKUP! Aku muak mendengar omongan kalian!"

David meneriaki kami semua. Dia nampak marah sekali. Suasana hari itu senyap seketika. David melanjutkan lagi.

"Asal kalian tahu, sebenarnya aku sedang menyukai seseorang."

"Siapa? Murid sekolah ini?" Clara langsung bertanya.

"Ya. Dan sekarang adalah saatnya aku mengungkapkan isi hatiku kepadanya. Biar kalian semua puas."

David mulai melangkahkan kakinya meninggalkan kami. Diriku semakin gemetar. Clara mengejarnya, lalu menarik lengan baju David.

"Tunggu dulu, jangan pergi! Katakan siapa dia? Kalau tidak, maka aku akan.... "

"Baiklah. Akan kukatakan kepada kalian semua."

Inilah saat yang paling aku tunggu-tunggu. Akhirnya David membuat pengakuan di depan kami semua.


"Gadis yang paling aku sukai adalah... "

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro