4. SMA Trisakti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Vicky mengingat-ingat kejadian yang telah lewat. Tepat di hadapannya tubuh Kana terjatuh ke lapangan sekolah. Setelah merundung bersama Debby, Kana malah berakhir seperti itu. Vicky menggigit kukunya, tidak mungkin dialah pemicu Kana untuk melakukan percobaan bunuh diri. Sampai detik ini tidak ada yang tahu bahwa Vicky ada di lokasi kejadian saat Kana memilih melompat dari atap gedung siswa SMA Airlangga. Terkecuali dirinya dan Debby, juga Travis. Sedangkan Ricky ... dari mana pemuda itu tahu?

Baru saja dipikirkan, sosok jangkung dengan wajah tirus dan alis tersayat itu keluar dar rumah. Seragam SMA Trisakti yang didesain dengan rompi berwarna marun tampak terpasang alakadarnya. Tak seperti Vicky yang rapi. Hari itu setelah melewati beberapa pembicaraan dengan pihak SMA Airlangga, Vicky berhasil keluar dari sana.

Winata yang mengurus untuknya. Sehingga kini sang tuan putri sudah resmi menjadi siswa SMA Trisakti. Walaupun Vicky harus menahan kekesalan karena akan berangkat bareng Ricky.

"Tumben penampilan lo kayak gini?" tanya Ricky.

"Nggak usah sok akrab ngajak gue ngobrol segala. Lo bisa lebih cepat nggak?"

"Lo sekolah di Trisakti, bukan Airlangga. Santai aja kali."

Seakan-akan belum puas mengamati Vicky, kini Ricky berdiri lebih tegak memindai dari ujung kaki hingga kepala. Penampilan Vicky memang lebih sederhana dari biasanya. Riasan di wajahnya natural banget, hampir terlihat tidak memakai riasan. Benar-benar terlihat sebagai siswa sederhana dengan rambut yang dikuncir, tidak digerai seperti biasa.

Pun, tidak ada aksesoris seperti cincin, kalung, jepitan, dan sebagainya yang biasa mewarnai tubuh Vicky. Bahkan sepatunya berubah, sepatu kets biasa berwarna putih yang nyaris kelihatan usang. Benar, siapa pun yang akan melihat, tidak akan percaya jika dia adalah Vicky Jihanne Winata.

"Ngerepotin banget." Ricky menyerahkan helm.

Sejurus kemudian, kedua bersaudara—yang sebenarnya masing-masing ogah banget disebut saudara—pun melaju meninggalkan rumah dengan motor Ninja milik Ricky. Sukses besar Vicky dibuat menahan umpatan karena cara Ricky membawa motor. Dia menyalip kendaraan-kendaraan besar. Mepet-mepet, malah. Bikin Vicky dengan tidak sopan mendorong kasar helmnya.

Sudah begitu, Vicky harus berpegangan di pundak Ricky berkali-kali. Sementara si pelaku kelihatan tidak bersalah. Ketika melintasi SMA Airlangga, Vicky sedikit menoleh. Ah, sekolahnya yang lama, begitu banyak kenangan dan perundungan. Dia mungkin akan kangen nanti. Namun, sekarang dia sudah berjanji akan memulai hidup lebih baik pasca dihantui oleh Kana—padahal Kana belum meninggal.

"Turun!" titah Ricky saat mereka tiba di tempat parkir SMA Airlangga.

Kedatangan motor Ricky menyita atensi beberapa siswa yang bergerombol baru saja tiba di sekolah. Sementara Vicky abai karena yang melihat adalah cewek-cewek. Dipikirnya mereka adalah 'pemuja' Ricky.

"Lo mau ke mana?" Vicky menarik ransel Ricky saat hendak berjalan lebih dahulu.

"Kelas. Jangan ikut gue!"

"Anterin gue ke ruang kesiswaan. Gue nggak tau karena orang baru di sini."

"Pergi aja sendiri, gue sibuk."

Vicky tahu akan sulit menjadi akrab dengan Ricky. Terlebih beberapa waktu lalu dia mengikrarkan peperangan di antara mereka. Namun, kali ini keputusan Vicky berubah. Mungkin bakal susah mendapat teman di SMA Trisakti, jadi seenggaknya untuk sementara waktu dia harus dekat-dekat dulu dengan Ricky.

Sepertinya Ricky juga lumayan populer di sana. Vicky bakal memanfaatkan momen itu. Sebelum bertemu dengan Travis, paling tidak orang-orang akan segera tahu bahwa dia adalah saudara Ricky.

"Ricky!" panggil Vicky seraya berdecak jengkel. Dia berlari kecil menyusul langkah Ricky yang sudah masuk ke lobi utama. "Gue akan bilang ke Papa kalau lo nggak membantu adik lo sendiri di sekolah barunya."

"Adik?" Langkah Ricky terhenti. Setengah alisnya terangkat tatkala berbalik menatap Vicky. "Lo sendiri yang bilang kalau lo mau jadi kakak."

"Itu keputusan singkat karena suasana hati gue lagi nggak bagus. Lo aja yang jadi kakak, so ... temenin gue ke ruang kesiswaan."

"Denger, lo nggak bisa nyuruh gue seenaknya. Jangan berpikir lo bakal jadi tuan putri di sini. Ini SMA Trisakti, buka SMA Airlangga, tempat di mana lo bisa berkelakuan seenaknya, Vicky."

Perkataan Ricky membuat Vicky teringat satu fakta. Kebenaran bahwa Ricky yang mengetahui tentang Kana dan Vicky. Tidak ingin membiarkan Ricky lolos dari pantauannya, Vicky kembali mempercepat langkah dan menarik lengan pemuda itu. Beberapa siswa yang melintas melirik mereka seraya berbisik samar.

"Apa lagi, Vicky?"

"Lo ... dari mana lo tau tentang Kana?"

"Serius pengin bahas itu sekarang? Tapi, gue lagi nggak pengin bahas. Lebih baik lo pergi mengurus urusan lo. Jangan ikutin gue!"

"Ricky ...." Kalimat Vicky tertahan saat melihat gerombolan cowok berjalan mendekati mereka. Tidak benar-benar gerombolan sebenarnya, empat orang dan Vicky mengenal salah satu di antara mereka.

Gawat! Vicky bahkan belum siap untuk bertemu. Niatnya akan mencari sendiri dan memberikan kejutan untuk Travis Hattala atas kedatangannya di SMA Trisakti. Sial sekali, keempat cowok itu mendekat saat itu juga.

"Lo lama banget, sih, Rick. Dari tadi ditungguin. Mereka udah kumpul, tuh, di lapangan. Yuk!" ajak salah satu di antara mereka.

Sementara yang lain, yang berdiri di samping Travis, melirik Vicky sesaat. "Malah pacaran di mari."

"Lo pacaran sama Vicky?" Travis yang bersuara. Bahkan suara beratnya sangat khas di telinga Vicky.

Vicky langsung menggeleng dan mendorong Ricky jauh-jauh. Dia memilih merapat ke arah Travis. Lebih baik meminta tolong pada Travis daripada sama Ricky yang ngotot tidak mau menolongnya.

Tindakan Vicky yang tiba-tiba mendekat pada Travis membuat keempat cowok, termasuk Ricky, menatap heran padanya. Barangkali, bukan, tetapi mereka memang tidak pernah tahu bahwa Travis dan Vicky pernah berpacaran.

"Lo kenal dia, Tra?" tanya salah satu di antara cowok tadi. Vicky melihat badge name-nya, cowok itu bernama Justin.

Alih-alih menjawab, Travis malah menyikapi dengan cuek. Vicky lebih menarik perhatiannya. "Lo pindah ke sini? Kenapa nggak bilang-bilang ke gue?"

"Sengaja, mau ngasih surprise. Ehm, kalau kamu nggak sibuk, anterin aku ke ruang kesiswaan. Soalnya dari tadi aku capek banget minta tolong sama orang yang nggak punya rasa belas kasihan," cetus Vicky, tidak lupa melirik Ricky.

Travis pun membagi tatapan antara keduanya. "Gimana lo bisa kenal Ricky?"

"Dia saudara tiri gue." Ricky yang menjawab. Semua yang ada di sana pun terkejut mendengarnya.

"Wah! Ternyata lo adiknya Ricky? Eh atau kakaknya? Gue pikir kalian pacaran." Justin mendekat dan mengulurkan tangan terbuka. Vicky menjabatnya dengan hati-hati. "Justin Park."

Dari namanya saja Vicky menyimpulkan kalau Justin pasti punya darah campuran korea. Berikut dua cowok lainnya saling memperkenalkan diri kepada Vicky. Salah satu yang paling kalem dan tenang dengan lesung pipi khas di permukaan pipinya, bernama Juanda dan yang berdiri di samping Travis bernama Alvin.

"Gue anterin Vicky dulu. Kalian pergi aja duluan, nanti gue nyusul," cetus Travis.

Ketiga temannya kompak mengangguk dan segera melenggang pergi. Ricky yang tidak tahu apa pun tentang hubungan Travis dan Vicky hanya bisa menatap keduanya dengan penuh selidik. Walau pada akhirnya Ricky harus bertolak menghampiri Justin, Juanda, dan Alvin setelah salah satu di antara mereka—entah siapa—berteriak memanggil namanya.

Kepergian mereka berempat menyisakan Travis dan Vicky di lorong utama. Tentu bersama beberapa siswa yang sesekali melintas dan melirik mereka. Langkah kaki panjang Travis mengomando Vicky untuk segera menyusul. Senang rasanya bisa sekolah bareng Travis, pikir Vicky.

"Kenapa lo nggak ngasih tau gue, kalau lo pindah dan Ricky adalah saudara tiri lo?" tanya Travis.

"Aku udah bilang, Tra. Ini kejutan. Ah, lagipula emangnya kamu mau tau? Kita, kan, udah putus."

Langkah Travis terhenti, membuat Vicky nyaris menabrak punggung lelaki itu. "Berarti lo satu rumah sama Ricky?" Travis malah mengabaikan perkataan Vicky.

Perempuan berpinggang kecil itu pun mengangguk takzim. "Mau nggak mau."

"Kenapa lo milih SMA Trisakti?"

"Hm, karena aku mau. Di sini ada kamu juga, kan? Sekalian kata mamanya Ricky, sekalian bisa berangkat bareng Ricky."

Sekarang Vicky malah merasa sedang diinterogasi. Travis tidak bersuara lagi begitu mereka tiba di ruang kesiswaan. Ruangan masih sepi karena masih pagi juga sebenarnya. Vicky saja yang panik meminta Ricky cepat-cepat ke sekolah, padahal di sana saja masih belum banyak orang.

"Lo tunggu aja di sini."

"Kamu mau ke mana? Nggak mau temenin aku?"

"Gue mau ke lapangan. Nanti Bu Tisa dateng, kok. Ngomong sama beliau aja."

Travis benar-benar berbalik untuk segera pergi dari sana. Sedangkan Vicky agak jengkel karena mantan pacarnya itu terkesan tidak mau berlama-lama di sana. Tiba-tiba saja Vicky memikirkan sesuatu; apa Travis punya pacar di sekolah itu?

Lamunan Vicky buyar saat Travis berbalik menatapnya. "Nanti pulang sama gue, Vick. Besok juga gue jemput ke rumah lo. Nggak usah keseringan berangkat sama Ricky."

Tentu saja Vicky mengangguk senang. Pasti dia belum punya pacar di sini.


Hi, Oneders! Kenalan juga nih sama visual temen-temennya Travis dan Ricky^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro