Final

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku terhuyung-huyung memasuki sekolah. Tadi malam aku tidak bisa tidur memikirkan Kejadian kemarin. Padahal aku sudah berusaha melupakanya. kejadian itu seperti ditancapkan kuat-kuat didalam otaku. Aku bisa menebak kantung mataku yang terus bergandulan saat aku berjalan.

Sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sedang duduk di bangku sambil membaca buku. Dan diantara siswa itu, aku bisa melihat Mayuzumi-senpai. Ia tampak serius membaca novelnya. Sampai akhirnya ia menyadari kalau aku memandanginya. Mayuzumi-senpai berjalan ke arahku. Matanya tidak berkutit dari buku yang ia pegang. saat ia benar-benar di hadapanku, baru ia mengalihkan pandanganya ke arahku.

"Ikut aku.." ujarnya

Aku heran. Karena tidak ingin kejadian aneh menimpaku lagi, Aku berlari membelakanginya.

"ikut aku.."

Mayuzumi-senpai memegang kerah bagian belakangku dan menyeretku. Aku diseret seperti anak kucing menuju tempat antah berantah . Aku tidak bisa meronta lagi. Energiku sudah habis gara-gara kemarin. Aku beharap semoga ia tidak menyeretku ke tempat aneh.

"Aku mau dibawa kemana..."

Mayuzumi-senpai tidak menjawab pertanyaanku. sepertinya ia membawaku ke halaman belakang. Kalau begini aku mulai takut. Reflek, aku menggigit tanganya. Mayuzumi-senpai tidak mengaduh sama sekali. Ia cuman menutup novelnya. Dengan kecepatan 20 Mach, ia menutup mataku dengan mitela dan mencengkram tanganku kuat-kuat. Sekarang aku benar-benar takut. Mayuzumi-senpai menuntunku berjalan dari belakang. Di sela-sela perjalanan, ia mengaitkan sesuatu di kelingking tangan kananku. Seperti cincin, tapi bukan cincin.

Dahiku sudah menyentuh sebuah benda yang kuanggap pintu. Dugaanku benar dan itu memang pintu kaena aku bisa mendengar suara deritan pintu saat dibuka oleh Mayuzumi-senpai. Aku memasuki ruangan dan disapa oleh dinginnya AC yang menusuk kulitku. setelah itu, aku disuguhi permainan piano yang membuat pikiranku terbang. Aku tebak, itu pasti Akashi. Aku sudah tau karena permainan pianonya khas.Mayuzumi-senpai sudah tisak memegang pergelangan tanganku, jadi aku bisa membuka mitela yang melilit di wajahku. Didepanku persis, aku melihat Akashi menggunakan jas hitam bermain piano dihadapanku. Suara tuts tuts piano yang dimainkannya membuatku terbawa dalam permainan pianonya.

"Bagaimana permainanku?"
Akashi menghentikan pemainannya. Aku tersentak membuatnya mengerdipkan matanya.

"Kau tau legenda  Unmei no Aka Ito?"

lanjutnya sambil mendekatiku. Eh, kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal itu. Aku masih ingat legnda itu. Unmei no Aka Ito, artinya Legenda Benang Merah Takdir. Aku sering mendengar legenda itu dari teman-temanku. Konon, di jari kelingking setiap orang ada benang merah yang tak kasat mata. benang tak kasat mata tersebut akan membawa kita kepada jodoh. tidak peduli jauh atau dekat, mungkin atau tidaknya seorang pasangan. benang tetap akan menyatukannya. kadang aku suka mengusap jari kelingkingku untuk melihat benang tak kasat mata itu. tapi itu hanya legenda saja.

"Kau tau?"

Tanpa disadari jarak wajahku dengan Akashi hanya lima belas senti saja. Dengan sendirinya pipiku memerah membuatnya tersenyum simpul.

"Sekarang kau bisa melihatnya.."

Aku melihat kearah jari kelingkingku. Betul saja, disana sudah disematkan seutas benang berwarna merah menyala. Di jari kelingkingnya Akashi juga sama. Untaian benang itu sangat panjang hingga membuat lantai ruangan berwarna merah menyala.

"Apakah kita berjodoh?"

Akashi menyenderkanku ke tembok. Sekarang jaraknya sudah 5cm. Aku bisa merasakan nafasnya yang hangat.

"Berjodoh apanya?" tanyaku kikuk

"Kita sudah dihubungkan dengan benang ini, berarti kita berjodoh? oh, ya. Kau juga suka padaku kan?"

Akashi mengelus lembut pipiku. Mata merahnya menatapku seperti singa akan memangsa kijang.

"Maukah kau jadi pacarku?"

Bluusshh

Aku yakin kalau seluruh wajahku memerah menyamai . Nafasku terengah-engah. Kadang aku sampai tidak bernafas saking gugupnya.

"Kau bercanda.."

Mulutku dijepit oleh tanganya. Akashi menaikan salah satu alisnya. Memandangiku dengan wajah sarkastik.

"Heeh jadi kau menganggapku bercanda? Aku hanya memerlukan jawabanmu, kalau kau berkata 'tidak', aku akan menusukmu dengan gunting ini..?"

Gunting merah tajam sudah menyentuh pipiku. Aku tidak tau harus merasa gelisah atau senang atau apalah. Kenapa disaat romantis ini dia menunjukan sisi yanderenya.

"Aku menerimamu tapi aku ada pertanyaan buatmu."

Tanganku mengambil gunting tersebut dan mengarahkannya pada Akashi. Sekarang situasi sudah berubah seratus delapan puluh derjat.

"Apakah aku cantik?" Aku bertanya pertanyaan bodoh kearahnya. Ini hanya membuktikan saja kalau aku juga bisa bersikap yandere.

Akashi tersenyum. Ia menariku menuju pelukannya. Pelukannya yang hangat. Persis seperti dulu.

"Aku hanya bercanda soal tadi. Mana mungkin aku akan menusuk orang yang sudah ditakdirkan sebagai jodohku. kau benar-benar cantik. "

Akashi merekatkan pelukannya. Aku bisa merasakan ketenangan disana.

"Aku juga hanya bercanda."

"Kau menerimaku?"

Aku mengangguk tanda setuju. Akashi tersenyum kemudian mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dahi ku bisa menyentuh dahinya. dan sekujur tubuhku mulai berwarna merah. aku nampak seperti kepiting rebus yang memakai baju seragam SMA. Tepat dibelakang Akashi. Dibalik piano yang Akashi mainkan tadi. Aku bisa melihat Reo-senpai merekam kejadian ini menggunakan handycam punyanya.

.

..

..

..

..

Aku dan Akashi sudah resmi berpacaran. sekarang kami berada di taman kota. Aku dan Akashi duduk di kursi taman sambil memakan kushidango.

"Eh, aku mau tanya. Bener waktu itu kamu nembak Kanede?"

Mendengar pertanyaanku, Akashi tersedak dango beserta tusuknya (?).

"Kamu percaya ya? Sebenarnya dia yang nembak bukan aku.."

"Terus kamu terima?"

"Tentu saja tidak. Karena aku lebih mencintaimu dari pada dia." Akashi menunjukan senyum manisnya sambil menggigit dango.

Karena malu, aku cepat-cepat memakan dango di tanganku untuk menyembunyikannya. Dan saat itu juga aku teringat kalau jaket yang dipijamkan Akashi belum kukembalikan.

"Aku ingin mengembalikan sesuatu."

Aku mengeluarkan sebuah jaket dari dala tasku dan memberikannya pada Akashi. Akashi tersenyum dan menjulurkan tangannya.

"Eh, kenapa tidak mau?"

"Untukmu saja, lagian aku punya dua. Itu juga sebagai tanda terimakasihku untuk syal ini"
Akashi menunjukan syal merah yang sudah buat latihan tarik tambang antara aku dengan Nebuya-senpai dan Hayama-senpai. Setelah menunjukannya, ia melingkarkannya di lehernya.

"Cocok?"

Aku mengangguk sambil tersenyum. Kencan pertama yang sederhana tetapi menakjubkan. Saking geregetnya, aku mengigit tusuk dari dango yang kumakan.

"Sudah habis ya? Mau punyaku?" tawar Akashi

"Boleh"

Akashi menyuapkan dango ke arah mulutku. Saat aku mengunyahnya aku sadar kalau sebagian dango yang kuterima telah digigit Akashi sebelumnya.

Yeeey akhirnya selesai

makasih banyak buat yang udah baca dari awal smpe akhir ╰(*'︶'*)╯

ini ceritanya gaje ya? klo ada yg sama maaf ya soalnya gak tw..
Tolong vote nya yaaaaakkk

dah ya da dah..

salam gaje semua

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro