Edisi Gaje

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

~Your pov~

Aku memang menyukai Akashi. Laki-laki itu. Aku ingin mengatakan padanya bahwa aku menyukainya. Besok aku akan mengatakannya. Walaupun hal ini terlihat bodoh. Tapi, aku akan tetap melakukanya.

......

Hari ini hari yang paling kutunggu. Kubawa jaketnya. Sudah kucuci dan kuberi pewangi dua liter. Aku juga membelikannya syal berwarna merah.

Aku bungkus jaket dan syal tersebut dalam satu bubgkus. Hati ku berdebar-debar. Aku mencari Akashi, tetapi dia tidak ketemu juga. Duh, ni bocah kalo dicari gaada, kalo ga dicari tiba-tiba nongol.

Aku bersandar di tembok. Hmmm.. Sepertinya ada suara yang tidak asing ditelingaku. Suara Hayama-senpai dan Akashi. Sepertinya pembicaraanya terlihat serius.

"Akhir-akhir ini kau sikapmu aneh. Apa mungkin karena dia?" ujar Hayama-senpai.

"Aah tidak juga."

"Jangan bohong. Kau sering memandanginya."

"..mmm.."

"Jangan-jangan. Kau suka dengan Kanede, ya?"

Apa? Kanede? Kanede siswi multi talenta di SMA Rakuzan. Parasnya juga cantik. Walaupun dia tidak sepintar aku, tapi aku jauh kalah dari dia dibidang lainya. Dia juga lumayan tetkenal.

"Tuh kan wajahmu memerah." lanjut Hayama-senpai

Perlahan aku berjalan menjauhi percakapan bodoh itu. Tatapanku ksosng. Jangan-jangan dia suka sama Kanede?. Aku menyibukan diriku dari pikiran negatif ini dengan menyenandung ria. Aku juga gak berhak untuk cemburu kan?. Aku berlari menuju kamar mandi. Disana mungkin aku bisa memikirkannya baik-baik.

...

Aku membenamkan wajahku ke wastafel yang sudah terisi air. Apakah aku cantik? Andaikan cermin dihadapanku ini adalah cermin ajaib seperti dicerita putri salju. kalau benar-benar ada, aku akan menanyakan hal yang sama setiap hari. Tapi sayangnya, cermin dihadapanku bukan cermin ajaib. Cermin ini hanya bisa menampakan wajahku. Wajahku yang basah kuyup disertai rambut yang basah pula. Kalau diperhatikan lebih detail aku terlihat mirip sadako.

Cairan bening mengalir melewati pipiku. menetes kebawah membuat wajahku tambah basah.

"Cermin-cermin di dinding, siapakah wanita tercanti di dunia ini?" ujarku gila.

Aku merasa geli dengan diriku sendiri. Mungkin ini akibat stres yang menumpuk dikepalaku. "Sudah jelas dong, (namamu)-chan yang paling cantik". Aku terbelalak lebar. Ternyata aku tidak sendirian. Muncul sesosok dari dalam cermin. Pria dengan rambut orange dan taring runcing yang menjulur. Hayama-senpai?

"Gyaaa, dasar mesum!!" Aku melayangkan pukulan ke arahnya.

"Eh, siapa yang mesum? Bukanya kamu yang mesum?" ia tersenyum menunjukan deretan gigi putihnya.

Aku yang mesum? Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan hingga detail-detailnya. Ternyata aku salah memasuki toilet. Aku memasuki toilet pria. Pukulanku mulai lembek. Satu detik.. Dua detik..

"Wuaaaa, gomen gomen gomen senpai!!" Aku langsung berlari meninggalkan Hayama-senpai yang cengo.

Dukkk

Saking paniknya , hidungku menghantam pintu kamar mandi.

"Tuh kan, kamu yang mesum." Hayama-senpai mengusap-usap bagian bawah hidungnya. Aku mengikuti apa yang dilakukanya. Tanganku mulai berwarna merah. Kenapa disaat seperti ini aku mimisan....

"Senpai punya tisu?"

"Umm, aku tidak punya. Tisu di sini juga habis."

Hayama-senpai mendekatkan tubuhnya ke arahku. Ia melepaskan jas putih yang ia kenakan. Aku hanya menutup mataku.Semoga ia hanya melepaskan jasnya, bukan yang lain. Hayama-senpai mengelap bekas darah di dekat hidungku dengan jasnya.

"Eeeh senpai. Nanti jasmu kotor. Jasmu kan berwarna putih."

"Sudahlah, nanti kan bisa dibalik."

"Tapi sama saja. Tidak usah..."

Hayama-senpai menyumpal mulutku dengan jasnya.

"Gak usah bawel deh. Sekarang gimana, lebih baik kan?"

Aku menempelkan jari telunjukku ke hidung.

"Yap"

"Apa perlu disumbat dengan tisu?"

Aku menggeleng. Hayama-senpai tersenyum manis menunjukan taring yang menjadi ciri khasnya.

Awww... Hayama-senpai lucu juga kalau tersenyum. Setelah menunjukan senyum manisnya, ia berdiri dua detik kemudian aku menyusulnya. Baiklah, aku sudah tidak tahan berada disini. Aku harus keluar sebelum orang lain mengetahuinya. Tanganku memutar knop pintu. Heeehh jangan bilang pintunya terkunci.

"Tidak bisa dibuka?"

"Ya, kurasa"

"Sini biar kucoba

Hayama-senpai mulai mencobanya. Hailnya juga tidak bisa dibuka. Ini kali pertamaku terjebak didalam toilet bersama seorang pria. Untung Hayama-senpai orangnya baik. Coba kalau tidak. Aku hanya bisa pasrah. Kelihatannya Hayama-senpai mulai panik. Dari tadi ia mondar-mandir sambil mengertakan giginya. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

'Pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini'

Itu yang kudengar dari ponselnya. Hayama-senpai tambah panik.

"Senpai, coba pakai ponselku" tawarku pada Hayama-senpai. Ponsel yang ada di genggamanku langsung ia ambil.

"Arigato" ujarnya. Kemudian ia menghubungi seseorang. Entah siapa yang ia hubungi

"Moshi-moshi.... aa.. tolong aku.....aku terjebak di toilet... ya...ya...ok...cepat ya soalnya ada gadis bersamaku... "

Hayama-senpai menyandarkan dirinya di pintu. Sekarang ia sudah tidak terlihat panik seperti yang tadi.

"Mmmm... Senpai menelpon siapa?"

"Ya adalah.."

Sepertinya in akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sekarang sudah jam empat sore lebih. Biasanya aku pulang jam tiga sore. Entah apa yang terjadi saat aku pulang nanti. Mungkin orang tuaku langsung menginterogasiku dengan pertanyaan mendetail ditambah omelan mereka yang tajam.Aku melirik ke arah Hayama-senpai yang mulai tertidur . Mungkin ia lelah. Kalau tidur wajahnya tambah imut.

Knop pintu toilet bergerak disusul suara gedoran pintu.

Brak

Pintu toilet didobrak seseorang. Hayama-senpai yang sedang tertidur pulas didepan pintu langsung terpental.

"Oi, kau mengaggetkanku. Kau membangunkan mimpiku dasar."

"Kok aku? Salahmu sendiri bersandar didepan pintu."

Oooo ternyata orang yang dimaksud adalah Nebuya-senpai. Wajahku berbinar-binar. Akhirnya aku bisa menghirup udara segar.

"Arigato gozaimasu!!" aku menjabat tangan Nebuya-senpai sambil meloncat-loncat kegirangan. Akhirnya aku bisa keluar dari tempat terkutuk itu. Aku melihat wajah Hayama-senpai dan Nebuya-senpai tersenyum melihatku.

.

.
..
..
...
...

.

.

............

.......
Kejadian barusan membuat perasaan ku campur aduk. Itu pertama dan terakhir kalinya
Lain kali eku harus berhati hati saat memasuki toilet. Atau aku akan bernasib sama, bahkan lebih buruk lagi. Aku melanjutkan langkah kakiku. Tepat dibelakang ku, aku mendengar suara langkahan kaki yang lain.

"Jadi kalian mengikutiku?"
Aku membalikan badan dan melihat Hayama-senpai dan Nebuya-senpai berjalan dibelakangku.

"Kami tidak mengikutimu. Kebetulan saja kita searah" ujar Nebuya-senpai.

Aku memiringkan kepala.

"Serius beneran..."
Nebuya-senpai dan Hayama-senpai mendahuluiku. Sekarang mereka berjalan dihadapanku.

"Heey, lihat apa yang kutemukan di tong sampah.." ujar Nebuya-senpai sambil menunjukan bungkusan berwarna coklat ke arah Hayama-senpai.

Bungkus coklat. Hmmm..... Aku menyipitkan mataku.
Eh, itu kan hadiah yang kubuang di tong sampah? Pikiranku mulai kacau lagi. Untung belum kebuang beneran.

"Ummm ano... Bolehkan aku melihat bungkusan itu?"

"Ya"

Nebuya-senpai menyodorkannya padaku. Saat aku ingin mengambil bungkusan itu, Nebuya-senpai mendekapkan bungkusan tersebut ke dekatnya.

"Kau yang membuangnya kan?"

"Enggak... Kata siapa?"

"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri"

"Enggak"

Aku merebut bungkusan itu dari tanganya. Tetapi selalu gagal. Terkadang Nebuya-senpai mengamgkat bungkusan itu tinggi-tinggi agar aku tidak bisa meraihnya.

"Tangkap.."

Hayama-senpai menangkap operan dari Nebuya-senpai.

"Cepat lari.."

Aku mengejar Hayama-senpai yang lari sbil membawa bungkusan itu. Bisa gawat kalau dia membukanya. Hayama senpai berlari sangat cepat.Jelaslah, dia kan atlet, lha aku.

Kejar-kejaran kami terputus di lapangan tengah. Hayama-senpai berhenti kemudian meremas-remas bungkusan itu.

"Jangan dibuka...!" tetiaku dari kejuhan.

"Apa? Dibuka? Mungkin tiga jari saja untuk membukanya.."
Ia pun merobek bungkusnya.

Kyaa... Dame!.

Kepanikanku makin menjadi saat Hayama-senpai memperlihatkan isinya sedikit.

"Bagus..." ujar Nebuya-senpai dari belakang sambil mengepalkan tanganya.

Aku langsung menendang Hayama-senpai. Sebenarnya aku termasuk murid kurang ajar terhadap seniornya. Habis aku sudah tidak tahan sih. Sekali lagi malang menghampiriku. Hayama-senpai langsung menghindar. Pengenya sih Hayama-senpai yang kutendang, tapi aku hanya menendang angin. Aku jatuh tersungkur. Kucoba lagi menendang Hayama-senpa sekali lagi. Tapi hasilnya sama. Sekarang Hayama-senpai sudah berada di dekat Nebuya-senpai. Parahnya, bungkusan itu sudah terbuka memperlihatkan sebuah syal berwarna merah.

"Kita apakan syal ini.." Hayama-senpai tersenyum iblis.

Dengan lihainya Nebuya-senpai melilitkan syal tersebut ke kepalanya membentuk model-model ajaib. Mereka tertawa puas setelah melakukan aksi konyolnya. Aku menyudutkan bibirku.

"Heey kembalikan, atau aku akan mengalambilnya secara paksa"

Mereka menatapku remeh sambil menjulurkan lidahnya. Jadi kalian meremehkanku ya, liat saja nanti.
Dengan selang waktu yang tidak lama aku menhampiri mereka kemudian langsung menyambar syal yang masih terpasang di kepala Nebuya-senpai.

"Heeeehh." ujar mereka serempak

Tarik menarik terjadi diantara kami. Satu lawan dua. Satu perempuan dan dua laki-laki. Makin lama syalnya mulai kendor.

"Jangan ditarik.. Syalnya mulai longgar." ujarku sambil melirik ke arah benda yang kumaksud.

"Trus kalau longgar? Masalah?"

"Syalnya mulai longgar, syalnya mulai longgar....."

"Jangan ditarik"

"Kalau begitu kau yang lepaskan"

Aku menggeleng dan melanjutkan tarik-menarik.

"Kalau longgar nanti nggak enak dipakai..."

"Memang siapa yang akan memakainya?" begitu kata-kata itu terlontar dari kedua mulut mereka, syal tersebut langsung dilepaskan membuatku terpental kebelakang.

"Memang siapa yang akan memakainya?" kata-kata itu terlontar lagi. Nebuya-senpai menggoyangkan syal merah dihadapanku. Aku menggelengkan kepala dengan konsisten.

"Siapa ?" mereka mendekatiku

Aku tidak akan menjawab meskipun diteror sekalipun.
Dari arah lorong, kerumunan siswa berlariaan membuat kami bingung. Apa yang terjadi.

Aku melihat bungkusan coklat tadi yang berisi jaket rakuzan tergeletak di tengah lapangan. Lantas aku berlari kearahnya dan memeluknya erat-erat. Kalau aku tidak cepat, jaket ini bisa lusuh.

Karena terdesak-desak, mau tak mau aku terbawa arus menuju lapangan depan. Orang-orang semakin banyak mendorongku dan membuatku berada di depan barisan. Di depan aku bisa melihat dengan jelas. Sangat jelas hingga terlalu sakit untuk dilihat.

..
..
.
..
.
..
Akashi dan Kanede? Ooohhh jangan lagi. Jangan bilang Akashi menembak Kanede. "Ayo terima!!" ujar seseorang. "Akashi-kun cocok sama Kanede-chan..." ujar seseorang lagi. Hatiku seperti ditusuk tombak. Aku tidak kuat ngelihat pemandangan ini. Aku pergi dari kerumunan orang-orang ini. Akashi melihat keberadaanku. Dansepertinya lagi dia mengikutiku dari belakang. Kristal bening membasahi pipiku. Lama-lama menetes kebawah membuat tanda bulat di tanah. Aku meremat erat jaket yang kupegang. Lebih baik aku berlari ke tempat yang sangat jauh.
..

Grabb

Akashi memegang tanganku.

"Kenapa kau pergi? tanyanya.

Aku hanya terdiam.

"Kenapa kau pergi? " tanyanya lagi. Kali ini dia meninggikan nada bicaranya.

"Lepaskan aku, kumohon" ujarku

Dia masih memegang tanganku.

Aku sudah tidak kuat lagi.

"Lepaskan. Ini membuatku sakit"

Aku membalikan badanku. Menatapnya sinis.

"Cengkramanmu terlalu kuat membuat tanganku sakit," rintihku dengan senyum yang terpaksa."Bisa kau lepaskan?"

Akashi menatapku seolah ia tak percaya apa yang aku katakan. Aku memang kesakitan gara-gara cengkramanya begitu kuat. walaupun ada alasan lain. Sudah puas dengan kontes tatap menatapnya, aku berlari ke arah kerumunan siswa dan meninggalkan Akashi disana. aku tidak akan pernah berbalik. sekarang waktunya bagiku untuk pulang. yang penting saat aku sampai di rumah, aku bisa melupakan semua kejadian ini. hanya itu yang kumau saat ini..

.....

"Tadaima..."

"Okaerinasai"

Orangtuaku menyambutnya dengan senyum hangat yang menjadikannya mood busterku. ibuku yang duduk di sebelah ayahku menatapku sambil menunjuk kearah sesuatu. sesuatu di tanganku.

"Nani?"

Ibuku menekankan jarinya lebih jelas. Aku melirik tanganku. Jaket putih bertuliskan rakuzan di bagian belakangnya menggantung ditanganku. Aku kaget setengah mati. Kenapa tidak kepikiran dari tadi. seharusnya tadi kukembalikan pada Akashi. Ibu dan ayahku tertawa geli melihat sikapku yang kikuk ini.

oooh ooh mungkinkah ini hari tersial dalam hidupku.

Baka baka!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro