13. Lima Mengejutkan, Satu Menerbangkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oleh Schyler_, ArlenLangit, asni_putri, redlotus11, b4p3rgirl, Noorah91

Kebahagiaan sempurna tak harus berpasangan dengan yang berparas cantik atau tampan. Seksi maupun kaya. Namun, kebahagiaan sempurna cukup dengan bertingkah konyol dalam kesederhanaan

---

Hari semakin larut dengan jam dinding yang menunjukkan pukul 21.30 waktu setempat. Sebagian insan mulai bersiap pergi menuju alam mimpi masing-masing. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Azkiya. Dengan senyuman yang tak hentinya mengembang, gadis itu menatap pesan di layar ponsel.

Naren
Kamu pilih berlian atau sebungkus nasi?

Azki
Pilih berlian dong

Naren
Alasannya?

Azki
Karena berlian itu wow, kalau nasi biasa aja

Semua orang pasti memilih berlian daripada sebungkus nasi. Itulah yang dipikirkan otak sempit Azkiya. Dilihat dari bentuknya pun, berlian jauh lebih menarik dan indah.

Naren
Tapi, kamu itu kayak sebungkus nasi buat aku

Gadis itu tidak terima dengan balasan Narendra. Bagaimana bisa dirinya yang menurut sang ibu cantik disamakan dengan sebungkus nasi? Tanpa meredam kekesalan, ia segera mengetik sebuah pertanyaan sebagai balasan.

Azki
Jadi, aku nggak berharga gitu?

Naren
Kamu salah, Sayang. Justru kamu lebih berharga daripada berlian. Berlian cuma bisa dinikmati oleh mata semua orang, kalau nasi bisa dinikmati sama hidung dan lidah juga. Bayangkan, kalau kamu punya berlian, tapi nggak punya nasi. Kamu pasti akan menjualnya demi sesuap nasi. Jadi, kamu adalah sebungkus nasi bagiku

Senyuman Azkiya yang sempat lenyap kembali mengembang ketika membaca balasan tersebut. Semburat kemerahan pun lantas menghiasi wajah mulusnya. Narendra selalu bisa membuatnya tersenyum setelah merasa kesal, sedih, dan semacamnya.

Naren
Udah, deh! Jangan malu gitu

Azki
Percaya diri banget. Apa nggak ada kata lain yang lebih bagus daripada sebungkus nasi?

Naren
Ada

Azki
Apa?

Naren
Sexy

Azkiya lantas tertawa layaknya orang gila dengan wajah yang semakin memerah. Benar-benar, deh. Gadis itu tidak bisa bersikap normal ketika menghadapi kekasihnya.

Azki
Gombal banget, sih. Dikasih liat body banci juga langsung klepek-klepek

Naren
AKU KE KAMAR KAMU SEKARANG!!

Mampus, dia marah, gumam Azkiya sembari menepuk dahinya berulang kali. Ia sebenarnya hanya bergurau, tapi sangat disayangkan selera humor Narendra di atas standar hingga tak mengerti dengan lelucon rendahan.

Azki
Kamu mau ngapain pakai ke kamarku segala?

Naren
Mau buktiin kalau cuma kamu yang bisa bikin aku klepek-klepek, bukan body banci yang kamu maksud, SAYANG

Azki
Dibuktiin pakai apa coba?

Naren
Kita KAWIN sekarang!

Sebuah deringan nyaring tiba-tiba menggema di kamar Azkiya setelah balasan tersebut masuk. Tanpa melihat siapa yang tengah menelepon, gadis itu segera menjawab kemudian menempelkan ponsel pada permukaan telinga kiri.

"Beneran ada di depan, ya?" tanyanya dengan nada suara yang dibuat segenit mungkin.

"Depan apaan, sih?"

"Naren ih suka bercanda, Azki nggak suka." Azkiya mengerucutkan bibir ketika mengucapkan kalimat tersebut meskipun tahu sang penelepon tak dapat melihatnya kemudian tertawa kecil.

"Bercanda apaan, sih?"

"Naren beneran mau ke kamar Azki, ya? Maraton film, yuk!”

Bagus banget, ya. Udah berapa hari kamu nggak kabarin Mamah? Anak kurang ajar! Udah berani masukin cowok ke kamar! Bawa pulang cowokmu itu! Mamah pengin tau. Terus habis maraton film, ngapain lagi? Kelon, ya? Mau ngelakuin hubungan yang belum  pernah kamu lakuin? Iya? Jawab Mamah, Azki! Kurang ajar kamu, ya!

Sembari menunggu sang penelepon menyemprotkan seluruh kalimatnya, Azkiya menatap nama yang tertera di layar ponsel kemudian berteriak karena terkejut. Saking terkejutnya, benda pipih yang ada di tangan pun terlempar hingga mendarat mulus di atas tempat tidur.

Gadis itu meminta maaf kemudian beralasan ingin pergi ke alam mimpi. Tanpa menunggu jawaban dari Erika, ia segera mematikan sambungan telepon kemudian mengembuskan napas. Rasanya seperti di ambang kematian.

Kepanikan lantas menguasai diri Azkiya hingga membuatnya bingung. Karena tidak tahu harus melakukan apa lagi, ia memutuskan untuk mengirimi Narendra pesan. Hanya lelaki itu yang ia butuhkan sekarang.

Azki
Pak bisa ke kamar aku nggak? Saya lelah, Pak

Naren
Buka pintu kamar kamu! Saya udah nunggu dari 15 menit yang lalu

Setelah membaca balasan tersebut, Azkiya segera membuka pintu kemudian menghambur ke dalam pelukan Narendra.

“Pak, Mamah minta Bapak ngelamar saya.”

“Empat kali ya, Az.”

Azkiya memiringkan kepala karena tak mengerti. “Apanya yang empat kali, Pak?”

Narendra melangkah ke arah sofa kemudian duduk di sana. Ia mengatakan lima kali sebelum menepuk pahanya bermaksud meminta Azkiya duduk di sana.

“Saya dipangku, nih? Saya berat loh, Pak.”

Enam kali. Azkiya bertambah bingung dengan perhitungan Narendra hingga matanya berkedip beberapa kali. Namun, kebingungan itu berhasil tergantikan oleh rasa gugup ketika jarak mereka semakin mendekat.

Azkiya lantas memegang pipi kanannya karena bibir Narendra tiba-tiba mendarat di sana. Sangat mendadak hingga rasanya seperti sengatan listrik. Sebelum keterkejutan pertama meredam, kecupan singkat kembali mendarat di wajahnya.

Wait! Main cium aja, dasar mesum!”

"Yang ketiga mau di mana? Di tengah ya?"

Azkiya turun dari pangkuan Narendra sebelum mengambil langkah mundur. Apa yang dimakan lelaki itu hingga kemesumannya meningkat secara drastis? Rasanya seperti berhadapan dengan sisi lain dari sang lelaki tampan.

“Jangan mundur terus! Nanti kubungkam jangan salahkan aku.”

Kakinya secara spontan terhenti setelah sang pemilik mendengar kalimat tersebut. Kecemasan tiba-tiba datang ketika Narendra mendekat ke arahnya.  Ekspresi wajah yang ia dapat pun berbeda dari biasanya.

“Berhenti se—”

Belum sempat Azkiya menyelesaikan perintah, Narendra berhasil membungkam mulutnya hingga terdiam. Bibir basah lelaki itu mendarat mulus di bibirnya pada kecupan singkat ketiga. Hal itu membuat rona merah di wajahnya semakin terlihat jelas karena menyatu sempurna dengan keputihan kulit.

Udara bulan Januari yang dingin terasa berbeda. Meskipun angin malam telah dilengkapi dengan suhu AC yang semakin menambah digin, Azkiya tetap merasa panas pada bagian wajahnya yang sedari tadi ditutupi oleh tangan sendiri.

Jantung Azkiya memompa penuh semangat ketika Narendra meraih tangannya yang menutupi wajah. Dengan kegugupan yang tak bisa dihilangkan, ia bertanya, “Ka … kamu mau ngapain?”

“Empat, lima,” ucap Narendra setelah mengecup punggung tangannya secara bergantian.

Azkiya tersentak kaget ketika punggungnya tiba-tiba disentuh oleh Narendra. Tangan besar itu bergerak naik dan turun secara perlahan dengan mata sang pemilik yang terus menatap ke arahnya. Ada sesuatu yang sulit ia ketahui. Namun, dari raut wajah serta tatapan lelaki itu, terdapat pula rasa aman, nyaman, dan damai yang menggelitik dirinya.

Narendra menyentuh wajah Azkiya kemudian tersenyum. Jarak mereka saat ini sangatlah dekat hingga degup jantung keduanya dapat didengar oleh telinga masing-masing. Dengan harapan detak jantungnya bisa ditahan, sang gadis cantik segera mengigit bibir bawahnya.

“Bibirnya jangan digigit gitu, kasian. Mendingan ….” Narendra menghentikan ucapan setelah menghapus jarak jemari dengan bibir Azkiya.

Lelaki itu menatap mata serta bibir Azkiya secara bergantian seolah meminta izin untuk kembali memagut. Tanpa disangka, gadis di depannya mengedipkan mata hingga keajaiban dunia membuat Narendra berhasil mengartikan kedipan tersebut.

Tubuh Azkiya menegang ketika bibir mereka kembali bersatu, tapi bukan sekedar kecupan singkat seperti sebelumnya. Matanya perlahan terpejam setelah Narendra menarik pinggangnya hingga tubuh mereka semakin merapat dan tanpa disengaja membuat sesuatu saling bergesekan.

Semilir angin dari celah jendela yang terbuka seolah mengembuskan hawa panas bagi mereka berdua. Azkiya tak dapat memikirkan apa pun saat ini selain rasa nikmat dari lumatan yang diciptakan Naredra. Otaknya seketika membeku karena terbuai.

***

Azkiya terbangun dari mimpi indahnya ketika mendengar suara ponsel yang berdering. Tanpa memiliki keinginan untuk membuat sang pengirim pesan menunggu, gadis itu segera meraih benda pipih di meja nakas.

Naren
Pagi, calon ibu dari anak-anakku

Bibirnya lantas membentuk sebuah senyuman manis setelah membaca pesan tersebut. Rasa kantuk yang sebelumnya masih tersisa seketika lenyap, seperti hujan yang turun menuju tanah gersang hingga menyuburkannya. Hati Azkiya pun rasanya sama. Bunga-bunga indah seolah bermekaran di dalam sana dan mengundang kupu-kupu untuk menari.

Azki
Pagi juga, Andra-ku!

Gadis itu segera membenamkan wajah ke atas bantal. Pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi malam. Azkiya tak menyangka keperawanan bibirnya telah direnggut oleh sang kekasih.

Naren
Cepat bangun, penerbangan kita tinggal satu jam lagi

Sial. Ia segera berlari ke kamar mandi setelah mengumpat. Satu jam hanya cukup digunakan untuk membasuh wajah serta menggosok gigi. Tak ada waktu untuk mandi apalagi berendam. Rasanya seperti dejavu.

To be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro