14. Cemburu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oleh Schyler_, Noorah91, titizkyla, dewisty692, b4p3rgirl


Kau membuatku melayang. Adegan romantis yang kau ciptakan membuatku mabuk kepayang. Lalu, apa arti hubungan kita jika kau sudah bermain pandang dengan jalang?

---

"Pagi, Sayang."

Azkiya yang baru tiba di lobi hotel langsung mendapat penyejuk hati berupa suara lembut serta senyuman dari sang kekasih. Ia membalas sapaan tersebut, tapi tidak dengan senyuman karena bibirnya sekarang sedang dimajukan. Gadis itu tidak memiliki kesempatan untuk mandi. Oleh karena itulah ia merasa kesal.

"It's okay. Kucing aja larinya kencang, padahal seumur hidup nggak pernah mandi," canda Narendra hingga berhasil membuat Azkiya menggembungkan pipinya.

"Ih, jahat. Masa aku disamain kayak kucing, sih?" Gadis itu berpura-pura marah dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

Narendra yang melihat hal itu hanya tersenyum kemudian memberi kecupan singkat pada bibir Azkiya. Ciuman selamat pagi. Lelaki itu kemudian meminta sang kekasih untuk tidak selalu menunjukkan ekspresi cemberut yang terlihat menggemaskan. Ia juga mengancam akan memberi ciuman seperti kemarin malam jika hal itu tetap dilakukan.

Setelah ancaman yang berhasil membuat Azkiya menutup mulut itu terlontar, mereka akhirnya berjalan menuju taksi. Tujuan mereka kali ini adalah bandara yang salah satu pesawatnya akan mengantar pulang ke Indonesia.

Setibanya di bandara, tidak ada kesulitan untuk mengantre karena cukup dengan carter khusus VIP, mereka melenggang cepat ke dalam pesawat. Ketika bokong keduanya telah dihempaskan ke atas sofa empuk di balik ruangan VIP, pesawat akan melandas dalam waktu sepuluh menit.

Keheningan sempat menyelimuti mereka sebelum seorang pramugari berseragam ketat dengan bagian leher yang cukup terekspos tiba-tiba datang kemudian bertanya, "Selamat pagi, Mister. Ada yang bisa kami bantu?"

"Coffee, please." Narendra tersenyum di akhir kalimatnya.

Azkiya mencibir ketika melihat senyuman yang menurutnya nggak-penting-banget itu. Terlebih lagi senyuman itu diberikan kepada pramugari yang petakilan, rasanya jadi semakin kesal.

Ganjen banget, pesan kopi aja pakai senyam-senyum nggak jelas gitu! Dasar cowok ganjen, gerutu Azkiya sembari terus memainkan ujung kaos v-neck yang jelas memperlihatkan leher jenjangnya.

"Nggak usah ngegoda gitu, deh. Ini lagi di pesawat," bisik Narendra tepat di depan telinganya.

Jika kekesalan tidak menguasai Azkiya saat ini, bisikan Narendra pasti berhasil membuat jantungnya berpacu dalam melodi. Namun, sangat disayangkan karena tayangan murah meriah beberapa saat lalu benar-benar membuat hatinya panas. Oleh karena itu, ia hanya memberi tatapan tajam yang menyiratkan perasaan tidak suka.

"Kamu kenapa, Say—" Narendra menghentikan ucapannya begitu saja ketika mendapati seorang pramugara yang tengah berada di sebelah Azkiya dengan sebuah senyuman.

"Permisi, Miss. Ada yang bisa kami bantu?"

"Iya ada, Mas. Saya minta green tea late-nya satu, ya!" jawab Azkiya sembari membalas senyuman pramugara di depannya dengan sangat manis.

"Tunggu sebentar, Miss."

Narendra yang melihat pramugara itu menunjukkan senyum menawan pada sang kekasih segera memicingkan mata kemudian berucap, "Mas, nggak usah senyam-senyum ke istri saya!"

Azkiya mengembuskan napas sebelum meminta sang pramugara untuk tidak menghiraukan ocehan Narendra. Ia kemudian menarik tangan pramugara tersebut ketika sang pemilik ingin berlalu kemudian meminta tambahan berupa air mineral.

"Lepasin, Sayang! Jangan bikin aku marah di sini, ya!"

Azkiya berterima kasih tanpa peduli dengan rengekan serta genggaman tangan Narendra. Hal itu juga terjadi pada rengekan kedua serta ketiga sebelum pramugari yang membuatnya naik pitam kembali datang sembari membawa pesanan.

Wanita itu mengedipkan matanya ketika menaruh gelas kopi kemudian menyelipkan selembar kertas. Narendra yang mendapat perlakuan seperti itu lantas melepaskan genggaman pada tangan Azkiya kemudian berterima kasih.

Iya deh diselipin kertas aja tangan aku udah dilepas. Ya udah nggak apa aku ngerelain ciuman pertama kemarin, tapi please. Jangan nangis sekarang, aku nggak kuat, batin Azkiya sembari meremas tangannya sendiri.

Gadis itu bangkit dari posisi sebelum pergi ke kamar kecil tanpa mengatakan apa pun pada Narendra. Azkiya menundukkan kepalanya di depan wastafel kemudian menangis. Ia baru tahu bahwa sakit hati rasanya seperti itu.

Dalam hati ia mengatakan jika Narendra bahagia, maka ia akan ikut bahagia. Namun, pikiran itu lenyap begitu saja setelah makian terlontar dari bibirnya. Yang benar saja ia bisa bahagia melihat sang kekasih bersama orang lain! Persetan!

Azkiya membasuh wajah untuk mengurangi tanda bahwa ia baru saja menangis kemudian kembali ke tempat duduk. Keheningan terjadi beberapa saat sebelum ia melirik Narendra yang sibuk memainkan ponsel. Entah apa yang dilakukan lelaki itu dengan ponselnya.

"Aku ke toilet sebentar ya, Sayang," ucap Narendra tanpa menatap Azkiya kemudian berlalu.

Puluhan menit telah terlewati, tapi Narendra tak kunjung kembali. Hal itu membuat Azkiya terus bergerak tak nyaman. Ia takut sang kekasih berbohong dengan alasan pergi ke kamar kecil.

Ketika ingin mengirimkan pesan yang telah diketik sejak tadi, matanya menangkap sosok Narendra yang semakin mendekat. Azkiya tiba-tiba mengepalkan tangan sembari menggeram. Amarah yang sedari tadi ia pendam kembali meledak, bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Butiran air mata kembali terbebas dari kelopak matanya. Hal itu berhasil membuat Narendra sedikit panik. Ia berusaha menyentuh wajah Azkiya, tapi tangannya ditepis begitu saja sebelum mencapai tempat tujuan.

Narendra meminta pramugari yang memeluknya untuk pergi kemudian berucap, "Sayang, itu nggak kayak yang kamu lihat. Jadi, si pramugari itu barusan kepeleset. Ya, aku spontan dong tolongin dia. Serius, aku berani sumpah demi pernikahan kita. Aku cuma cinta sama kamu."

Rasa menggelitik menghampiri Azkiya setelah ia mendengar penuturan tersebut. Ia tidak bisa membohongi perasaannya. Berapa kali pun Narendra membuat kesal, ia takkan bisa mendiamkan lelaki itu.

Tangan besar yang menyentuh pipinya membuat Azkiya tersenyum. Gadis itu mencoba untuk memastikan dengan bertanya, "Beneran kamu nggak ngelakuin apa-apa sama dia?" Suaranya yang parau terdengar sangat jelas di telinga siapa pun.

"Iya, Sayang. Aku nggak ngelakuin apa-apa."

Narendra menyingkirkan helaian rambut yang menempel pada permukaan wajah Azkiya. Ia kemudian menarik gadis itu ke dalam pelukan. Namun, pelukan mereka terlepas ketika sebuah dorongan tercipta dari sisi sang kekasih.

"Lepas, ah!"

"Kamu kenapa lagi, Sayang?" Kenapa? Entahlah. Azkiya tiba-tiba ingin melepas pelukan itu.

Narendra kembali meminta maaf dengan berbagai cara, tapi hal itu tidak dihiraukan olehnya. Ia memilih untuk diam sembari memainkan sesuatu di ponsel. Omong-omong, rasanya lama sekali gadis itu tidak membuka aplikasi yang berhasil mempertemukan dengan sang kekasih.

"Azki, aku minta maaf, ya. Sumpah demi apa pun, tadi nggak kayak yang kamu lihat. Aku cuma bantuin dia, Sayang."

"Kok kayak ada yang ngomong, ya? Tapi, nggak ada orangnya. Ih, jadi takut." Azkiya bergidik ngeri seolah sedang berhadapan dengan penampakan.

Narendra akhirnya menghela napas lelah karena tidak tahu harus melakukan apa lagi. Jika sudah seperti ini, ia hanya bisa pasrah. Kaum Hawa selalu benar.

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro