16. Dijodohkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Oleh Schyler_, redlotus11, ArlenLangit, Jenirenita, b4p3rgirl, asni_putri

Aroma lezat dan harum khas kue bertabur kacang kenari kesukaan ayahnya menyusup ke dalam indra penciuman Azkiya. Biasanya, sang ibu selalu membuat kue tersebut jika ada tamu untuk acara penting, tak lupa pula dengan kehangatan teh melati yang menjadi pelengkap.

Gadis itu membuka matanya ketika mencium aroma lain yang berhasil membuat cacing di dalam perut berpesta. Ia yakin itu merupakan aroma dari kari ayam yang ditaburi dengan bawang goreng. Ah, semua itu benar-benar menggodanya.

Meskipun masih mengantuk, Azkiya tetap memaksakan diri untuk bangun dan pergi ke dapur. Gadis itu langsung mengutarakan rasa laparnya pada Erika yang masih berkutat dengan peralatan masak.

“Dasar, Perawan Kebo! Jam berapa kamu ini baru bangun? Mentang-mentang hari Sabtu, kamu malah bangun siang. Nggak bantuin Mamah juga!”

Azkiya hanya diam dan bersiap mengambil satu ayam di dalam wadah. Namun, sebelum tangan kanannya menggapai paha montok tersebut, sang ibu terlebih dahulu melarang dan menyuruhnya untuk mandi. Ia yang diperlakukan seperti itu lantas mencibir.

“Mamah galak banget sama anak semata wayang. Sepotong aja.”

“Nggak!”

“Iya, deh. Iya.”

Dengan perasaan kesal yang menjadi tamengnya, Azkiya melangkah memasuki kamar mandi. Tak memerlukan waktu lama, gadis itu telah berpakaian santai sebelum berlari menuju ruang makan. Sejujurnya, ia benar-benar lapar.

Ketika tangannya ingin kembali melancarkan aksi pencurian terhadap sepotong ayam, Erika terlebih dahulu berteriak hingga kekesalan datang kembali. Wanita itu menyuruh Azkiya untuk menunggu sebentar sebelum memprotes pakaian yang dikenakannya.

“Ya ampun, Mah! Hari ini kayaknya Azki salah mulu, ih. Lagian, ada apaan, sih? Biasanya juga aku pakai baju gini nggak apa,” ucapnya kemudian mengerucutkan bibir karena kesal.

“Udah, kamu jangan banyak tanya. Sekarang kamu ganti baju yang bagus terus dandan!”

Apa-apaan? Azkiya nyaris membantah jika ibunya tidak berteriak secara tiba-tiba. Meskipun malas, ia tetap kembali ke kamar kemudian melaksanakan perintah dengan perasaan kesal. Menurutnya, Erika sedang dirasuki oleh Nenek Rombeng hingga menjadi—sok—misterius.

Kurang lebih dua puluh menit akhirnya berlalu. Gadis itu terdiam beberapa saat karena mendengar klakson mobil diiringi suara mesin yang mati. Dalam hati ia bertanya siapakah tamu yang datang hingga sang ibu menjadi sangat rempong.

“Azki, turun cepat! Tamunya sudah datang!”

“Iya, Mah!”

Azkiya tak langsung beranjak setelah meneriakkan jawaban tersebut. Ia memilih untuk bersantai terlebih dahulu kemudian berbaring di atas tempat tidur. Ketika kedua mata itu mulai terpejam, Erika tiba-tiba datang dan bertanya, “Kamu turun atau Mamah seret ke bawah?”

"Iya, Mah. Ayo, turun! Azki udah siap."

Kakinya mulai mengikuti sang ibu yang berjalan menuju ruang tamu. Sebelum tiba di sana, mereka terlebih dahulu dikejutkan oleh sebuah teriakan cempreng dari wanita paruh baya berpakaian modis. Ia ingat dengan sosok itu.

"Aduh, cantik banget mantuku!"

Azkiya mengerutkan dahi kemudian berusaha tersenyum karena tidak mengerti. Jujur saja, ia masih terkejut dengan teriakan itu. Kalau cantik sih memang, tapi apa-apaan dengan calon menantu itu?

“Azki, mau ke mana? Sini duduk.”

“Anu, Mah. Di da—”

Ucapan Azkiya diputus oleh sang ibu yang memintanya untuk duduk. Keinginan untuk menolak sebenarnya ada, tapi picingan mata dari Erika membuatnya terdiam dan segera menuruti perintah tersebut.

Keheningan sempat terjadi untuk beberapa saat sebelum wanita yang tak lain adalah Erina menanyakan apakah Azkiya telah memiliki kekasih atau belum. Yang mendapat pertanyaan hanya bisa mengiyakan kemudian mengangguk ketika sang penanya berusaha memastikan.

“Pacar apa? ‘Kan kamu sehari-hari di rumah, kapan kencannya? Jangan ngeles kamu,” ucap Erika secara tiba-tiba karena tidak percaya atas pernyataan sang anak.

“Mamah aja yang nggak tau, Azki beneran punya pacar.”

Erika melirik temannya karena merasa tidak enak. Rencana mereka berdua terancam gagal jika Azkiya terbukti memiliki kekasih. Namun, ia tak peduli. Wanita itu hanya ingin anaknya menikah dengan putra dari Erina.

Pernyataan tak percaya kembali dilontarkan olehnya. Ia merasa bahwa Azkiya memiliki kekasih itu merupakan sebuah kemustahilan. Lagi pula, ia tidak pernah dikenalkan dengan lelaki yang menjadi kekasih gadis itu.

Kenyataan tersebut membuat Azkiya tertawa kecil karena tidak bisa dibantah. Di mata sang ibu, ia memang masih menyandang status jomblo ngenes yang takkan memiliki kekasih. Namun, hal itu sekarang telah berubah karena ia memiliki Narendra sebagai kekasih. Hubungan mereka memang masih dirahasiakan.

“Tante mau jodohin kamu sama Narendra Azki. Gimana? Kami mau, ‘kan?”

“Harus mau. Deal. Diterima kok, Jeng Erina.”

Azkiya tidak langsung menanggapi karena sedikit terkejut. Pendengarannya tidak salah, ‘kan? Wanita di sebelahnya menyebut nama Narendra. Jika benar, oh, astaga. Ia baru tahu jika Erina merupakan ibu dari sang kekasih.

“Narendra? Yakin? Azki bukan dijodohin sama orang lain?” Setelah terdiam beberapa saat, hanya pertanyaan itulah yang mampu ia keluarkan.

“Eh? Iya, dong. Terus mau yang mana lagi? Anak Tante cuma dia, Azki. Lagian, kamu kerja di tempat Naren, ‘kan?”

Azkiya kembali tertawa kecil karena malu dan tak percaya. Yang benar saja ia dijodohkan dengan Tuan Brokoli? Rasanya benar-benar senang. Apa kata kekasihnya itu nanti, ya?

Kesenangan itu tak berlangsung lama karena dihancurkan oleh ucapan Erika. Ibunya mencemaskan tentang kakek dari Narendra yang bisa saja tidak menyetujui perjodohan mereka. Namun, Erina berusaha meyakinkan dan mengatakan bahwa ia serta sang suami yang akan mengurus hal itu.

Azkiya tak mampu berkata lagi. Emosinya naik dan turun seperti roller coaster. Sebelumnya gadis itu merasa sangat bahagia, tapi sekarang kebahagiaan tersebut padam. Keluarga Narendra mungkin takkan menyetujui perjodohan mereka.

Ia merasa semakin dihempaskan oleh kenyataan ketika mengingat bahwa Narendra merupakan orang Jawa, sedangkan dirinya Sunda. Menurut mitos atau bahkan adat dari zaman dahulu, kedua suku itu ditentang untuk menikah. Tidak tahu kenapa.

Azkiya mengembuskan napas kemudian meminta izin untuk masuk ke kamar. Setelah tiba di sana, gadis itu membuka ponsel dan mencari kebenaran tentang hal yang ia takutkan. Kakinya terasa lemas ketika menemukan jawaban. Jika cinta kadung tercipta, maka harus dipadamkan bagaimanapun caranya.

Ia dengan cepat menghapus air mata ketika sang ibu tiba-tiba masuk dan bertanya, “Kenapa nangis gitu, hm?”

“Siapa yang nangis? Azki kelilipan hewan kecil, tuh! Nyebelin banget.”

“Jangan bohog, deh! Yah, terkadang cobaan hidup bukan cuma harta, tapi perasaan juga. Kamu tenang aja, ya. Mamah sama Tabte Erina bakal urus semuanya. Lagian, kamu juga belum resmi tunangan sama Naren. Masa udah mewek gini?”

Azkiya langsung merengek hingga ibunya tertawa. Gadis itu kemudian mengangguk dan bergegas pergi ke dapur setelah Erika memintanya untuk menyiapkan makanan. Yah, ia percaya jika semua hal ajan indah pada waktunya.

Di lain sisi, Erina tahu apa yang menjadi kegelisahan sang sahabat. Ia telah memutuskan akan membahas hal ini secepatnya pada keluarga. Lagi pula, bukankah memutus tali kasih seseorang itu tidak baik?

To be continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro