02. Salah Sangka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

We Got Married © HeraUzuchii

Naruto © Masashi Kishimoto

A NaruSasu Fanfiction

Romance, Humor, and Hurt

YAOI, OOC, TYPO(S), AU

PERHATIAN!

Untuk yang tidak menyukai ke-OOC-an, harap menghindar dari FANFIC ini.

Happy Reading

.

.

.

Sai sedang membaca buku di ruang depan. Ia selalu menghabiskan waktu sehabis pulang sekolah dengan membaca buku, kegiatan ini sudah menjadi kebiasaanya dari kecil. Dahulu, ketika Sasuke belum sibuk dengan urusan kuliah, ia akan membaca bersama kakaknya dan berbagi pendapat tentang buku yang mereka baca.

Sai jadi merindukan masa-masa itu. Masa di mana waktu Sasuke hanya dihabiskan bersamanya. Sekarang, kakaknya itu terlalu sibuk dengan kuliahnya, selalu pulang sore hari dan di malam hari akan kembali belajar. Ia tidak ingin mengganggu, karena ia tahu Sasuke belajar dengan giat untuk mencapai mimpinya menjadi seorang dokter.

Terlebih, jika nanti Sasuke sudah menikah. Ia semakin tidak punya waktu bersama Sasuke.

Tanpa sadar Sai mengabaikan bukunya, ia malah melamun memikirkan kenangan bersama kakak kesayangannya, juga memikirkan betapa kesepiannya dirinya bila tidak ada Sasuke di rumah lagi.

"Hal menarik apa yang kau pikirkan sampai mengabaikan bukumu?"

Sai terlonjak mendengar suara tiba-tiba di sampingnya. Ia menoleh ke sumber suara dengan wajah terkejut, mendapati Sasuke yang tersenyum geli melihat ekpresinya.

"Aniki! Kau mengagetkanku. Sejak kapan kau di sini?" tanya Sai, masih dengan ekpresinya terkejutnya.

Sasuke tertawa kecil sebelum menjawab, ia melirik jam tangannya, seolah menghitung berapa lama dirinya duduk di sebelah Sai tanpa di sadari remaja itu.

"15 menit," jawab Sasuke. "Kau terlalu asik melamun sampai tidak menyadariku, eoh?"

"Aniki saja yang datang seperti hantu," ucap Sai mengelak kenyataan bahwa memang dirinya melamun.

"Sepeti hantu? Apa salamku tadi tidak terdengar?"

Sai mengangguk. Dirinya memang tidak mendengar adanya tanda-tanda kepulangan Sasuke.

"Padahal aku sudah berteriak nyaring tadi."

Atau mungkin memang dirinya yang terlalu asik dengan dunia sendiri. Hingga bunyi ketukan pintu dan salam Sasuke terabaikan.

Sasuke melihat Sai kembali melamun, ia goyangkan pelan bahu remaja di sampingnya untuk menyadarkan kembali ke dunia nyata.

"Kau melamun lagi. Apa ada masalah?" tanya Sasuke, terselip nada khawatir di suaranya, begitupun mimik yang ia tampilkan.

Sai mengubah posisi duduknya menghadap Sasuke, melipat sebelah kakinya di atas sofa dan membiarkan satunya terjulur menyentuh lantai. Menatap tepat pada Sasuke.

"Aku hanya memikirkan, betapa sepinya rumah ini tanpamu." Sai berkata sendu.

"Merindukanku?" tanya Sasuke dengan sedikit nada ke-pede-an.

"Tentu saja. Kau satu-satunya saudara sekaligus temanku," jawab Sai jujur.

Sai memang tidak mempunyai banyak teman. Ia adalah pribadi yang tertutup, dirinya hanya bisa lebih terbuka dengan Sasuke. Mungkin, karena sejak kecil hanya Sasuke yang paling banyak menghabiskan waktu bersamanya. Bahkan, jika dibandingkan orangtuanya.

Sasuke tersenyum mendengar jawaban Sai. Perkataan Sai membuatnya merasa hangat dan bangga. Adiknya itu selalu bisa melukis senyum di wajahnya, meskipun sebenarnya kini ia tengah banyak pikiran.

"Aku juga merindukanmu," ujar Sasuke hangat, seraya mengusak surai hitam adiknya.

"Aku tahu itu." Sai tertawa kecil. Ia sangat menyukai sensasi nyaman dari tangan Sasuke.

"Kau selalu tahu diriku, outouto."

***

"Bagaimana pekerjaanmu?" Minato bertanya basa-basi di tengah khidmatnya makan malam.

Naruto memasukkan daging ke mulut dan mengunyahnya sebelum menjawab pertanyaan --kurang penting-- Ayahnya, "seperti biasa. Tidak ada yang menarik," jawab Naruto sambil mengunyah, kemudian menelan makanannya.

"Sungguh? Meskipun di'temani' sekertaris baru itu?" tanya Minato, lagi. Ia sengaja menekankan kata 'temani' yang mempunyai maksud terselubung.

Naruto tersedak dagingnya yang ia yakin sudah ia kunyah hingga halus. Ia terbatuk-batuk dan dengan cepat, tangannya menyambar air putih di depannya, meneguknya hingga tak tersisa. Kata yang ditekankan ayahnya membuatnya seperti menelan batu, bukan daging empuk.

Setelah tenggorokannya terasa lebih baik, Naruto menoleh pada ayahnya yang sedang mengunyah sambil tersenyum geli padanya.

Naruto tahu, sangat tahu maksud dari kata 'ditemani' yang diucapkan ayahnya. Tentu dirinya tahu jika dia lah pemeran utamanya.

"Bagaimana bisa Tou-chan tahu?" tanya Naruto heran. Kemudian ia memicing curiga melihat senyum miring dari ayahnya, seolah mengatakan padanya 'Tou-chan tahu segala tentangmu.'

Minato mengangkat sebelah alisnya, bertanya mengapa putranya itu memasang wajah ala polisi yang tengah mengintrogasi tersangka.

"Tou-chan memasang CCTV di ruanganku?" tuding Naruto.

"Kalau iya, kenapa?" ucap Minato santai, sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya dan kembali menatap Naruto.

"Tou-chan! Kau tidak bisa melakukan itu. Itu menghalangi privasiku." Naruto tidak terima.

"Naruto, itu ruang untukmu bekerja, bukan berkembang biak."

Naruto mendengus kesal. Selain karena ayahnya yang merusak privasinya denga memasang kamera diam-diam di ruang kerjanya, juga karena pilihan kata ayahnya, 'berkembang biak' memangnya dirinya ini hewan. Eh, apa ayahnya menyamai dirinya dengan hewan?

Naruto merengut. Memakan sisa makan malamnya dengan perasaan kesal.

Minato diam-diam tertawa geli melihat tingkah putranya yang kekanakan. Salah satu sifat yang ia suka dari anaknya yang sebenarnya sudah dewasa.

"Naruto."

Naruto mendongak untuk melihat ayahnya yang berdiri di sampingnya --sudah menyelesaikan makan malamnya--

"Besok malam, kita akan dinner dengan keluarga calonmu. Jangan pulang telat," ucap Minato dan kemudian pergi dari ruang makan, yang sebelumnya menyempatkan diri mengacak rambut pirang Naruto.

Naruto semakin merengut.

Sepertinya janji dengan sekertaris baru harus dibatalkan dulu.

***

"Aniki," panggil Sai pada Sasuke yang berbaring di sebelahnya.

Mereka berdua kini sedang berbaring terlentang bersama di ranjang Sasuke, melakukan kebiasaan mereka, memandang langit-langit kamar yang berwarna putih polos. Sai yang meminta, katanya menghabiskan waktu bersama sebelum Sasuke menikah. Sebenarnya Sasuke sedikit kesal setiap kali Sai membahas pernikahan, karena jujur, Sasuke sama sekali tidak siap.

"Hm," jawab Sasuke singkat.

"Apa kau penasaran dengan calon pasanganmu nanti?" tanya Sai.

Sasuke menahan diri untuk tidak berbalik pada Sai dan menatap remaja di sebelahnya dengan tajam. Ia tidak mau Sai merasa takut atau tidak nyaman. Jadi, Sasuke memilih menjawab jujur. Lagipula ia juga ingin mengeluarkan pikiran yang mengganjang dari kemarin, dan Sai adalah pilihan tepat.

"Tentu saja penasaran," jawabnya.

"Kata Tou-chan, ia pemilik perusahaan Uzumaki. Setahuku, pemiliknya itu gendut, tua dan mesum," ucap Sai polos. Tapi, ada rasa kengerian di kalimat terakhirnya.

Mendengar itu, Sasuke bergidik ngeri. Bayangan sosok pria tua dengan perut buncit dan senyuman mesum mendadak terlukis di plafon kamar. Ia menggeleng kuat, berusaha menghilangkan sosok mengerikan itu.

Sasuke memang besar dari keluarga pengusaha yang seharusnya mengetahui beberapa rekan kerja ayahnya. Tapi, Sasuke tidak pernah peduli dengan hal itu. Ia tidak sedikit pun tertarik dengan dunia bisnis. Dirinya hanya fokus pada impiannya menjadi seorang dokter.

Ayahnya juga tidak pernah mempermasalahkan itu. Dan bagi Sasuke, buta dalam dunia perusahaan atau apapun bukan masalah, karena dirinya tidak mungkin pernah masuk dalam dunia tersebut. Tapi, sekarang itu menjadi sedikit masalah.

"Bagaimana kalau kita cari di internet seperti apa rupanya?" saran Sai. Jujur ia juga sangat penasaran. Jika benar rupanya seperti yang mereka bayangkan, dirinya tidak akan merelakan Sasuke yang tampan terkesan cantik itu bersama pria-tua-buncit-mesum.

Sasuke setuju dengan saran Sai. Ia bangkit dan mengambil ponsel pintarnya di nakas sebelah tempat tidur. Kemudian memposisikan diri, duduk dengan bersandar dengan kepala ranjang. Sai juga melakukan hal yang sama.

Sasuke langsung saja menuju aplikasi pencarian terlengkap di dunia, Google. Mengetikkan keyword 'pemimpin perusahaan Uzumaki' dengan doa di setiap ketikannya, berharap ekspektasinya tidak benar.

Sasuke dan Sai bersiap mendapatkan realita ketika ponsel Sasuke menampilkan profil CEO Uzumaki. Desahan lega lolos dari bibir kedua saudara tersebut ketika mendapati foto yang terpajang di profil tidak seperti ekspektasi mereka.

Kali ini relalita --sedikit-- lebih indah dari ekspektasi.

Untung saja profil CEO tersebut menampilkam foto seorang pria yang terlihat muda dengan rambut dan alis pirang cerah, mata berhiaskan iris biru indah seperti Sapphire, juga kulit tan eksotis --kata Sai-- cukup tampan. Dan berhasil menghilangkan pria tua sebelumnya.

Sasuke dan Sai membaca satu persatu yang tertera di sana. Dari nama, tempat dan tanggal lahir, hingga tulisan yang mengejutkan keduanya.

Mata Sasuke dan Sai melebar, mereka saling berpandangan dengan tatapan tidak percaya.

'Jadi,...

...sudah punya anak?'

Mengetahui fakta bahwa calonnya sudah mempunyai anak, tidak begitu mengejutkan untuk Sasuke maupun Sai. Hal itu sudah mereka duga sejak awal, Sasuke siap menjadi...

Ibu atau Ayah, yah?

Apapun itu, siap tidak siap, harus siap.

Tetapi, fakta bahwa anak dari calonnya tersebut lebih tua 3 tahun dari Sasuke. Sasuke jadi takut sendiri.

"Wajar saja, sih. Dia kan tua, hanya wajahnya saja yang terlihat muda," ucap Sai.

Sasuke mengangguk setuju dengan ucapan Sai. Dilihat dari profil, Namikaze Minato, pemilik Uzumaki Corp memang hampir seumuran dengan ayahnya, tetapi wajahnya masih terlihat muda.

Untuk Minato, Sasuke tidak begitu khawatir. Tapi, anaknya...

Sasuke mendadak paranoid.

Bagaimana jika calon anaknya tidak bisa menerimanya atau hal yang paling buruk memperlakukannya jahat seperti di sinetron yang biasa ibunya tonton.

"Aku tidak khawatir dengan paman Minato, aku yakin dia akan memperlakukanmu baik--" Sai berkata menenangkan Sasuke, ia bisa melihat jelas raut takut(?) Sasuke. "--tapi aku khawatir dengan, Uzumaki-Naruto."

Perkataan Sai tidak membantu sama sekali. Sasuke malah semakin takut.

"Mungkin kau harus mencuri hati anaknya dulu," saran Sai. Ia menguap, merasa ngantuk. Kemudian ia membaringkan tubuhnya menyamping, menghadap Sasuke yang menatap kosong layar ponselnya.

Tatapan Sasuke memang terlihat kosong, tapi pikirannya terus dipenuhi kemungkinan buruk tentang perjodohannya.

'Semua akan baik-baik saja,' gumam Sasuke dalam hati.

TBC

Pendek banget ya... Sasuke salah paham ih wkwk

Sebenarnya udah jadi dari kemarin, tapi guenya gak pede publishnya. Gue ngerasa cerita gue itu gak ada bagus2nya, meskipun komen2nya baik, tetep gue gk percaya sama diri gue sendiri HEHE (jadi curhat) terkadang gue mikir kok bisa sih ada yg vote+komen bilang cerita gue bagus, followers gue smpe 900+ ?? Sedangkan gue malu baca cerita gue //plak// cerita gue itu ADUH parahlah... Makanya ada yg baca (meski sider) aja gue sukur :D

Makasih untuk yang udah VOMENT. SARANGHAEE~ AISHITE~

Buat siders juga, lup u :*

161117

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro