04. Kencan Pertama

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

We Got Married © HeraUzuchii

Naruto © Masashi Kishimoto

A NaruSasu Fanfiction

Romance, Humor, sedikit bumbu Hurt

YAOI, OOC, TYPO(S), AU

PERHATIAN!

Untuk yang tidak menyukai ke-OOC-an, harap menghindar dari FANFIC ini.

Happy Reading

.

.

.


Sudah menjadi rutinitas di pagi hari, terutama pada akhir pekan, Sasuke selalu jogging dengan Sai. Hanya sekadar berkeliling di daerah dekat rumahnya, menikmati sejuknya udara sambil bercengkrama.

"Kemarin itu lucu sekali. Kita mengira Paman Minato yang akan menikah denganmu, tapi ternyata anaknya," ucap Sai sambil tertawa kecil mengingat kejadian kemarin malam yang membuat dirinya menertawai Sasuke maupun diri sendiri karena sudah salah mengira.

Sasuke mendengus. Ingin melupakan kejadian kemarin sebenarnya, tapi Sai kembali membahasnya.

Mendadak wajah Sasuke berubah masam.

Sesungguhnya suasana hatinya memang sedang tidak baik setelah pertemuan kemarin dan semakin buruk karena Naruto beserta pesan teks-nya. Pokoknya, kalau teringat manusia rambut kuning dengan cengiran-lebar-nan-bodoh, Sasuke langsung badmood.

Mereka tiba di sebuah taman kecil yang cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang tampaknya sedang beristirahat. Sai memilih mendudukkan diri di salah satu tempat duduk yang terbuat dari batu. Sasuke diam mengikuti, masih berwajah masam.

"Jangan memasang ekspresi seperti itu, Aniki," Sai mencubit sebelah pipi Sasuke. Dan mendapati tatapan tajam dari Sasuke. Sai tidak takut, ia malah merasa geli dan tertawa lagi.

"Bukankah seharusnya kau bahagia? Faktanya kau tidak akan menikah dengan orangtua."

Sasuke mendecih, "jika calonnya seperti itu. Aku lebih baik menikah dengan ayahnya," jawab Sasuke. Kembali mengundang tawa Sai.

Sasuke menoleh pada Sai, menatapnya seperti melihat sesuatu yang tidak lazim. Walaupun sudah tinggal bersama dari kecil, Sasuke tetap tidak menyangka bahwa ada manusia yang mudah tertawa meski hal itu tidak begitu lucu, bahkan tidak lucu sama sekali.

"Aku baru tahu ternyata Aniki menyukai, emmm... Apa ya kata yang pas?"

"Aku bukan orang seperti yang kau pikirkan. Aku memikirkan kelangsungan hidupku."

"Huh?"

"Aku bisa hipertensi jika hidup berdua dengan Naruto. Baru ketemu saja sudah bikin emosi."

"Haha... Itu sih Aniki saja yang sensian karena terlalu malu sudah salah sangka."

Sasuke bungkam. Sai memang benar, karena terlalu malu, dirinya jadi mudah terbawa emosi. Tapi, tentu Naruto-lah penyebab utama. Coba saja Naruto tidak tertawa dan mengejeknya, dirinya kan jadi tidak begitu malu. Dan seandainya Naruto tidak membisikkan kata-kata waktu itu.

"Lagipula, mungkin saja Naruto-nii memang jodohmu."

Sasuke langsung menoleh pada Sai dengan gerakan cepat.

"Ah sudahlah. Lebih baik kita pulang." Sasuke berdiri. Melangkah tanpa menunggu persetujuan Sai, meninggalkan adiknya.

"Aniki! Aku belum mau pulang!" teriak Sai pada Sasuke yang sudah menjauh darinya. Ia mencebikkan bibirnya kesal. Tapi, pada akhirnya mengikuti langkah Sasuke menuju rumah.

Sesampai di rumah, Sai kembali membuka pembicaraan setelah di perjalanan hanya saling diam. Hal itu sudah biasa, terkadang mereka berdua memang lebih memilih diam.

"Bersiaplah, Aniki, hari ini kencan pertamamu," ucap Sai sebelum memasuki kamarnya dan menutupnya. Tidak lupa sebuah kedipan menggoda ia berikan.

Sasuke berhenti di ambang pintu. Tidak begitu peduli pada Sai yang baru saja bermain mata padanya. Tali, ia baru mengingat bahwa hari ini ada pertemuan kedua berjudul 'kencan' dengan Naruto.

Seketika ia kembali mengingat pesan Naruto yang memintanya berdandan cantik. Cih, memangnya dia ini wanita?

"Aku harus pakai baju apa?" tanya Sasuke pelan pada dirinya, ia melangkah memasuki kamar sambil memikirkan pakaian yang akan ia gunakan.

Setibanya di depan lemari, ia memukul kepalanya sendiri. "Bodoh! Kenapa harus bingung. Pakai saja sembarang," Sasuke kembali berbicara sendiri.

Kemudian ia melihat jam dinding di kamarnya. Dirinya masih punya cukup waktu untuk membersihkan diri, maka dari itu, Sasuke memutuskan untuk mandi terlebih dulu. Bukan berarti ia ingin terlihat baik di depan Naruto, tetapi karena ia merasa lengket.

***

Do you feel the same when I'm away from you?

"Uuuuu...."

Do you know the line that I'd walk for you?

"Uuuuu...."

Naruto menggerakkan kepalanya mengikuti irama musik, sesekali ia juga ikut bernyanyi dengan suara nyaring, berteriak.

Akhir pekan memang baik digunakan untuk bersantai di kamar, bermalasan dan memutar musik sekeras mungkin. Dunia terasa seperti milik sendiri bagi Naruto saat ini. Tidak ada berkas, ini, itu atau apapun yang berbau pekerjaan.

Jika sudah seperti ini, Naruto suka lupa waktu, bahkan segalanya. Ia larut dalam dunia bersantainya.

"Look out down below! Walking the wire, wire, wire!"

Naruto semakin bersemangat bernyanyi, tidak peduli jika suaranya tidak sebagus Dan Ronald dan bisa memecahkan gendang telinga seseorang. Ia terus bernyanyi dan sekarang ia telah berdiri di atas ranjang, seolah ia sedang tampil di panggung besar.

"So look out dow--"

Tiba-tiba musik berhenti, begitu pula dengan Naruto. Ia terdiam memandang speaker-nya. Lalu, beralih pada laptopnya. Ia melompat turun dari ranjang mendekati laptop. Ia mengernyitkan dahi ketika melihat lagu masih terputar di sana.

"Apa yang salah?"

Naruto memperhatikan kembali speaker-nya, tidak ada lampu yang menandakan benda itu sedang on. Akhirnya Naruto tersadar bahwa sedang terjadi pemadaman listrik. Tapi, sejak kapan rumahnya padam listrik?

Naruto keluar kamar dengan wajah kesal, sungguh dirinya tidak suka jika kesenangannya terganggu.

Ketika ia telah sampai di lantai dasar, ia bertemu Minato tengah bersantai dengan secangkir teh. Ayahnya menoleh padanya dan tersenyum miring.

"Keluar juga?" tanya Ayahnya.

"Tou-chan belum bayar tagihan listrik? Kenapa padam?" Naruto mengabaikan pertanyaan Ayahnya dan lebih memilih ikut mengajukan pertanyaan.

"Tentu sudah. Tou-chan hanya sengaja memadamkan agar kau berhenti konser di kamarmu."

Naruto mencebikkan bibirnya kesal. Ia sudah akan membuka mulut untuk protes.

"Dan segera bersiap untuk kencanmu"

Tetapi, sudah lebih dulu dihentikan Minato.

"Kencan?"

Naruto teringat akan janji yang ia buat dengan kekasihnya. Dengan cepat ia berlari kembali ke kamarnya dan menyambar ponselnya di atas nakas.

Astaga. Dirinya lupa mengaktifkan sehabis ia mencharge-nya kemarin malam.

Segara ia menekan tomblo power. Tidak lama setelah ponselnya aktif, beberapa pesan masuk dari Kaouro. Naruto menepuk jidatnya, "Aku benar-benar lupa."

Ia membaca cepat beberapa pesan dari Kaouro dan mengetikkan balasan. Setelah itu, secepat mungkin ia ke kamar mandi untuk membasuh muka dan gosok gigi. Tidak perlu mandi, ia merasa tetap tampan tanpa mandi.

Setelahnya, Naruto mengambil baju asal di lemari dan segera memakainya. Kemudian berlari seperti dikejar anjing.

"Naruto! Jangan lupa menjemput Sasuke!"

Naruto sudah di muka pintu. Mendengar teriakan ayahnya, seketika ia berhenti. Baru teringat akan sesuatu --lagi-- Aduh. Pusing juga punya dua janji sekaligus.

Naruto kembali masuk, berdiri di depan ayahnya dengan wajah memelas, "Tou-chan~ tidak bisakah janji dengan Sasuke dibatalkan? Besok saja atau minggu depan?"

"Tidak bisa. Batalkan saja janji dengan sekertarismu itu. Kau harus memprioritaskan calonmu, Naruto."

"Kalau aku lebih memilih Kaouro sebagai calonku, bagaimana?"

"Tidak direstui."

"Kalau begitu aku kawin lari."

"Berarti kau tidak sayang Tou-chan." Minato memasang tampang sedih.

Naruto kalah lagi. "Baiklah. Aku pergi dulu."

Naruto melangkah gontai menuju mobilnya. Ia mengambil ponselnya lebih dulu untuk mengirim pesan pada Kaouro. Tidak sengaja ia melihat nama Sasuke di kotak pesan, ia jadi teringat kejadian kemarin malam dan hal itu membuatnya tertawa kecil.

Terlintas wajah merah Sasuke yang menahan malu sekaligus amarah. Naruto mendapati, bahwa ekspresi itu sangat menggemaskan.

"Sasuke."

Yang awalnya terasa malas, sekarang ia mendadak bersemangat bertemu Sasuke. Entah mengapa, ia juga tidak mengerti, yang ia tahu dirinya hanya tidak sabar untuk bertemu Sasuke lagi.

***

Sasuke benci menunggu. Sekarang, ia harus menunggu kedua kalinya untuk orang yang sama. Mungkin, memang benar Naruto adalah orang yang tidak  tepat waktu.

Ia sudah duduk hampir setengah jam di halte dekat rumahnya untuk menunggu Naruto menjemputnya. Naruto sudah telat 30 menit dari waktu perjanjian.

Untuk membunuh kebosanan yang melandanya, Sasuke memainkan game di ponselnya. Sebenarnya, ia bukanlah orang yang suka bermain game, ia bahkan tidak jago bermain ular-ularan. Tetapi, game cukup ampuh untuk mengalihkan kebosanannya.

Di tengah keseruan bermain snake, suara klakson mobil mengganggu konsentrasi Sasuke. Ia jadi ingin melempar sepatu pada siapa pun makhluk yang masih saja menyalakan klakson dengan semangat hingga membuatnya kalah, padahal sedikit lagi dirinya bisa mengalahkan highscore-nya sendiri, yaitu sepuluh.

Sasuke mendongak, menemukan sebuah lamborgini berwarna kuning, mirip seperti mobil di Transformer. Jendela mobil terbuka, menampakkan sosok yang tidak asing lagi bagi Sasuke, seorang pemuda blasteran sedang tersenyum padanya, Sasuke balas menatap si pelaku jengkel.

Si pemilik mobil, Naruto, kembali membunyikan klakson.

"Tidak bisakah kau diam?" tanya Sasuke kesal.

"Bisa, kalau kau segera masuk. Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu." Naruto menutup kembali jendela mobilnya.

Sasuke mendengus sebal, tidak suka dengan kelakuan Naruto yang semaunya memerintahnya. Tapi, ia turuti juga, berjalan ke mobil Naruto dan segera masuk. Ia menutup pintu mobil dengan penuh tenaga, efek emosi.

"Yak! Pelan-pelan! Kau bisa menyakiti Madonna!" omel Naruto. Ia mengelus-elus mobilnya dan menggumamkan kata maaf untuk Madonna, mobilnya.

"Kau gila?" tanya Sasuke. Memperhatikan Naruto yang berbicara pada mobil.

Naruto mengabaikan pertanyaan Sasuke. "Ini Madonna. Mobil kesayanganku," Naruto memperkenalkan mobilnya pada Sasuke dengan bangga.

"Tidak peduli," balas Sasuke tidak acuh.

"Kau harus berkenalan sebelum menumpang pada Madonna."

Sasuke masa bodoh, bahkan tidak menoleh pada Naruto. Memangnya siapa yang peduli dengan nama mobil, apalagi sampai harus berkenalan. Lagipula kurang kerjaan sekali memberi nama mobil, bisa berbicara saja tidak.

"Cih," Naruto mendecih sebal. Lantas menjalankan Madonna.

***

"Kau bisu, Sasuke?" Akhirnya Naruto membuka mulut setelah lama menahan diri untuk tidak berbicara. Ia menunggu Sasuke bicara lebih dulu, tapi ternyata pemuda di sampingnya hanya diam memandang jalan. Naruto tidak tahan dalam kesunyian.

"Tidak," jawab Sasuke singkat tanpa menoleh.

"Kalau begitu bicaralah."

"Apa?"

"Terserah."

Hening.

"Ck," Naruto berdecak kesal. Orang ini mengesalkan sekali. "Sekarang kita mau pergi ke mana?" tanya Naruto, pasalnya mereka hanya berkeliling saja dari tadi, Naruto juga tidak tahu mau ke mana.

"Terserah," Sasuke menjawab singkat.

"Astaga!" Naruto mengerang frustasi. Baru pertama kalinya ia menemui orang seperti Sasuke.

Naruto menghentikan mobilnya di jalan sepi. Ia menoleh pada Sasuke yang diam saja tanpa berniat bertanya atau protes. "Kalau aku memperkosamu di sini, apa kau akan tetap diam saja?" Naruto menyeringai.

Sasuke menoleh pada Naruto, wajahnya tetap datar. "Aku akan menyakiti Madonna." Sasuke mengeluarkan gunting kecil dari tas yang ia bawa.

"Oh. Astaga." Naruto bergidik ngeri. Tidak bisa membayangkan Madonna-nya tersakiti. "Lebih baik kita makan saja, aku lapar."

"Terserah."

Di tengah perjalanan, tiba-tiba ponsel Naruto berdering. Naruto sedikit memperlambat laju kendaraannya untuk mengambil ponsel di kantung celana. Tertera nama Kaouro di layar. Naruto menimbang untuk mengangkatnya.

Naruto melirik pada Sasuke yang tetap setia melihat jalan.

"Moshi-moshi."

"Ah, tentu saja. Sebentar lagi. Aku masih harus mengantar calon ibuku pulang."

Sasuke segera menoleh pada Naruto setelah mendengar kalimat Naruto barusan. Mengantar calon ibu, katanya?

"Baiklah, aku pasti langsung ke sana."

"Siapa yang kau sebut calon ibu?" tanya Sasuke begitu Naruto memutuskan telpon.

"Tentu saja kau, Kaa-chan. Atau sekarang kau sudah tidak mau jadi ibuku karena terpesona padaku?"

"Narsis."

"Hahaha. Eh, Sasuke, kau turun di sini saja, ya?" Naruto berujar dengan santainya seraya menghentikan laju mobil di depan sebuah halte.

"Jangan sedih begitu, Sasuke. Aku tahu kau masih mau berduaan denganku, kan?"

"Tidak!" jawab Sasuke cepat. "Aku malah sangat bersyukur."

"Yasudah. Turun."

Sasuke mengepalkan tangannya, sangat ingin menghantamkan ke wajah Naruto. Dia diusir begitu?

"Tunggu apa lagi, Sasuke."

Sasuke merasa terhina, ia tidak pernah diperlakukan seperti ini. Ia menatap Naruto tajam sebelum turun.

Naruto membuka sedikit kaca mobilnya, "maaf, Sasuke. Tapi, aku ada urusan penting."

Sasuke tersenyum manis. Tapi, bagi Naruto itu sangat mengerikan. Sasuke seperti akan memakannya. Untung saja Sasuke sekarang sudah berada di luar.

"Tidak apa," balas Sasuke lembut.

Naruto baru saja akan kembali menutup kaca mobilnya ketika ia mendengar suara gesekan benda yang membuat telinganya sedikit ngilu. Ia kembali menoleh pada Sasuke yang masih berdiri di depan pintu mobilnya dengan senyuman manis. Mendadak perasaan Naruto tidak enak.

"Bye, My Son." Sasuke melambai dan pergi.

Naruto dengan cepat keluar dari mobil. Ia merasa tidak enak tentang Madonna, jadi ia mengecek Madonna dan

"Sasukeee.... Kau apakan Madonnaku?!" teriak Naruto, tidak peduli pada pandangan orang di sekitarnya.

"Oh, Madonna. Kau pasti kesakitan. Kau tidak mulus lagi," ucap Naruto sedih. "Kita akan segera operasi, oke?" Naruto mengelus sayang pada bagian lecet yang baru saja dibuat oleh Sasuke menggunakan guntingnya.

.

.

Di kejauhan, Sasuke tertawa jahat di dalam hati. Ia senang sudah membalas dendam pada Naruto yang seenaknya menyuruhnya turun. Kalau tahu begitu, lebih baik ia di rumah saja.

'Cih. Aku sungguh membenci manusia sepertinya.'

TBC

Alurnya selambat melupakan mantan :')

081217

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro